SATU

3.3K 243 1
                                    


Ruangan itu sudah sepi sejak satu jam yg lalu. Semua lampu sudah dimatikan, kecuali yg terdapat di sudut ruangan dekat jendela. Lampu disana masih menyala karna masih ada seseorang disana. Gadis yg menempati meja di dekat jendela itu sebenarnya tidak benar-benar membutuhkan penerangan karna dia tidak sedang bekerja.

Rebecca Armstrong duduk bersandar dikursi dengan kedua tangan dilipat didepan dada. Keningnya berkerut dan matanya menyipit menatap lekat-lekat ponsel yg tergeletak di meja kerjanya. Dia menggigit bibir dan tidak habis fikir kenapa ponsel imut dengan berbagai macam hiasan gantung ini tidak berdering, tidak berkelip-kelip, tidak bergetar, tidak melakukan apa pun!

Dia memutar kursi menghadap jendela besar dan memandang ke bawah, memperhatikan mobil-mobil yg berseliweran di jalan raya kota Paris dengan tatapan menerawang. Langit sudah gelap. Dia melirik jam tangan dan mendesah. Jam tujuh lewat. Dengan sekali sentakan dia memutar kembali kursinya menghadap meja kerja.

"Kemana saja kamu?" desis Becca sambil mengetuk-ngetuk ponsel nya dengan kukunya yg dicat pink.

"Kamu bicara dengan ponsel?"

Becca mengangkat wajah dan menoleh. Krystal yg baru masuk keruangan tersenyum.

"Sudah selesai siaran?" tanya Becca ringan sambil mencondongkan tubuh ke depan, menumpukan kedua siku di meja dan bertopang dagu.

Krystal mengangguk dan berjalan ke meja kerjanya yg persis di depan meja Becca.

"Bukankah kamu sudah selesai siaran sejak..." Krystal melirik jam dinding.

"Satu setengah jam yg lalu?" tanya Krystal dengan alis terangkat.

Becca mendesah.

"Benar." jawabnya lemas. Dia menunduk dan menyandarkan kening di meja, lalu mendesah keras sekali lagi.

Mereka berdua sama-sama penyiar di salah satu stasiun radio paling populer di Paris. Krystal lebih senior daripada Becca dan siaran utama yg ditanganinya adalah, yaitu acara yg membacakan surat-surat dari para pendengar, sementara Becca membawakan program lagu-lagu populer dan tangga lagu mingguan.

"Hei, kenapa lesu begitu?" tanya Krystal sambil mengetuk-ngetuk pelan kepala Becca dengan bulpoin.

"Bukankah biasanya kamu paling suka hari Jumat?"

Becca mengangkat kepala dan tersenyum muram. Hari Jumat memang hari yg paling disukainya karna hari Jumat adalah awal akhir pekan yg ditunggu-tunggu. Tapi hari ini jadi pengecualian. Dia sedang tidak bergembira atau bersemangat.

"Oh...aku mengerti. Belum menelepon rupanya."

Becca menggigit bibir dan mengangguk lemah. Dia kembali melirik ponselnya. Lalu seakan sudah membulatkan tekat, dia mendengus dan meraih ponsel itu.

"Lupakan saja." katanya tegas, lebih kepada dirinya sendiri. Dengan gerakan acuh tak acuh dia melemparkan ponselnya ke dalam tas tangan dan berdiri dari kursi.

"Krystal, ayo kita pulang sekarang. Duduk mengasihani diri sendiri tidak ada gunanya." kata Becca.

Krystal menatap temannya dengan bingung.

"Yg mengasihani diri sendiri itu siapa?"

##

Lima belas menit kemudian, Becca dan Krystal sudah berada di lift kaca yg membawa mereka turun ke lantai dasar. Becca berdiri membelakangi pintu lift dan menikmati pemandangan malam kota Paris yg terbentang di depan mata. Pada awal perceraian orangtua nya dua belas tahun lalu, dia tinggal bersama Ibunya di Amerika. Empat tahun kemudian, ketika berumur enam belas, dia memutuskan pindah ke Paris dan tinggal bersama Ayahnya. Sejak saat itu, Paris menjadi hidupnya.

IN PARIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang