"Jefri!" Seorang guru wanita berdiri di muka kelas. Di tangannya ada beberapa lembar jawaban hasil ulangan semester.
Siswa yang dipanggil bergegas maju ke depan dan menerima kertas jawaban itu.
"Belajar lagi kamu," ujar guru wanita berbadan gemuk dan memakai kacamata dengan judes.
"Iya, Bu," jawab siswa bernama Jefri sambil nyengir. Remaja itu kemudian kembali ke mejanya, tak lama langsung didekati siswa lain yang penasaran dengan nilai ulangan remaja itu.
"Dapat nilai berapa lu?" tanya Danurdara penasaran. Tanpa permisi remaja itu menyambar lembar jawaban dari tangan Jefri.
"Lima?!" Danurdara melotot kaget melihat angka yang dilingkari di sudut kanan kertas.
"Kalau lu dapat nilai 5, terus gue dapat berapa?"
"Dapat 2 lah kayak biasanya." Jefri terkikik geli. Kemudian mengambil kembali kertas jawaban miliknya dari tangan Danurdara.
"Mati gue kalau beneran dapat nilai 2." Wajah Danurdara berubah cemas. Terbesit dalam benaknya wajah garang sang bapak. Bapaknya sudah mewanti-wanti dari beberapa hari yang lalu. Jika hasil ulangan semesternya jelek maka sang bapak akan mengirimnya ke asrama sekolah. Tinggal di asrama sampai lulus SMA.
Danurdara tidak mau tinggal di asrama yang banyak peraturan ketat. Tidak boleh keluar tanpa izin, tidak boleh pegang ponsel, harus belajar sepanjang hari. Ah, membayangkan saja sudah membuat Danurdara merasakan tekanan batin. Apa lagi jika benar-benar harus tinggal di tempat itu.
Suasana ruang kelas tak lagi tenang. Para siswa dan siswi ribut membicarakan hasil ulangan mereka. Ada yang tersenyum puas dengan hasil yang mereka capai, tapi tak sedikit juga yang langsung terkulai lemas saat melihat nilai kecil yang mereka peroleh.
"Danurdara!"
Mendengar namanya dipanggil Danurdara bergegas maju ke depan. Menghadap ke guru matematika.
"Ini, punyamu." Guru matematika yang bernama Bu Sri itu menyodorkan lembar jawaban ke depan muka Danurdara.
Perlahan Danurdara menerima kertas itu lalu melihat nilai di pojok atas kertas. Kedua mata Danurdara sontak melotot kaget. Wajah remaja itu berubah merah padam. Tenggorokannya bergerak menelan ludah dengan susah payah.
"Tiga!!" Pekik Danurdara dalam hati.
"Belajar lagi kamu, Jangan kebanyakan main. Kalau tidak lulus bagaimana?!" kata Bu Sri dengan nada ketus. Masalahnya sudah jadi langganan. Mata pelajaran matematika Danurdara tidak pernah mendapatkan nilai di atas 5. Sebagai wali kelas, Bu Sri sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, muridnya yang satu ini belum juga bisa mendapatkan nilai yang bagus untuk pelajarannya.
Danurdara menggangguk lemah. Tubuhnya langsung terasa lemas.
Mati gue! Bapak pasti marah besar. Gue pasti dikirim ke asrama.
Danurdara memutar tubuhnya dan kembali ke mejanya dengan linglung. Melihat raut muka temannya tampak aneh, Jefri cepat-cepat menghampiri Danurdara.
"Nilai berapa?" tanya Jefri penasaran.
"Tiga," jawab Danurdara lemah.
"Wah, mati lu!" Jefri yang mengetahui masalah Danurdara ikut panik. Bapak temannya itu galak sekali. Ia pernah mendapat teguran keras saat ketahuan bolos sekolah bersama Danurdara.
"Diem lu! Malah bikin gue tambah panik aja."
"Maaf maaf, gue enggak bermaksud gitu."
Jefri tidak berkomentar lagi setelah itu. Ditepuknya pelan bahu temannya, memberi semangat dari sentuhan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Destiny
General FictionPernah tahu tentang kisah cinta Jaka Tarub?? Seorang pemuda tersakiti yang bertemu dengan 7 bidadari di telaga. Dan salah satu dari bidadari itu menjadi istrinya. Namun, ini bukan tentang kisah Jaka Tarub, ini kisah tentang Danurdara. Tanpa sengaja...