ROL | Benang, Jarum dan Restu

716 104 8
                                    

Gema menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengusir rasa gugup yang bersemayam sejak pertama kali duduk di depan keluarga Lingkar. Oh lebih tepatnya keluarga Lingkar dari pihak tante Joshia yang berasal dari Semarang.

Sebenarnya sih bukan keluarga besar, karena yang datang hanya Oma Murti dan seorang perempuan yang entah nama dan status di keluarga Lingkar itu apa. Tapi, usai Tante Joshia menyapa, Gema baru tahu kalau si perempuan itu adalah tangan kanan Oma Murti dan bernama Ayusha.

"Namamu Gema?" Suara Oma Murti terdengar sangat berwibawa. Kata Lingkar, dulunya sih mantan jaksa di pengadilan Jawa Tengah.

"I-iya Oma."

Oma mengibaskan kipas ke wajahnya yang berdempul itu. Di meja ini, persis seperti konferensi perempuan-perempuan karena nyatanya tidak ada satupun keluarga laki-laki yang ikut duduk disini. Lingkar sendiri pun tidak diperbolehkan nimbrung dan memilih mengobrol dengan sang Ayah di belakang rumah.

"Kelihatan banget anak modern! Kamu kerjanya apa?"

"Ibu!" Tante Joshia ingin menginterupsi, tapi Oma Murti keburu mengibaskan kipasnya pertanda tidak ingin di bantah.

"Saya punya kedai kecil-kecilan, Oma."

"Oh, gitu ya. Terus selain punya 'kedai kecil-kecilan', keseharian kamu apa? Bisa menyulam sama menjahit nggak?"

Gema mendongakkan kepalanya. Dia jelas tidak menguasai dua ketrampilan tersebut, jangankan menyulam, menjahit saja Gema takut ketusuk jarum.

"Dilihat dari ekspresi wajah kamu, udah jelas kamu nggak bisa. Oma heran deh sama anak zaman sekarang, ketrampilan simpel kayak gitu aja ndak bisa. Wis jelas, Joshia, perempuan ini harus di uji dulu sebelum jadi mantu mu!"

"Ibu nggak bisa ngatur-ngatur gitu. Bumi bakalan marah kalau Ibu ikut campur sama pilihannya!"

"Halah anak itu tahu apa sih! Tahu cantiknya doang tapi isinya nggak ada. Cari calon istri itu mbok jangan di pandang wajahnya aja, isi kepalanya juga dilihat. Malu tho kalau nanti di ajak ke Semarang dia ndak bisa ngapa-ngapain!"

"Udah-udah. Ayu, cepat kamu siapin benang, jarum sama kain. Kita uji anak ini jahit manual!" Oma berdiri dan berjalan ke dalam.

Sungguh, Gema tidak tahu harus bagaimana. Tante Joshia yang melihat wajah kusut Gema merasa bersalah, dia mendekat dan menepuk bahu Gema.

"Ge, jangan di ambil hati ya omongan Oma. Beliau itu sebenarnya baik ya cuma gitu kalau ngomong jatuhnya jadi julid. Tante aja yang jadi anaknya sendiri suka kesel kalau Oma udah ngomong. Sekarang, kamu ikuti aja. Gagal apa nggak, Tante cuma mau kamu yang jadi mantunya Tante."

Gema tertawa pelan. Tante Joshia ini tidak beda jauh dengan Mama: Support system paling kondang.

Dari halaman belakang, Lingkar yang terpaksa harus menepi kesana karena Oma-nya yang terus mengomel, sedang asyik mendengarkan cerita Ayahnya.

"Tahu nggak, dulu Papa bahkan disuruh latihan manjat atap rumah buat benerin genteng yang bocor. Bayangin, waktu itu Papa baru balik ke Indo dari tinggal di Singapura. Mana ngerti cara benerin atap genteng."

"Serius? Terus Papa lakuin gitu?"

"Iyalah demi Mama mu! Nggak cuma manjat atap rumah. Papa bahkan disuruh ambil kelapa dari pohonnya, rakit instalasi listrik sendiri sampai hampir kesetrum gara-gara tangan Papa keringetan habis manjat pohon kelapa! Gila nggak tuh."

"Kalau Papa aja bisa di intimidasi kayak gitu, apalagi Gema. Wah, nggak bisa di biarin ini." Lingkar bergumam di dalam hati," Pa, sorry , main caturnya nanti aja. Ada misi yang lebih penting!"

"Misi apa?"

"Menyelamatkan mantu Papa!"

Tama terbahak.

"Good luck, little boy!"

***

Lingkar serius saat mengatakan ingin menyelamatkan Gema. Lihat, di taman, Oma sedang duduk di kursi goyang sambil mengawasi Gema yang terduduk di lantai sembari memasukkan benang ke dalam jarum. Tangannya terlihat gemetar.

Kaki Lingkar sudah maju selangkah berniat merebut kain dan jarum dari tangan Gema, tapi saat perempuan itu menatapnya dan menggeleng, Lingkar mengurungkan niatnya dan tetap diam di tempat.

"Itu udah ada polanya, kamu tinggal jahit sesuai pola. Itu mah masih mending!" ujar Oma Murti.

"Ibu ngapain sih nyuruh jahit manual kayak gitu. Udah nggak zaman tahu, Bu."

"Halah kamu ini ndak jaman ndak jaman. Sudah adat turun-temurun di keluarga kita, kalau calon mantu itu harus bisa segalanya. Wong Tama juga dulu begitu kok. Udah Gema, lanjutin!"

Meski tertatih-tatih, nyatanya Gema bisa melakukan tes menjahit dari Oma. Hasilnya lumayan rapi untuk kategori pemula, meski rapi, jari-jarinya tak luput dari tusukan jarum yang tajam.

"Siniin tangannya."

Usai makan siang dengan Oma Murti, Lingkar langsung membawa Gema ke paviliun belakang. Dia mengabaikan teriakan Oma-nya yang ingin mengetes Gema lagi, entah dengan tes model apa.

"Maaf ya kalau keluarga aku bikin kamu repot. Sumpah Ge, aku ngerasa bersalah banget lihat jari kamu ketusuk jarum kayak gini. Coba kalau Mama kamu tahu, bisa di blacklist aku jadi mantu."

"Sebenarnya aku nggak masalah sih cuma aku jadi takut."

"Takut kenapa?" Lingkar masih memegang tangan Gema meski semua luka sudah dia kasih obat.

"Takut soal restu. Oke, mungkin kita kejauhan kalau ngomong soal pernikahan. Tapi, lihat Oma yang begitu, aku jadi takut untuk memikirkan hal itu suatu saat nanti. Standar penilaian Oma itu tinggi banget, benar-benar jauh dari kepribadian aku."

"Jangan suka insecure gitu ah. Masak sama Ezzio berani giliran sama Oma jadi ciut. Hei, meskipun kemungkinan terburuk Oma nggak merestui hubungan kita, Oma jelas kalah suara. Empat suara dilawan satu suara!"

Gema tertawa, yang benar saja, masak Oma di samakan dengan Ezzio.

"Pegang kata-kata aku, semuanya nggak akan berubah meski Oma mempersulit semuanya. Anggap saja angin lalu Gem atau anggap aja tes dari Oma itu sebagai sarana aktualisasi diri, yah semacam kursus mini."

"Thanks , Ling-Ling." Gema merebahkan kepalanya di atas bahu Lingkar.

"Ekhem!"

Keduanya menoleh dengan kompak. Bak robot yang terprogram secara paralel. Orang yang baru saja berdehem itu ternyata Ayah Lingkar, sontak saja, keduanya salah tingkah.

"Kenapa, Pa?"

"Ndoro besar udah mau pulang. Ayo kembali ke depan."

"Loh maksudnya--pulang, serius pulang? Pulang ke Semarang gitu, Pa?"

"Iya, katanya ada tamu dari Malaysia."

Lingkar dan Gema saling bertatapan hingga salah satu dari mereka memekik senang. Bahkan Lingkar meloncat saking senangnya.

Tama yang menyaksikan tingkah aneh keduanya hanya bisa membatin, dasar putu edan! Neneknya pulang kok malah senang. Ah, tapi aku dulu juga gitu sih.

Roar Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang