Malam kedua di hari berikutnya, Gema menjalankan aksi tiger feeding nya tanpa adanya Lingkar. Setelah di beri akses untuk masuk ke rumah, Gema berinisiatif sendiri. Tentunya dengan di bantu Pak Dim dan Jo. Kalau sendiri mana Gema berani.
"Ezzio emang suka makan daging ayam aja, Jo?" Gema memperhatikan Jo yang sedang menata potongan daging ayam ke wadah stainless.
"Paling suka sama daging ayam, Mbak. Tapi kadang mas bos suka di mix sama daging sapi gitu," jelas Jo.
"Nah porsi makan Ezzio sudah pas nih, Mbak. Ayo kita ke tiger cage sekarang."
Gema membuntuti Jo sambil celingukan melihat pemandangan dari rumah Lingkar. Tidak terlalu mewah karena tipe rumah kebanyakan sama dengan yang lain, hanya saja sepertinya Lingkar meminta lahan tambahan di belakang rumah sama seperti Papa.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di kandang Ezzio yang berukuran besar. Si kucing besar itu rupanya sedang malas-malasan sambil sesekali menjilati tubuhnya. Entah kenapa tapi Gema merasa nyaman melihat tingkah Ezzio, rasanya sama seperti saat dia melihat Sweetie yang sedang bercengkrama dengan nya. Ah, Gema benar-benar merindukan kucingnya yang malang itu.
Dan dahsyatnya, begitu melihat Jo melambaikan paha ayam di sela-sela kandang, Ezzio langsung bangkit dari aksi malas-malasan nya dan langsung menghampiri produsen makanan nya.
"Nah, Mbak Gema bisa bantu kasih makan Ezzio pakai penjepit kayak kemarin. Nih ayamnya." Jo menggeser wadah stainless dan mempersilahkan Gema untuk mendekat.
Meski tidak setakut dan panik seperti kemarin malam, Gema masih perlu berhati-hati. Dia ingat perkataan Lingkar kalau Ezzio tetaplah harimau.
"Ha-hai Ezzio?" sapa Gema terlebih dahulu. Hari ini Ezzio juga lebih bersahabat dengannya. Buktinya harimau benggala ini tidak mengaum dan mengeluarkan taringnya seperti kemarin malam. Gema jadi menyukainya.
"C'mon, Ezzio. Paha ayam yang ketiga!" Gema mulai terbawa suasana. Hatinya menghangat, memberi makan Ezzio seperti ini rasanya seperti merawat sweetie. Meski jelas sweetie bukan tandingannya Ezzio.
"Mbak?" Jo mengiterupsi Gema.
"Apa Jo? Waktunya Ezzio minum ya?" Gema hendak berdiri untuk mengambil wadah minum Ezzio tapi Jo buru-buru menghentikannya.
"Bukan, Mbak. Karena kelihatannya Mbak Gema udah bisa ngasih makan Ezzio, saya izin ke toilet dulu ya. Udah di ujung nih." Jo menampilkan ekspresi mules di wajahnya. Melihat itu, Gema langsung melebarkan tangannya membuat kode mengusir.
Di tinggal Jo tidak membuat Gema jadi parno. Ezzio sudah lebih friendly dengannya.
"Hai Ez, kamu tahu nggak. I'm really sorry for my cat's problem. Aku nggak berniat nuduh kamu kok. Ternyata sweetie ketabrak mobil orang yang nggak bertanggung jawab. Rasanya masih sedih sih tapi aku udah ikhlas. Kalau kamu nggak nolong sweetie waktu itu mungkin aku nggak sempat denger suara sweetie di detik-detik terakhir. So, I' ll say thank you, Ezzio."
Sesi curhat itu tak luput dari perhatian Lingkar. Di batasi dinding yang terbuat dari kaca tebal, diam-diam dia tertawa. Suara Gema yang terlihat ramah seperti sedang mengobrol dengan teman sebaya nya di tambah ekspresi aneh dari wajah Gema membuat Lingkar terbahak.
Jo yang kebetulan baru saja dari toilet terkesiap melihat bos muda nya itu tertawa sendiri.
"Mas bos sehat?"
"Kamu Jo. Ngagetin aja." Lingkar menjawab pertanyaan Jo sambil sesekali menyeka sudut matanya yang berair.
"Yang bikin kaget itu justru mas bos. Masak nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba ketawa sendiri. Terpingkal-pingkal kayak nonton acara lawak," sungut Jo."Yakin mas bos sehat?"
"Saya sih sehat, Jo. Tapi kayaknya Gema yang kurang sehat. Bisa-bisanya dia curhat sama Ezzio kayak curhat sama temen sendiri."
Mendengar ucapan Lingkar, Jo ikut mengintip. Senyum simpul terurai di bibir Jo. "Itu tandanya Mbak Gema mulai sayang, Mas bos."
"Mulai sayang? Sama siapa? Sama saya?" Lingkar bertanya sebanyak tiga kali.
"Hadeh!" Jo menipiskan bibir," maksud saya, Mbak Gema itu mulai sayang sama Ezzio bukan sama mas bos. Oh, saya paham. Jangan-jangan selama ini Mas bos ngarep ya di sayang sama Mbak Gema?" tuduh Jo dengan kerlingan jahil.
Lingkar langsung kelimpungan ketika Jo menjahilinya. Jangan sampai Jo salah mengartikan ucapan nya dan mengadu kepada Gema.
"Ngaco kamu! Mana mungkin saya suka--"
Bisa aja. Lagian Gema cantik, pintar, penyayang binatang, wanita karir dan juga easy going. Bisik otaknya berkhianat.
Untuk mengusir pikiran anehnya, Lingkar segera menyuruh Jo untuk kembali bergabung bersama Gema. Sedangkan dia sendiri memilih ngacir ke dapur karena perutnya yang sudah berdisko ria.
🐅🐅🐅
Sampai di dapur, Lingkar tidak tahu harus makan apa karena semuanya masih mentah alias belum ada yang layak konsumsi. Lingkar tidak bisa menyalahkan Bik Jum yang tiba-tiba izin pulang ke kampung karena anak sulungnya sakit keras. Ada daging tapi masih mentah, telur juga mentah. Mau pesan, Lingkar malas menunggu karena perutnya sudah minta di isi. Oke, mungkin makan malam dengan telor ceplok bisa di jadikan opsi. Yang penting perut kenyang.
Pertanyaan nya, apa Lingkar bisa membuat telor ceplok sendiri? Bisa di nilai sendiri.
Bahkan pria jangkung itu masih terlihat bingung memilih piranti yang cocok untuk mendaratkan telur nya. Di tangan kanan, Lingkar memegang wajan besar tanpa gagang dengan cekungan besar di dalamnya yang biasanya di gunakan untuk memasak, yang jelas Lingkar tidak tahu fungsi aslinya sedangkan di tangan kiri, teflon bergagang yang justru dia letakkan kembali karena di anggap terlalu kecil.
Setelah pemilihan wajan selesai, Lingkar kembali di serang bingung. Kali ini soal takaran minyak.
"Masak sesendok sih. Mana matang telurnya," gumam Lingkar sambil menuangkan minyak. Dia itu paling anti dengan telur yang belum matang, mungkin kalau di suruh memilih, Lingkar masih mau makan telur yang overcook daripada yang undercook.
Karena anggapannya soal takaran minyak itu keliru, Lingkar tidak menyadari jika minyak yang dia tuangkan sangat banyak. Anggapan nya, semakin banyak minyak maka telurnya akan matang merata.
"Oke, first, mari kita coba pecahkan telurnya." Lingkar berceloteh sambil menirukan gaya seorang koki di acara memasak. Dia nyalakan kompor dengan api besar.
Ekspektasi bahwa telur itu mudah di pecahkan langsung hilang begitu sendok yang dia pukul kan ke kulit telur tidak membuat telur itu pecah atau retak barang sedikitpun. Kulit nya tebal dan agak keras. Mungkin ayam nya sudah afkir dan tidak produktif lagi.
Bunyi minyak panas sudah terdengar. Di percobaan kedua, telur berhasil di pecahkan. Hanya saja karena usaha yang di keluarkan Lingkar terlalu maksimal, telur itu jatuh ke minyak panas dengan dramatik menimbulkan bunyi letupan di iringi percikan minyak panas kemana-mana.
"Shit!" Lingkar mengumpat ketika cuping hidung nya terasa terbakar setelah terkena percikan minyak. Semakin lama percikan semakin banyak. Bahkan sampai menjalar kemana-mana. Ke lemari atas, lantai, wastafel dan tentunya tubuh Lingkar.
Panik, Lingkar tak sengaja menyiku sebuah piring di sebelahnya. Bunyi pecahan piring membuat suasana semakin dramatis.
"Ya tuhan, mau makan aja ribet banget sih!" keluhnya sambil memunguti pecahan piring di lantai. Belum ada setengah pekerjaan nya selesai, aroma gosong langsung menggelitik hidung nya.
Lingkar dengan spontan berdiri. Namun lantai yang licin bekas percikan minyak membuat kakinya tergelincir. Tubuh jangkung nya terjungkal ke belakang dengan spatula yang entah terlempar kemana. Beruntung wajan di atas kompor tidak jatuh.
"Astaghfirullah! Mas bos!" Jo yang baru masuk langsung meletakkan wadah makan Ezzio, lantas menolong Lingkar yang masih tergeletak.
Berbeda dengan Jo yang khawatir, Gema justru terbahak. Dia melenggang santai ke wastafel untuk mencuci tangan.
"Lagi world war kok nggak ngajak sih!" kelakarnya sambil mengelap tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roar Of Love
RomansaReading List @WattpadRomanceID edisi November "Harimau!" "Harimau!" Di pagi hari seperti ini, penghuni Hunian Indah sudah di ributkan dengan kemunculan seekor Harimau di kompleks mereka. Usut punya usut, mamalia yang berasal dari genus panthera itu...