365 Hari | 6

1.8K 181 10
                                    

@clara
"Dia adalah guru paling naif yang pernah aku kenal."

@flo
"Aku rasa urat malunya sudah benar-benar putus."

@zou
"Aku tidak menyangka jika dia adalah wanita penggoda."

@mieyz
"Tidak seharusnya sekolah kita membiarkan wanita dengan keluarga berantakan menjadi seorang guru."

@yune
"Aku tidak akan mau menjadi muridnya lagi."

@caely
"Itu sangat memalukan untuk seorang pengajar. Tidak seharusnya dia bersikap menjijikkan seperti itu."

@jine
"Bukankah itu pria yang berbeda yang sering menjemputnya? Apa dia benar-benar seorang penggoda?"

@yunie
"Aku kecewa dengan semua kabar yang beredar. Aku harap semua tidak benar."

Kallana segera membalik ponselnya, membaca semua komentar dari video yang beredar tentangnya di semua sosial media sekolah benar-benar menambah daftar buruk suasana hatinya.

Pantas saja sampai sekarang ia belum mendapatkan kabar lagi tentang kariernya. Semua itu pasti karna berita yang beredar masih sangat panas. Bahkan muridnya tidak malu melontarkan kata-kata kasar untuk dirinya. Untuk semua yang beredar di sana.

Bahkan entah bagaimana bisa, kabar tentang dirinya yang sering diantar jemput oleh Satria kini beredar.

Menghela nafas kasar, Kallana hanya bisa menunduk. Menyembunyikan wajahnya diantara lengannya. Berusaha mereda rasa pusing dan nyeri di kepalanya.

Tapi tunggu!

Ia mendongak.

Kenapa ia tidak meminta seseorang meluruskan masalah ini? Kenapa ia tak meminta orang yang membuat masalah ini menjadi semakin runyam meminta maaf?

Seakan ingat sesuatu, Kallana segera bangkit. Beranjak bangun dan membereskan barang-barangnya. Keluar dari kamarnya tanpa melihat saat ini pukul berapa.

****

Kallana menatap sekeliling, mengedarkan pandangannya dan menatap ke penjuru arah.

Ada gerakan ragu begitu kakinya terus melangkah masuk. Ragu untuk terus masuk atau berbalik dan pergi, membatalkan semua rencana awalnya untuk menemui seseorang yang membuatnya dalam masalah.

Langkahnya terhenti, begitu pandangannya jatuh pada seseorang yang duduk di sofa-diantara banyak wanita yang mengelilinginya. Mereka tampak bahagia, saling tertawa, saling melempar canda dan tawa. Meneruskan langkahnya, Kallana berhasil menarik perhatian pria itu.

Ia tampak melempar senyum lebar, juga tatapan berbinar begitu menemukan Kallana yang melangkah ke arahnya.

"Oh, hai, Lana. Apa kabar?" Kallana tahu, sapaan bernada ramah itu tidak benar-benar keluar dengan tulus dari bibir pria itu. Karna itu ia hanya diam tanpa menanggapi.

"Aku tidak percaya kalau kamu akan benar-benar datang ke sini. Tapi-Wah. Aku senang sekali melihatmu benar-benar datang, Lana."

"Bisa kita bicara sebentar, Nafa?" Ia menatap sekeliling-di mana beberapa wanita menatap penasaran padanya. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."

Nafa tertawa renyah, tawa yang terdengar mengejek di telinga Kallana.

"Kenapa kamu tidak bicara di sini saja, Lana?" Ikut melirik ke sekelilingnya. "Aku rasa di sini bukan tempat yang buruk untukmu mengatakan apa yang kamu inginkan dariku."

"Nafa-"

"Aku tidak bisa meninggalkan kesenanganku begitu saja saat ini, Lana. Kecuali kamu mau menggantinya dengan sesuatu yang menarik. Yang bisa membuat aku tertarik untuk ikut denganmu." Menatap tubuh Kallana dari atas hingga bawah dengan tatapan menilai-tapi tampak brengsek di mata Kallana. "Bagaimana?"

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang