16 : Fitting Baju Pengantin.

3K 481 69
                                    

Maaf banget, sebelum kalian masukin buku ini ke reading list tolong di baca description dan tagnya baik-baik ya.

Ini NOMIN bukan JENRINA.

😭😭😭😭

...

Tidak banyak yang Mark ingat ketika pemuda itu terbangun dari tidur. Selain pergi ke bar lantas mabuk berat di tempat itu. Paginya dia bangun dengan keadaan kepala serasa hampir mau pecah. Pemuda itu mencium sesuatu hal yang enak memenuhi seisi ruangan dan dengan keadaan masih setengah pusing Mark sadar posisinya sekarang ada dimana.

"Kenapa aku bisa ada disini?" tanyanya sambil memijat pelipis.

"Kau sudah bangun sweetheart?"

"Mommy?" Mark melihat seorang wanita dengan penampilan rapi muncul dari arah pintu. "Apa Mommy yang membawaku dari tempat Changbin?"

"Bukan." Wanita itu menggeleng. Dia duduk di sisi ranjang lantas menyodorkan piring kecil yang di atasnya sudah terdapat dua butir obat bersama air putih ke arah laki-laki yang terduduk bingung di ranjangnya. "Minumlah biar tidak terlalu pengar."

Mark menerima obat itu dengan wajah sedikit berpikir. Obat yang di berikan Ibunya berhasil meluncur ke kerongkongan. Dia masih merasakan sedikit pusing sekaligus penasaran. Jika semalam bukan Ibunya yang membawanya pulang lantas siapa yang sudah membawa Mark ke apartemen Ini? Jeno? Tidak mungkin. Sebelum Mark memilih mabuk-mabukkan untuk melupakan masalahnya, pemuda itu sudah mewanti-wanti Jeno agar tetap membiarkan dia mabuk di tempat Changbin. Atau malah yang melakukan semua ini orang suruhan Doyoung? Tapi hal itu rasanya jauh lebih tidak mungkin lantaran Ibunya jarang tahu kelakuan Mark di luar sana kecuali jika ada seseorang yang diam-diam melaporkan.

"Sudah mengingatnya?" Doyoung meletakan piring kecil dan gelas itu di atas meja nakas lalu kembali duduk untuk berbicara sebentar dengan anaknya.

Gelengan kepala pemuda itu membuat Ibunya terkekeh. Doyoung memberikan belaian lembut di kepala Mark sekaligus merapihkan rambut anaknya yang sedikit berantakan. Walaupun Mark sudah berusia dua puluh tiga tahun tapi pemuda itu tetaplah seorang anak kecil di matanya.

"Mommy tidak menyangka Mark sudah sebesar ini." ujar Doyoung dengan mata mulai berkaca-kaca. Dia memegang tangan Mark, mengamati jari-jemari pemuda itu yang sekarang ukurannya nampak jauh lebih besar dari milik Doyoung. "Rasanya seperti baru kemarin Mommy mengantar Mark masuk TK. Mark selalu sebal setiap kali di berikan baju yang sama dengan Jeno dan Mommy ingat sekali saat Mark mengotori baju-baju itu oleh spidol permanen agar tidak bisa di pakai lagi."

"Itu karena Mommy selalu menjadikan kami anak kembar dan gara-gara itu Jeno selalu tidak sopan padaku bahkan sampai sekarang dia tidak pernah memanggilku hyung padahal aku lebih tua beberapa bulan darinya." Mark cemberut. Dia kini terlihat seperti anak kecil yang selalu kesal setiap kali di pakaikan baju yang sama dengan saudaranya.

Doyoung terkekeh lagi. Matanya yang sedikit sendu kembali melihat Mark dan memandangi wajah anaknya penuh rasa bersalah. "Maafkan Mommy, gara-gara Mommy, Mark harus melewati ini semua."

Dari sana suasana mulai berubah. Mata Doyoung yang biasanya tidak pernah menunjukkan rasa sedih. Selalu berusaha terlihat baik-baik saja. Kini nampak ada rasa sakit yang sudah lama -berusaha- dia tahan. Tenggorokan Mark langsung tercekat mendengar itu semua. Walaupun kepalanya sedang di landa pusing, laki-laki itu tetap tidak bisa menahan gelombang perasaan yang berusaha menerobos air matanya. Dia menggeleng dan langsung menerjang tubuh Ibunya erat-erat.

The HeirsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang