Main bola (Bab 9)

193 38 10
                                    

Hallo selamat pagi, enjoy this part. Jangan lupa vote dan komennya ya ... semoga hari kalian menyenangkan.

"Danur ..."

Mengabaikan suara orang yang memanggilnya, Danurdara sibuk ganti baju dan menyiapkan keperluan untuk bermain bola. Sore ini Danurdara membuat janji bersama ketiga temannya bahwa mereka akan bertemu di lapangan bola.

Virendra berjalan ke sana ke mari mengikuti ke mana pun Danur bergerak. Sejak kejadian di kantin sekolah, Danur mengabaikannya, tidak mau bicara padanya.

"Danur ...." panggil Virendra lagi, suaranya terdengar lebih lembut dari sebelumnya.

Namun, Danur masih pura-pura tidak mendengar. Ia bahkan bertekad untuk tidak terpengaruh dengan suara Virendra yang memanggilnya dengan lembut dan terdengar manja.

Mau dibuat semanis apa pun, Danur masih marah, masih kesal. Dia telah dibuat malu depan teman-temannya perkara uang 20 ribu. Dengan mengabaikan Virendra seperti ini, Danur bermaksud memberitahu Virendra, dialah yang berkuasa. Virendra hanya menumpang tinggal di rumahnya. Satu perbuatan baik yang Virendra lakukan seharusnya tidak membuat pemuda itu besar kepala. Jika mau tinggal di rumahnya Virendra harus tahu diri. Begitulah yang di Danur pikirkan.

"Kau mau ke mana? Aku ikut."

"Enggak usah. Kamu di rumah aja bantu ibu masak."

Perawakan Virendra yang cantik dan ramping tidak cocok bermain bola di lapangan. Jadi lebih baik dia berada di rumah.

"Aku tidak mau. Aku mau ikut ke mana pun kau pergi," tolak Virendra cepat. Berada di luar rumah adalah salah satu cara menemukan petunjuk keberadaan Dewi Ranjana. Jika dia berdiam diri di rumah dan membantu ibu Danurdara memasak, bagaimana dia akan menemukan petunjuk keberadaan gadis yang dicintainya.

Lagi pula Virendra tidak bisa memasak, dia adalah seorang putra mahkota, mana bisa melakukan pekerjaan kasar seperti itu.

"Duh, di rumah aja, aku enggak lama. Sebelum jam 6 aku udah pulang."

Virendra menggeleng. Ia mengikuti Danurdara yang keluar kamar. Berjalan ke depan lalu mengeluarkan sepedanya dari samping rumah. Karena jarak rumah dan lapangan bola hanya 500 meter, Danur memilih naik sepeda saja. Dengan begitu dia bisa menghemat jatah bensin motor.

"Apa kau masih marah denganku, itu kenapa kau melarangku ikut."

Sambil memegangi setang sepeda dari samping Danur menjawab, "Ya, aku marah." Lantas naik ke sepeda, mendudukkan bokongnya di atas sadel bersiap untuk segera meluncur pergi ke lapangan.

"Aku ikut, maafkan aku, Danur. " Virendra merengek menghalangi Danur yang hendak pergi. Tatapan matanya yang indah mengiba. Minta dikasihani.

"Kamu itu kalo ikut bikin masalah, jadi di rumah aja."

Belajar dari kejadian di sekolah, Danur enggan mengajak Virendra ke lapangan. Jika Virendra ikut, ia harus memperhatikan Virendra. Bagaimana dia akan fokus bermain bola jika harus mengawasi Virendra juga.

"Tidak. Kali ini aku tidak akan menyusahkanmu. Sungguh."

Dari arah dalam Sekar mendengar percakapan dua anak laki-laki itu. Ia pun bergegas keluar dan menyahut.

"Ajak Virendra juga, Nur. Kenapa sih mau main bola, kok Virendra enggak boleh ikut?"

"Nyusahin loh, Bu," gerutu Danur dengan bibir cemberut.

"Ih, kamu itu sama teman kok ngomongnya begitu. Ajak Virendra, kasihan."

Mendapat pembelaan Virendra mengangguk-angguk senang.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang