seven || keputusan mengenai masa depan

173 18 0
                                    

Bagaimana mungkin dia tidak penasaran dengan masa depannya sendiri. Sekalipun dia tidak tahu apa yang perlu dilakukannya, untuk mempertaruhkan kehidupannya demi sebuah masa depan yang cerah.

Sebelumnya Karlian tidak pernah terpikirkan mengenai masa depannya. Karena dia lebih yakin esok hari hanyalah waktunya untuk mati. Tetapi, saat ini semuanya sudah berubah. Entah apa yang terjadi padanya, Karlian hanya berkeinginan untuk hidup seperti orang-orang pada umumnya. Dia tidak mau di anggap berbeda, dia benci di kasihani.

Banyaknya cinta yang diberikan untuknya, mendadak menjadi perihal yang menjijikkan. Karlian beranggapan cinta itu perihal yang tidak seperlunya di berikan. Dia merasa paling lemah jika seperti itu. Meskipun dari awal, dia juga sudah menyadarinya. Hanya saja kali ini dia justru di buat muak.

Karlian tidak memiliki tempat untuk di tuju olehnya. Entah untuk apa dia bertahan hidup, jika alasan untuk hidup pun tidak ada sama sekali.

"Ma, pa. Karlian kepengin ngomong hal yang serius sama kalian," ucap Karlian yang terlalu tiba-tiba itu. Padahal biasanya dia selalu diam saja saat sedang makan. Tapi saat ini, dia mengatakan sebuah perihal yang membuat orangtuanya penasaran.

Yang tadinya sibuk dengan kegiatannya masing-masing, kini teralihkan pada Karlian. Bahkan Karlan pun juga ikut menatapnya dengan lekat. Siapapun pasti penasaran, karena Karlian mengatakan perihal yang serius.

"Kamu mau ngomongin apa, sayang? Mama sama papa pasti dengerin kok."

"Ini tentang masa depan, Karlian. Aku mau sekolah," kata Karlian yang sangat tegas ketika mengatakan keinginannya itu.

Bukan Linda dan Raksa tidak bisa mengabulkan keinginannya. Mereka takut putranya kenapa-kenapa, mereka pastinya terlalu khawatir akan itu. Kondisi Karlian tidak berada dalam kondisi terbaiknya. Dia bisa sewaktu-waktu kambuh, dan kesakitan tanpa bisa diberikan penanganan.

Mereka tidak bisa melakukan banyak hal, yang bisa mereka lakukan hanyalah berusaha yang terbaik. Sampai pada akhirnya, mereka bisa menemukan keberhasilan itu.

"Kalian enggak bisa ngabulin hal yang sederhana itu? Aku juga udah menduganya sih. Seharusnya aku enggak usah ngomongin hal kayak gini, lupakan," sambung Karlian setelah tidak mendapatkan jawaban apapun.

"Bukannya papa enggak bisa, Karlian. Tapi kau harus fokus buat kesembuhanmu," balas Raksa dengan raut wajahnya yang bersalah itu.

"Kalau nungguin Karlian sembuh entah kapan, pa. Keburu Karlian mati."

Mendengar kalimat itu, membuat suasana menjadi sangat hening. Mereka semua menatap Karlian dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Mereka juga tidak mengerti kenapa Karlian yang selama ini diam saja, tiba-tiba mengatakan hal yang cukup mengejutkan.

Seharusnya dia tidak perlu egois, dia bisa melakukan apa saja jika dia baik-baik saja. Untuk saat ini mungkin dia tidak bisa, tapi suatu hari nanti semuanya pasti akan diwujudkannya.

"Karlian, apa kamu beneren mau sekolah? Tapi buat kamu itu bukan hal yang mudah. Selama ini Karlian cuma home schooling, itu pun Karlian enggak bisa ngikutin semua pelajarannya. Apa Karlian enggak ngerasa ngebebani diri sendiri?"

"Kalau Karlian tetap berada di tempat yang sama, dan enggak ngelakuin apapun. Mungkin Karlian yang bakalan nyesel, umur Karlian juga enggak bisa dipertaruhkan. Bisa aja besok mati," katanya yang berlalu pergi begitu saja.

Tidak ada satupun diantara mereka yang mencegah Karlian pergi. Mereka bertiga diam seribu bahasa. Tidak pernah menduga jika hal seperti ini bisa saja terjadi.

Bagaimana tidak, Karlian yang terlihat terbiasa akan keadaannya. Dan hanya berusaha untuk kuat untuk tetap bertahan hidup, mengatakan kemauannya dengan sebuah paksaan. Dia benar-benar berkeinginan untuk memiliki kehidupan yang layak, padahal dulu dia tidak pernah mengatakan hal seperti itu.

Demi Kehidupan[✓] 𝙏𝙚𝙧𝙗𝙞𝙩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang