"Kata tim make-up mereka mulai jam 5 pagi, sih, Mbak. Jadi mungkin kita on the way jam 7an aja karena kan mulai acara jam 9 gitu, gue langsung ke butik aja kali ya udah minta Mas Rion untuk stand by, sih. Mbak Oliv juga udah make sure semuanya beres. Ini Mbak Karin mau kita jemput atau gimana?"
"Ya, terus maksud lo? Gue terbang kesana?"
Terdengar suara tawa dari ponselnya, tentu itu Netri-- partner-nya.
"Ya kan maksud gue siapa tahu Mbak Karin dijemput sama Mas Kaivan gitu. Btw, aku tahu lho kalau Mbak Merly ini adiknya Mas Kaivan. Tahu dari Mbak Oliv, sih, kalau klien satu ini konglo abis."
Kaivan lagi. Karina memejamkan matanya pasrah, ia menggenggam erat catokan rambutnya. Jujur saja semalaman ia susah untuk tidur karena memikirkan hubungan mereka yang berakhir semudah itu, sebenarnya ia masih belum bisa menerima dengan alasan Kaivan yang sama sekali tidak logis. Sejauh ini pria itu oke-oke saja, tapi sekarang malah sangat sensitif. Apa memang perasaan sudah hilang atau sejak awal Kaivan tidak memakai perasaan?
Lalu Karina akan merasa putus harapan pada hidupnya? Tentu tidak. Ia juga masih melanjutkan tanggung jawabnya dan hadir di acara pernikahan Merly sebagai designer gaun, bukan sebagai kekasih dari Kaivan. Kalau ia bermental lemah, mungkin malam tadi Karina sudah menelpon Olivia dan membatalkan semuanya, tapi hal itu sama sekali tidak ia lakukan karena ia merasa hidupnya masih berjalan walaupun Kaivan tidak lagi bersamanya.
Pria itu memang sangat brengsek. Tetapi ketika sampai di apartemen semalam, Karina menyesal sudah menangis di hadapan pria itu.
Kini semua selesai. Karina memperhatikan dirinya di depan cermin. Rambutnya yang lurus nan halus dibiarkan tergerai begitu saja dengan potongan poni memiring ke sebelah kanan, ia juga menambahkan satu hairclip. Tubuhnya dilapisi long dress maroon berbahan satin yang pas badan begitu memperlihatkan lekuk tubuhnya yang tinggi langsing dengan dada yang cukup rendah juga dipadupadankan dengan blazer berwarna cream. Tak lupa sentuhan terakhir ia memakai high heels yang senada dengan blazer membuat kakinya terlihat jenjang dan indah. Make up yang tidak terlalu tebal tapi tetap cantik membuat Karina semakin percaya pada dirinya sendiri.
Ia akan memperlihatkan semua ini pada Kaivan? Oh, tentu saja. Kalau bisa Karina akan sangat bahagia jika ia bisa mendapatkan atensi penuh dari pria itu. Karina belum melupakannya? Karina masih ingin bersamanya? Karina tidak terima hubungannya berakhir? Itu tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.
Tidak ada waktu untuk bersedih, kini di hidupnya sudah tidak ada lagi kata serius.
***
Karina turun dari mobil. Ia menatap gedung tinggi di hadapannya di mana lokasi acara berlangsung merupakan di ballroom hotel bergengsi. Sempat mendengar celotehan Netri tadi di mobil bahwa calon suami Merly termasuk ke jejeran crazy rich asian. Karina memang belum pernah bertemu Merly secara langsung, bahkan ia tidak tahu siapa nama adik Kaivan. Lebih tepatnya lupa-lupa ingat--dulu Nerissa sering curhat, tetapi apa gunanya juga mengingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Lies | END
Literatura FemininaGetting to know Kaivan is bad luck for Karina. Karina loves that man--he has something that attracts her. But that something is called a sweet lies. "Every time I think, do I deserve to be side by side with you, Kaivan?" And then, marrying Kaivan mi...