DUA PULUH DUA

1.6K 207 23
                                    

Begitu tiba di Thailand, mereka langsung checkin di hotel, lalu pergi ke rumah sakit tempat Freen dirawat.


Ini pertama kalinya Becca menginjakkan kaki di Thailand, tetapi dia sama sekali tidak berminat melihat-lihat. Sepanjang perjalanan dari bandara ke hotel, dan dari hotel ke rumah sakit, dia tetap memandang lurus ke depan. Hatinya sama sekali tidak tenang dan ketika mereka tiba di rumah sakit, dia menyadari kedua tangannya terkepal begiti erat sampai terasa sakit.


Di rumah sakit iti dia bertemu dengan Ayah Freen. Dia tetap diam dan menjaga jarak sementara Ayahnya menyapa dan berkenalan dengan Ayah Freen.


Usia Jirawat Sarocha pasti tidak jauh berbeda dengan Daniel Armstrong, tetapi pria kurus itu terlihat jauh lebih tua daripada Daniel. Tua dan lelah. Di raut wajahnya yg dipenuhi guratan penderitaan. Becca merasa dia pria yg sabar, pendiam, dan bijak. Matanya memancarkan kesedihan yg mendalam, tetapi juga menyiratkan rasa terima kasih melihat Becca dan Ayahnya bersedia datang menjenguk putrinya.


Jirawat Sarocha hanya bisa berbahasa Thailand, sementara bahasa Thailand Ayah Becca amat terbatas, karena itu lah Jirawat didampingi seorang gadis muda berambut panjang yg saat itu berperan sebagai penerjemah.


"Becca?"


Becca tersentak dari lamunannya dan menoleh. Gadis penerjemah itu menatapnya sambil tersenyum ramah. Jirawat Sarocha menggumamkan beberapa patah kata dalam bahasa Thailand kepada Becca. Becca tidak memgerti. Dia memandang gadis penerjemah itu dengan pandangan bertanya.


"I'm glad that we can finally meet, but I'm sorry we have to meet in this kind of situation," kata gadis itu, menerjemahkan setiap kata yg diucapkan Jirawat Sarocha.


Becca tidak sanggup menjawab. Dia hanya bisa mengangguk dan berusaha menahan air mata.


Pria itu berbicara lagi. Gadis penerjemah itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu berkata pada Becca.


"Thankyou for coming. It means a lot to my daughter. Looks like she is waiting for you. That's why she keeps breathing and doesn't willing to let go."


Becca membasahi bibirnya yg kering dan menelan ludah. Tangannya gemetar dan dia segera memasukkannya ke saku mantel. Jangan menangis sekarang...


Saat itu seorang dokter menghampiri mereka. Daniel dan Jirawat segera menyambut sang dokter. Untungnya dokter itu bisa berbahasa Inggris. Ayah Becca bertanya apa dia boleh masuk dan melihat keadaan Freen. Sang dokter mengangguk dan mempersilahkam kedua pria itu masuk. Ayahnya memandang Becca dan mengajaknya ikut masuk, tetapi Becca menggeleng. Dia belum siap.


"Ayah masuk saja dulu. Aku akan menyusul," bisiknya pelan.


Seakan memahami apa yg berkecamuk dalam dirinya, gadis penerjemah itu menghampiri Becca dan menyentuh lengannya.


"Tidak apa-apa."


"Ayo kita duduk di sana," ajak gadis itu. Dia menuntun Becca ke bangku tunggu di depan kamar rawat Freen.


Becca menurut tanpa perlawanan. Setelah duduk, dia menoleh ke arah gadis itu.


"Maaf, aku belum tahu namamu."


"Oh, aku lupa bilang," kata gadis itu dan tersenyum meminta maaf.


"Namaku Orn, tetangga Freen. Ayahnya memintaku menelepon kalian waktu itu, sekaligus menjadi penerjemah."


"Kamu tahu... bagaimana keadaan Freen sekarang?" tanya Becca. Dia menyadari suaranya yg bergetar dan tersendat-sendat, tapi dia tidak peduli.


IN PARIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang