Chapter 7 - Maaf

2.8K 466 60
                                    

Bara tidak bisa tidur semalaman. Sejak dia dan Gema bertengkar, sejak Gema pergi meninggalkan Bara sembari menghapus air mata, Bara tidak bisa memejamkan mata untuk terlelap. Jangan kan tidur, masuk ke kamar dan menatap Gema pun dia tidak berani. Dia hanya duduk diam di lantai satu, di atas sofa, dengan tatapan menerawang kosong.

Pertengkaran tadi malam membuat Bara merasa kepalanya berdenyut sakit hingga dia semakin gelisah dari sebelumnya. Bara tahu mereka memang punya masalah, dia pun sadar kalau sikapnya sejak kemarin sangat kelewatan. Tapi Bara tidak pernah memprediksi Gema akan mengatakan kalimat-kalimat itu.

Tentang cinta. Tentang Nadi. Bahkan tentang perceraian meski Gema tidak menyatakannya secara gamblang.

Pertengkaran tadi malam memang bukan pertengkaran pertama yang terjadi dalam pernikahan mereka. Bara pun tahu kebiasaan Gema jika dia mulai merasa sikap Bara sangat kelewatan. Kebiasaan Gema yang sering kali membuat Bara uring-uringan.

Gema tidak akan mau bicara dengannya, bahkan dengan sengaja menghindari Bara selagi Bara tidak mau mengendalikan emosinya dan menyadari kesalahannya. Gema pernah bilang, katanya percuma saja jika mereka bicara tetapi Bara masih membiarkan sisi egois yang dia miliki menguasainya.

"Capek. Cuma buang-buang tenaga."

Itu lah yang Gema katakan. Dan sejujurnya, Bara pun membenarkan pendapat Gema. Hanya saja dia masih belum benar-benar bisa melakukan apa yang Gema mau ketika hubungan mereka tidak baik-baik saja.

Bara tahu dia egois. Bara tidak pernah menyangkal. Tapi ketika dia sedang marah dan emosi, dia ingin Gema tetap berada di dekatnya dan mendengarkan seluruh kemarahannya hingga kemarahan itu benar-benar mereda. Dan sisi egois Bara berharap Gema akan minta maaf, mengaku salah di setiap pertengkaran mereka.

Seperti yang sering dia lihat pada pernikahan Papi dan Maminya di mana setiap kali Papinya sedang marah, Maminya selalu bisa menenangkan kemarahan Papinya dengan cara yang lembut.

Sayangnya Bara harus menerima kenyataan kalau dia menikah dengan Gema Larasati, yang meski bisa mencintai Bara dengan sempurna, namun juga memiliki sisi tegas dan pendirian yang kuat. Gema bisa mengalah terhadap hal-hal kecil, dia bisa sangat memanjakan Bara dan menuruti semua kemauan Bara. Tapi jika Bara melakukan kesalahan besar, maka dia tidak mau memaklumi.

"Kalau setiap kali kamu salah dan aku maafin, kapan kamu bisa belajar dari kesalahan?" Itu lah yang pernah Gema katakan.

Sejak kecil, Bara terbiasa menjalani hidup seperti yang dia mau. Jika dia ingin, maka dia akan mendapatkannya. Jika dia tidak suka, maka Bara bisa menyingkirkannya dengan mudah. Tidak ada orang yang melarang, sekali pun ada, Bara tidak pernah peduli.

Dia terbiasa di manja, terbiasa dituruti. Lalu tiba-tiba saja ada Gema dalam hidupnya, yang memiliki peran penting namun sering kali tidak sejalan dengan kemauan hatinya.

Anehnya, seharusnya Bara mendorong Gema menjauh dari hidupnya, kan? Jelas-jelas Gema akan menjadi masalah besar nantinya. Tapi Bara justru tidak bisa dan juga merasa kebingungan setiap kali tidak ada Gema di sisinya. Jangankan keberadaan Gema, jika Gema tidak bisa dihubungi saja pun, itu bisa sangat mengganggu mood Bara.

Padahal yang mencintai di dalam hubungan ini adalah Gema. Tapi Bara lah yang memiliki ketergantungan yang begitu besar.

Ya, benar. Ketika mereka memutuskan untuk menikah, Gema adalah satu-satunya pihak yang mencintai. Sedangkan Bara tidak memiliki perasaan itu. Bara hanya memiliki rasa sayang dan peduli terhadap Gema saat itu. Lalu begitu dia tahu kalau Gema mencintainya sejak lama, Bara pun tidak mengerti alasan apa yang sebenarnya dia miliki sampai dia memaksa Gema menerima lamarannya.

Unstoppable 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang