[13] Things I Could Never Say To You

1.4K 207 88
                                    

Jakarta, 10 a

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 10 a.m.
The wedding of Kaivan and Arabella.

Pria memakai setelan jas dengan wanita yang dibalut berbagai dress menarik terlihat berseliweran di ballroom ini. Tentunya orang-orang terpandang yang bisa menghadiri pesta pernikahan yang digelar dengan sangat mewah ini. Nuansa menenangkan dari musik yang diiringi saksofon juga membuat kesan pernikahan ini lebih mewah lagi. Acara belum sepenuhnya dimulai, mungkin beberapa menit lagi.

"Rileks, Van, semuanya akan selesai dalam beberapa menit saja," ujar sang ayah, Sanjaya yang kini terlihat rapi dengan penampilannya yang cukup berwibawa. Ia menepuk-nepuk punggung anaknya saat Kaivan terlihat gugup.

Kaivan tersenyum. "Thanks, Dad."

Sang ibu, Deliana datang dengan ekspresi yang belum bisa dibilang tenang. Wanita itu kini berdiri di samping Kaivan sambil merangkul lengan anaknya.

"Butuh minum, Nak?" tanyanya.

Kaivan menggeleng.

"Pak, acara sudah bisa dimulai sekarang," ujar seorang pria paruh baya yang merupakan asisten Sanjaya.

Lalu mendadak sorotan lighting hanya terpancar pada jalan panjang yang akan dilalui Bella nantinya dan pada Kaivan yang berdiri di ujung jalan itu. Para undangan mulai duduk di tempat masing-masing setelah cukup kagum dengan perubahan mendadak itu. Musik pun otomatis berhenti dan suasana berubah menjadi sunyi dan tenang.

Kaivan kini berdiri dengan tegap dengan tubuh yang dibalut tuksedo hitam, di dalamnya kemeja putih dan penampilannya terlihat rapi berkat dasi pita yang mengikat di kerah kemejanya. Namun tidak meninggalkan kesan maskulin dari raut wajahnya yang tegas nan serius. Rambutnya juga terlihat rapi dengan model undercut, bagian atasnya pun menggunakan hair gel.

Mendadak hatinya dilema dengan apa yang akan terjadi hari ini. Pikirannya mulai membuat spekulasi-spekulasi yang tidak seharusnya ia pikirkan. Apa ini memang jalannya? Kaivan sudah coba untuk yakin di awal bahwa apa yang ia putuskan untuk menikahi Bella adalah sesuatu yang tepat. Hal ini tentunya bukanlah alasan yang harus ia pikirkan di detik-detik upacara pernikahannya sendiri karena hanya akan membuat pikiran negatif mulai mengisi kepalanya.

Kaivan mengangkat wajahnya dengan yakin, saat kini Bella yang didampingi oleh Ferrand sudah berada di ujung dengan penampilan yang sudah bisa Kaivan tebak. Ia memang tidak pernah merepotkan hal tentang gaun atau apalah itu, Kaivan membebaskan Bella memilih sesuai keinginannya dan ia tidak ingin ikut campur. Ia pikir mungkin pilihan wanita itu tepat, Bella terlihat mempesona dan cantik. Ia akui.

Lantunan musik yang terdengar ramah ditelinga kini mengiringi langkah Bella yang tidak berhenti mengumbar senyum pada para undangan yang berdecak kagum.

Kaivan tidak pernah menyangka sebelumnya akan berada di titik ini ketika ia bahkan tidak pernah memikirkan sebelumnya tentang sebuah pernikahan. Karena bukan hanyaia tidak mempercayai sebuah ikatan pernikahan, ia juga tidak percaya pada wanita-wanita yang akan setia bersamanya saat mereka terikat dalam suatu ikatan pernikahan. Kalau wanita bilang pria adalah buaya, apakah salah jika Kaivan juga akan mengatakan wanita juga gampangan?

Sweet Lies | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang