365 Hari| 26

1.3K 131 5
                                    

Kallana baru saja keluar dari lobi apartemen begitu sebuah mobil berhenti di depannya, tak lama kaca mobil terbuka. Wajah seseorang yang sangat ia kenal berada di dalam mobil itu-yang seketika membuat Kallana bergerak menjauh dan hendak menghindar. Namun panggilan seseorang di dalam mobil itu membuat gerakan kakinya terhenti.

"Bisa kita bicara sebentar?" Ujar pria itu begitu keluar dari mobil. Menghadang langkah Kallana yang sama sekali tidak mau melihat wajahnya.

"Aku sibuk. Dan-"

"Mau ikut denganku atau kita bicara di sini? Aku tidak keberatan jika kita bicara di sini hingga nanti ada yang mendengar pembicaraan kita lalu mengadukannya pada-"

Kallana menatap tajam pria di depannya-yang sama sekali tidak menunjukkan wajah bersalahnya. Yang ada dia hanya menatap Kallana santai.

"Masuklah ke mobil. Kita bicara di mobil."

Menatap marah sekali lagi pada pria itu, pada akhirnya Kallana pun berlalu, masuk ke dalam mobil-yang pintu mobilnya telah terbuka lebar. Seakan mempersilahkan Kallana untuk masuk ke dalam mobil itu. Kallana menurut, masuk, duduk tenang di sana.

"Kamu sudah sarapan?"

Kallana memilih diam, sama sekali tidak menanggapi ucapan pria di sampingnya sampai.

"Bagaimana kalau-"

"Aku yakin kamu bukan orang yang senang berbasa-basi, Satria! Jadi bisa tolong langsung bicara pada intinya?! Kamu tahukan, aku tidak punya banyak waktu, apalagi harus meladeni pria sepertimu."

Satria, pria yang sejak tadi duduk di samping Kallana pun pada akhirnya mendesah. Cengkraman di stir mobilnya pun mengerat seiring dengan ekor matanya yang kini melirik Kallana yang tampak enggan duduk di sampingnya.

"Bagaimana hubunganmu dengan kakakku?"

Kallana menoleh, menatap Satria yang ternyata juga tengah menatapnya sejenak sebelum pria itu kembali fokus ke depan.

"Apa dia memperlakukanmu dengan baik?"

Kallana mendengus.

"Lana, dengar-"

"Bisa tolong tepikan mobilnya? Aku ingin turun di sini."

"Kallana."

"Tepikan mobilnya, Satria!"

Satria menurut, menepikan mobilnya hingga membuat Kallana pun secepat kilat hendak turun.

"Aku tidak percaya jika kamu benar-benar melakukan ini, Kallana! Menikahi kakakku?! Apa kamu harus melakukan hal sejauh ini?!"

Gerakan tangan Kallana yang hendak membuka pintu terhenti.

"Aku maklum jika kamu sakit hati atas berakhirnya hubungan kita. Tapi bukan berarti kamu bisa menikahi kakakku! Demi Tuhan, Kallana. Kamu benar-benar mengerikan. Apa kamu tahu jika kakakku itu sama sekali tidak mencintaimu?"

Kallana tertawa sumbang, menoleh dan menatap Satria tajam. "Kenapa? Jangan bilang sekarang kamu merasa cemburu karna kakakmu menikahiku, Satria?"

"Kallana-"

"Dan soal cinta. Aku rasa kamu tidak tahu apa pun soal itu. Atau haruskah aku memperlihatkan bagaimana suamiku yang tampak begitu memujaku di atas ranjang kami?"

Cengkraman tangan Satria kian mengerat kuat. Begitu pun kedua matanya yang kini tampak memerah dengan rahang ikut mengerat. Melihat pria di sampingnya hanya diam tak membalas, tanpa membuang waktu Kallana segera turun. Dengan sengaja menutup pintu mobil keras dan menghentikan taksi yang kebetulan lewat. Sama sekali tidak peduli dengan keadaan pria yang di dalam mobil. Yang berkali-kali memukul stir mobil demi melampiaskan kekesalannya.

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang