SEMBILAN BELAS

1.4K 191 19
                                    

Jam berapa sekarang?



Freen melirik tangan kirinya, lalu menyadari kebodohannya. Dia tidak memakai jam tangan karena tangan kirinya masih dibalut. Dia merogoh saku jas dan mengeluarkan jam sakunya. Ketika benda itu sudah ada dalam genggamannya, dia tertegun.



Jam saku hadiah dari Becca.



Napasnya tertahan. Dia cepat-cepat memasukkan kembali jam saku itu ke saku jas dan menarik napas panjang dan perlahan.



Segalanya sudah diatur. Dia tidak boleh membiarkan hal-hal kecil seperti ini mengacaukan rencananya. Dia meyakini dirinya itulah satu-satunya cara yg bisa dilakukan sebelum segalanya makin berantakan. Bagaimanapun juga, masalah ini tidak memiliki jalan keluar yg menyenangkan. Menghadapi masalah ini seperti berjalan di terowongan gelap yg tak berujung. Sama sekali tidak ada cahaya yg tampak.




Freen menoleh dan melihat sebuah kafe tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dia harus duduk sebentar. Duduk dan menenangkan pikiran, mengkaji ulang rencananya.




Dia baru akan masuk ke kafe itu ketika mendengar namanya di panggil. Dia menoleh dan melihat seorang wanita muda berambut hitam panjang sedang berjalan menghampirinya sambil tersenyum lebar.




Ah, bukankah wanita itu wanita yg diajak Lisa ke pesta ulang tahun Krystal di La Vue?




La Vue... Di tempat itulah mimpi buruknya dimulai...




"Freen, bukan?"



Suara wanita itu menembus otaknya dan memaksanya kembali memusatkan perhatian pada kenyataan.



"Jennie?" gumam Freen tidak yakin.



Senyum wanita itu bertambah lebar dan saat itu juga Freen yakin dia tidak salah menyebut nama.



"Aku senang kamu masih ingat padaku," kata Jennie puas. Dia melirik tangan Freen yg dibalut.



"Apa yg terjadi dengan tanganmu?"



"Hanya kecelakaan kecil. Tidak ada masalah serius." Freen menggerakkan tangannya sedikit.



"Kamu ada janji dengan seseorang?" tanya Jennie dan menunjuk kafe di depan mereka.



"Tidak." Freen menggeleng.



"Kalau begitu, bagaimana kalau kutemani kamu minum kopi?" Jennie menawarkan. Tanpa menunggu jawaban Freen, dia mendorong pintu kaca kafe itu dan masuk.



*****



Becca duduk bersandar di kursi dan menatap kopinya yg sudah dingin. Dia sama sekali belum menyentuh kopinya sejak tadi. Dia hanya duduk menyendiri di sudut kafe tanpa memperhatikan sekelilingnya.



Dengan enggan dia melirik jam tangannya. Dia harus kembali ke stasiun radio. Dia harus siaran. Dia bangkit dan meraih tasnya. Ketika dia menegakkan tubuh, matanya menangkap sosok yg sudah sangat dikenalnya di pintu kafe. Seketika itu juga dia membeku.



Freen...



Gadis itu sedang tersenyum. Ya Tuhan... Sudah berapa lama dia tidak melihat senyum itu? Mata Becca tidak bisa lepas dari sosok Freen.



Freen sedang tersenyum pada seorang wanita berambut hitam. Becca ingat siapa wanita itu. Jennie, mantan pacar Lisa. Apa yg sedang mereka berdua lakukan di sini... bersama?



Becca tahu ini tidak boleh, tetapi dia tidak bisa mencegah rasa sakit yg menghujam dadanya. Melihat Freen bersama wanita itu membuat hatinya perih. Begitu perih sampai dia ingin menangis.



IN PARIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang