Bapak (Bab 4)

292 53 1
                                    

Akhirnya sore itu Danurdara membawa Virendra pulang bersamanya setelah pemuda menawan titisan dewa itu memberi solusi untuk masalahnya. Dengan kekuatannya, Virendra mengubah nilai ulangan Danurdara menjadi seperti yang diinginkannya.

Dua pemuda itu berjalan melewati jalan setapak keluar dari hutan kecil. Danurdara berjalan lebih dulu. Virendra mengikuti di belakangnya. Dengan kaki telanjang Virendra berjalan sambil melompat-lompat ringan seperti anak kecil karena senang. Ia menyapa semua orang yang berpapasan dengannya. Menebar senyum indah miliknya. Tidak ada yang menunduk hormat padanya. Tidak ada yang menyembahnya. Namun, Virendra tetap berjingkrak senang, para manusia di bumi membalas senyumannya. Padahal yang sebenarnya selain menatap kagum mereka juag menatap geli Pangeran Virendra.

Semua karena penampilan Virendra yang aneh. Pakaian yang membalut tubuhnya persis seperti kostum yang dikenakan para aktor di film kolosal jaman kerajaan Majapahit. Mengenakan celana bahan sutra warna hitam panjang bawah lutut dibalut jarik corak batik keraton dari pinggang sampai batas atas lutut.

Pangeran Virendra bertelanjang dada, ada kalung terbuat dari bahan emas melingkar di lehernya yang jenjang dan putih nan halus. Di setiap lengan atas dekat bahu masing-masing mengenakan gelang yang berbentuk naga. Simbol dari kerajaan negeri Navitri yang juga terbuat dari emas.

Penampilannya yang aneh dan wajah yang sangat tampan itu mengundang perhatian penduduk sekitar yang berpapasan dengannya.

"Ayo, cepat!" Danurdara berhenti melangkah dan menoleh ke belakang.

Dilihatnya Virendra malah sibuk menangkap kupu-kupu yang beterbangan mengitari tubuhnya.

"Buruan, keburu gelap!"

Virendra mengindahkan kata-kata teman barunya itu. Ia lantas segera berjalan menyusul Danurdara yang jauh beberapa langkah di depannya.

"Katanya punya kekuatan, jalan lelet banget," gerutu Danurdara kesal. Bukannya apa-apa, Danurdara sekarang ini sangat gelisah. Bapaknya pasti marah kalau ketahuan pulang sore dan hampir gelap.

Virendra hanya membalas dengan senyuman lalu bertanya, "Namamu siapa? Bagaimana caraku memanggilmu."

"Danurdara. Panggil aja Danur."

"Danurdara ...." Virendra manggut-manggut sambil menggumamkan nama teman barunya.

"Namaku Virendra. Pangeran Virendra. Putra mahkota kerajaan Navitri di negeri Khayangan," Ujarnya mengenalkan diri dengan bangga akan statusnya.

Danurdara tidak menggubris kata-kata Virendra. Setelah 15 menit berlalu mereka berdua telah sampai depan rumah orangtua Danurdara.

Sebuah rumah sederhana lantai satu, yang tidak terlalu besar. Rumah itu tampak rapi dengan banyak bunga warna-warni di sekitar halaman depan.

Perlahan Danurdara membuka pintu pagar minimalis, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.

"Ayo." Melambaikan tangan mengajak Pangeran Virendra yang berada di belakangnya untuk segera masuk.

Virendra tidak tahu mengapa Danurdara berjalan dengan cara mengendap-endap seperti pencuri. Tanpa banyak tanya pemuda rupawan itu mengikuti apa yang Danurdara lakukan. Kaki telanjangnya jalan berjinjit dan bibirnya mengatup rapat. Menatap awas ke depan. Sama persis seperti yang Danurdara lakukan.

Di dalam rumah Bagaskoro berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Kedua tangannya melipat di belakang punggung. Raut mukanya suram, kumis tebal seperti Gatot Kaca menambah kesan seram.

"Duduk, Pak. Bapak tidak capek berdiri mondar-mandir terus?"

Sekar wanita paruh baya dengan penampilan sederhana keluar dari dapur sambil membawa secangkir kopi panas lalu diletakkannya ke atas meja ruang tamu.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang