Beban (Bab 8)

230 41 5
                                    

Chapter ini Mayan panjang, happy reading dan selamat malam.


Di dalam pos satpam Virendra lama-lama merasa bosan. Walau ada Pak Siman yang menemaninya tetap saja Virendra mulai jenuh terus duduk di ruangan yang sempit. Melihat lingkungan dan bentuk gedung sekolahan yang bertingkat, timbul rasa penasaran dalam hatinya.

"Kamu diam di sini, ya. Bapak mau ke toilet dulu. Jangan ke mana-mana." Pak Siman beranjak berdiri bersiap untuk bergegas ke toilet. Sejak tadi perutnya terasa mules gara-gara sarapan sambal jengkol buatan istrinya.

Melihat ekspresi wajah Pak Siman yang aneh, Virendra mengangguk cepat.

"Benar, ya. Jangan ke mana-mana lho." kata Pak Siman memastikan sekali lagi.

Pak Siman ingat kata-kata Danurdara tadi, bahwa Virendra baru sadar dari koma. Terkadang tingkahnya seperti anak kecil. Dan Pak Siman percaya perkataan remaja itu.

"Iya, aku tidak akan pergi ke mana-mana," jawab Virendra meyakinkan.

Rasa mules semakin melilit, Pak Siman tidak tahan lagi. Meski ragu, pria yang telah mengabdikan setengah hidupnya sebagai satpam sekolah itu segera meninggalkan pos jaga.

Pak Siman lari terbirit-birit, sambil memegangi bokongnya. Takut kalau isi dalam perut lolos sebelum sampai toilet.

Tinggallah Virendra seorang diri di pos satpam. Setelah beberapa menit Pak Siman belum juga kembali, Virendra beranjak dari duduknya lalu keluar. Rasa penasaran membawanya berjalan memasuki koridor sekolah.

Karena saat itu sedang dalam kegiatan belajar mengajar, koridor tampak sepi. Keadaan itu membuat Virendra jadi bebas tanpa hambatan berjalan ke sana ke mari sesuka hatinya. Sejak hari pertama ia turun ke alam manusia, ini kali pertama Virendra melihat sesuatu yang berbeda.

Kata Danurdara ini sekolah, tempat belajar dan menuntut ilmu. Berbeda sekali dengan di negeri Navitri, di sana tidak ada bangunan seperti ini, tidak ada para remaja seusianya berkumpul belajar bersama. Virendra juga belajar, tapi dia belajar bersama Jendral Garendra dan Resi Abyasa. Tidak sama seperti orang-orang di tempat ini.

Dengan langkah-langkah riang Virendra mengunjungi setiap tempat di area sekolah. Sekarang pemuda itu berdiri di tengah lapangan basket, melihat bola basket di pinggir lapangan, Virendra bergegas memungut bola itu. Lalu dipantulkan ke lantai.

Saat bola memantul ia tersenyum senang lalu mengulanginya beberapa kali. Caranya memegang bola sangat kaku, seperti anak kecil yang baru pertama kali belajar menggenggam sesuatu.

Meskipun tidak ada orang lain di lapangan basket itu, bukan berarti tidak ada yang melihatnya. Para siswa dan siswi yang duduk di dekat jendela mereka bisa melihat jelas tingkah kekanakan yang Virendra lakukan dari kelas mereka di lantai atas. Mereka pun penasaran siapa gerangan remaja itu?

Bosan bermain bola, Virendra lantas pergi ke lain tempat. Kali ini dia berjalan mengelilingi setiap kelas. Sesekali dia berhenti di depan jendela untuk melihat suasana di dalam. Tentu saja tingkahnya itu membuat para siswa kasak-kusuk. Mereka jadi penasaran? Apakah dia anak baru? Mengapa datang ke sekolah tanpa mengenakan seragam?

Virendra berpindah-pindah dari satu ruang ke ruang yang lain. Dan setiap melintasi ruangan, maka akan meninggalkan semerbak wangi bak taman bunga di sekitar tempat itu.

Sampai ia tiba di kelasnya Danurdara. Kedua matanya yang indah melebar saat melihat remaja itu duduk di salah satu bangku, menghadap ke depan, memperhatikan seorang guru yang sedang berbicara di muka kelas.

Virendra merapatkan badannya ke jendela kaca di depannya, matanya memandang Danurdara, berbisik-bisik memanggil remaja laki-laki itu. Beberapa anak yang melihat tingkah Virendra pun heran, konsentrasi mereka jadi buyar. Tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan. Mereka justru terpukau dengan paras menawan di balik jendela kaca.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang