ROL | Give Me Five Minutes!

486 69 12
                                    

Suara klakson yang saling bersahutan, pendar cahaya berwarna jingga yang rona nya mampu membuat wajah Gema turut bersemu--bukan bersemu ala shy-shy cat rumah melainkan bersemu marah.

Macet pada jam-jam pulang karyawan memang sudah menjadi kehidupan normalisasi di ibukota. Andai saja si sopir yang sedari tadi mengatakan 'nggak apa-apa, sekali-kali menikmati kemacetan',  mengajaknya untuk menikmati makan malam di daerah Sudirman. Padahal mereka bisa saja makan di tempat yang tak jauh dari kafe.

"Kata orang, menikmati sesuatu yang didapat dari usaha yang keras itu jauh lebih mengasyikkan. Kamu harus sabar sedikit supaya bisa menikmati makan malam di resto yang lagi hype itu, Ge."

Usai bergelut dengan kemacetan, mercy hitam milik Lingkar sampai juga di pelataran sebuah restoran. Ubun-ubun Gema rasanya hampir mendidih saat melihat antrian panjang yang mengular bak antrian bansos itu, wajahnya menoleh dan menghunus tatapan menuntut.

"Makanya jangan percaya sama omongan orang! Kalau begini, kita harus nahan perut lapar sampai subuh, Pak?!"

Paham kan bagaimana kesalnya Gema; sudah perut lapar, baru saja kejebak macet terus  pas udah sampai ke tempat tujuan, eh, ramai banget.

"Ya maaf, aku nggak tahu kalau resto nya bakal seramai ini."

Ekspektasi Gema tentang restoran yang sedari tadi pagi--bahkan sebelum berangkat ke kantor--Lingkar celotehkan karena menu khas Mediterania yang menjadi favorit pria itu, adalah tempatnya yang cukup mengasyikkan atau resto yang sekali makan rasanya seperti sedang berlibur di semenanjung Mediterania. Beberapa food vlogger juga sempat berbondong-bondong meliput betapa recommended nya restoran Le Havaia itu. Sayang, tempatnya ramai polll, mana berisik seperti ini.

"Aku kan udah bilang, jangan datang ke restoran yang lagi viral itu di jam-jam rawan kayak gini! Lihat kan! Aku ajak kamu tadi siang, bilangnya nanti malam aja."

"Siang juga penuh, Ge." Suara Lingkar nampak lesu, mungkin dia juga kecewa karena gagal memanjakan lidahnya dengan kudapan Mediterania itu.

"Ya udah, balik aja ke rumah. Makan di rumah masing-masing!" Gema memutar kakinya, bersiap berjalan kembali ke mobil. Tapi, Lingkar justru masih terpaku sambil menatap ponselnya dengan menunduk.

Apa dia kecewa banget gara-gara nggak bisa makan di Le Havaia?

"Kamu nggak apa-apa? Nggak usah kayak anak kecil ah, besok-besok kan masih bisa mampir kesini. Aku turuti deh sampai rasa penasaran kamu itu terpenuhi! Yuk, balik!" Gema menarik tangan Lingkar. Namun, bukannya beranjak, Lingkar justru menubruk tubuhnya. Memeluk erat hingga suara tangis lirih terdengar.

Gema yang panik langsung mengguncang lengan Lingkar. Masak sih, sebegitu sedihnya gara-gara nggak bisa makan disini? Tapi...Gema merebut ponsel yang digenggam Lingkar dengan kuat itu. Mencoba mencerna pesan yang dikirim oleh Jo.

***

Gema tidak berani membuka suara apalagi bertanya tentang siapa perempuan bernama Leonor  itu. Jangankan bertanya tentang Leonor, menegur Lingkar yang sedari tadi menatap pigura seorang perempuan berambut pirang saja Gema merasa canggung. Sesekali hanya Asmita yang menepuk pundaknya lalu berusaha mengajaknya berbicara, tapi tetap saja, Asmita tidak mengatakan apa-apa soal Leonor-Leonor itu.

Satu-satunya informasi yang Gema tahu, kalau perempuan itu merupakan salah satu korban pesawat yang jatuh di perairan. Breaking news itu dibenarkan oleh kepala maskapai yang mengatakan jika pesawat yang membawa 214 penumpang itu sempat hilang kontak dan akhirnya dikabarkan jatuh.

"Kenapa nggak ada yang ngomong kalau Leo bakal kesini, hah?!" Suara lantang Lingkar membuat semua orang menegakkan wajahnya. Termasuk Gema yang tersadar dari lamunannya.

"Nak...," lirih Asmita yang menepuk pundak putranya.

"Sebegitu bencinya kalian sama dia sampai-sampai dia kesini kalian nggak kasih kabar ke aku? Dan kenapa kalian biarin dia naik pesawat murahan kayak gitu, padahal keluarga ini punya jet pribadi. Seburuk-buruknya dia, statusnya tidak akan berubah. Dia itu ibu dari--" Lingkar tidak meneruskan ucapannya. Matanya menatap Gema dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

Usai menatap Gema, pria itu justru berlalu begitu saja. Sikapnya itu membuat celah rasa penasaran Gema semakin besar. Ini serius tidak ada yang ingin menjelaskan kepadanya?

Oke, kalau begitu, bukankah keberadaan Gema disini tidak diharapkan?

"Tante, aku pamit pulang. Mama pasti khawatir kenapa sampai malam, aku belum sampai rumah."

Asmita memeluknya. Perempuan dengan aura keibuan ini terlihat ingin sekali mengatakan sesuatu, namun lidahnya tak bisa mengeluarkan suara apapun selain,"Hati-hati ya, Nak. Jangan ambil kesimpulan sendiri, tunggu Lingkar tenang dulu ya?"

Gema juga tak merespon dengan kalimat panjang selain,"Ya Tante. Titip pamit pulang ke Lingkar ya?"

***
Rumah Lingkar terasa sepi, mungkin si pemilik memutuskan untuk menginap di rumah keluarganya.

"Mbak Gema cari mas bos, ya?"

Gema mengangguk. Tatapannya masih mengarah ke garasi dimana mercy hitam yang kemarin mereka tumpangi sama-sama tidak terlihat di sana.

"Mas Bos nggak pulang, Mbak. Kata Bu Asmita, mungkin mas bos bakal nginep di sana lagi."

"Emangnya dia siapanya Lingkar, Jo?" Pertanyaan itu membuat Jo menggaruk lehernya. Di satu sisi dia sudah berkomitmen untuk menjaga rahasia itu sampai bos nya sendiri yang menyuruhnya untuk mengatakan, tapi di sisi lain, Jo merasa kasihan dengan kekasih bos nya itu. Melihat wajah Gema yang dirundung rasa penasaran.

Memangnya siapa sih yang tidak penasaran kalau pasangannya justru berduka untuk perempuan lain yang tidak ada hubungan persaudaraan sama sekali.

"Sebenarnya--," Jo menutup mulutnya begitu suara klakson mobil menginterupsinya. Dia lekas bergegas, menarik gerbang dan membiarkan mobil hitam mengkilap milik mas bos nya bermanuver memasuki garasi.

Saat Lingkar turun, Gema buru-buru menyusulnya. Dugaan perempuan itu salah, Lingkar justru menatap nya tak acuh.

"Jo, tolong antar Gema ke kafe. Pakai mobil ini."

Pria berpakaian serba hitam itu melempar kontaknya ke arah Jo yang membuat Gema semakin meradang. Dia menghadang langkah Lingkar dengan kedua tangannya, enak saja pria ini kalau ngomong.

"Maksud kamu apa?! Jangan seenak udel, kasih PHP sama anak orang, ya? Kamu itu utang penjelasan sama aku!"

Tatapan Lingkar nampak mengendur, wajahnya penuh dengan raut penyesalan dan kesedihan yang begitu kentara. Sialnya, hati Gema malah ikut berdenyut sakit, rasa simpatinya seperti diuji.

"Maaf," lirihnya. Suaranya amat lirih hingga Gema harus mendekatkan wajahnya.

"Katanya kamu serius sama aku, baru kena masalah dikit aja udah ambekan kayak gini.  Jangan bersikap kayak anak-anak, Lingkar!"

"Kalau kamu tetep kekeh buat sembunyiin masalah ini sama aku. Oke, aku anggap kamu pengen udahan sama aku. Thanks untuk semuanya dan maaf aku nggak bisa lanjut lagi."

"No!"

"Give me five minutes!"








Minal aidzin wal Faidzin teman-teman semuaaa ..

Sorryy guys kalau update nya lama polll, penuliss masih sibukk sama tugas perkuliahan yang banyakkk bangettt....

Tapi insyaallah, mulai hari ini bakal update lagi kok, wkwk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Roar Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang