bagian : 22

4.7K 408 25
                                    

: Chapter kali ini pendek ya

Matahari sudah berganti dengan bulan, langit yang gelap di malam hari di penuhi oleh bintang-bintang yang indah. Sepasang suami istri itu tengah asik dengan kesibukan kecil mereka; menempelkan stiker moomin di perut Renjun.

Tawa Renjun terdengar sangat renyah kala rasa geli dari bagian yang menempel di stiker itu di cabut.

"Bayi nya cowo apa cewe ya?" Tanya Renjun.

"Nanti kalo udah di bulan yang bisa ngecek, kita langsung cek ya." Renjun mengangguk.

"Nggak sabar banget ngeliat mereka lahir nanti, nggak sabar juga ngeliat mereka bisa jalan, lari-larian, ngomong bahasa bayi, dan tingkah lucu mereka. Nggak sabar banget pokoknya." Ucap Renjun sembari mengusap perutnya.

"Aku juga nggak sabar banget, mereka kan ada dua tuh. Pasti rame banget, nanti ruangan kosong di deket tangga itu kita renovasi ya? Buat tempat mainan mereka," kata Haechan. Renjun mengangguk senang.

"Tapi pas bayinya udah lahir aja, biar kita bikinnya sama-sama." Ucap Renjun.

"Tidur yu, aku udah ngantuk."

Renjun menuruti perkataan Haechan dan menaiki tempat tidur. Haechan tidur menghadap ke Renjun dan Renjun tidur terlentang. Sembari mengusap perut Renjun dan juga sembari mengecupi pucuk kepala si mungil.

***

P

agi ini Wendy datang seorang diri, ia membawa satu paket buah.

"Kamu mau buah yang mama beli nggak?" Tanya Wendy, tatapannya menuju ke wajah Renjun yang tampak mengangguk kecil dan sedikit meliriknya.

Wendy mengupas kecil buah mangga dan juga memetik anggur dari tangkai kecilnya.

"Untuk satu bulan yang lalu Mamah minta maaf," kata Wendy, matanya tetap berada di buah yang sedang ia kupas.

"Aku bakalan maafin Mamah kalo Mama minta maaf sambil natap aku." Balas Renjun.

Wanita bersurai pendek itu menatap Renjun, "mamah minta maaf karena udah maksa kamu buat balik sama Guanlin."

"Aku maafin mamah." Ia menunduk dan memainkan jarinya.

"Selamat buat kehamilan kamu, maaf juga mamah baru dateng lagi setelah kejadian itu." Ucap Wendy.

"Nggak papa mah, aku ngerti," kata Renjun.

Dahulu sebelum ia menikah dengan Haechan, ibunya itu suka sekali mengatur, Renjun harus itu, harus ini, nggak boleh begitu, nggak boleh begini.

Ibunya menyuruh hal yang tidak Renjun sukai dan melarang apa yang Renjun sukai. Memang, semua orang tua itu menginginkan anaknya menjadi yang terbaik tetapi tidak semuanya harus di atur semau mereka.

Renjun baru bisa bebas saat ia menikah dengan Haechan. Bebas bukan berati liar, tetapi ia lega bisa hidup tanpa aturan berat.

Keluarga Renjun Cemara jika mood kedua orang tuanya sedang bagus. Seperti awal menikah dengan Haechan, suasana rumah mereka lumayan baik.

"Mulai skarang mamah udah ngerti kan mana yang nggak aku suka?" Tanya Renjun.

"Hm, makan buahnya." Renjun tahu jika ibunya itu mengalihkan topik. Ia pun menurut dan memakan buahnya dengan perlahan.

"Setelah anak kamu lahir, mamah pengen mereka sekolah di sekolah ternama." Kata Wendy.

"Aku bakalan urus mereka, mamah tenang aja, aku bisa nge didik mereka dengan cara aku. Untuk sekolah, aku pengen mereka sekolah di sekolah impian mereka, bukan sekolah kemauan aku. Karna bukan aku yang ngejalanin."

"Tapi kamu sebagai orang tua juga harus tau mana yang baik buat mereka."

"Aku tau mah, tapi aku nggak mau mereka ngejalanin apa yang nggak mereka suka. Untuk kelakuan nggak baik mungkin aku bisa ngatur itu, tapi nggak buat hal baik yang mereka mau."

"Kamu tuh udah berpengalaman, dan semua yang mamah saranin terbaik kan buat kamu?"

"Aku emang nggak pernah ngeluh tentang hal yang mamah suruh. Tapi, mamah pernah mikir nggak? Kenapa aku nggak excited kalo ngelakuin apa yang mamah mau? Mamah pernah mikir nggak, kalo aku bisa atau nggak? Mamah terus nyuruh apa yang nggak aku bisa..."

".... Aku nggak excited karna aku nggak tau apa yang mesti aku lakuin. Saat mamah nyuruh aku ikut lomba berpidato, padahal mamah sendiri tau kalo aku nggak bisa ngomong di banyak orang apa lagi orang-orang terpandang. Mamah juga pernah nyuruh aku ikut les renang, padahal mamah tau aku punya ketakutan sama air dalam. Mamah juga nyuruh aku ikut lomba sepak bola padahal mamah tau waktu itu kaki aku sakit karna jatuh dari motor. Mam–"

"Cukup Ren!" Wendy menatap anaknya itu tajam.

"Mamah lakuin itu biar kamu di pandang baik sama temen-temennya papah. Mamah mau kamu jadi yang terbaik di seluruh anak temennya papah."

"Mamah bukan mau aku jadi yang terbaik, mamah cuma mau jaga nama baik kalian. Kalo aku anak mamah, harusnya mamah dukung keinginan aku. Aku pengen ikut lomba lukis, tapi mamah larang. Padahal mamah tau kalo itu sesuatu yang paling aku suka."

"Mamah larang aku buat lomba membuat gaun, padahal aku suka itu. Mamah tau semua yang aku suka tapi Mamah malah nyuruh apa yang nggak aku suka."

Wendy terdiam.

"Maafin Mamah, Mamah salah. Mamah cuma nggak mau kamu kaya mamah, dulu mamah sering di bilang anak yang nggak di urus karena mendiang kakek sama nenek kamu sibuk sama urusan. Sampe-sampe dulu mamah cuma ikutin temen mamah, dia ngambil bidang yang dia suka. Mamah juga ikut ambil itu padahal mamah nggak suka, tapi katanya itu yang terbaik buat dia, dan mamah sadar itu nggak terbaik buat mamah."

"Kenapa mamah nggak sadar juga pas nyuruh aku di bidang yang nggak aku suka?"

"Karna itu yang terbaik nak."

"Terbaik buat mamah, bukan buat aku."

"Mamah minta maaf, bener-bener minta maaf. Mam–" jemari wanita itu bergetar, pupil matanya bergerak acak dan mengeluarkan air mata.

"Mamah tenang, aku udah maafin mamah. Asal mamah jangan ulangin lagi, sekarang aku udah berkeluarga." Renjun menaruh piring berisi buah dan duduk di sebelah sang ibu, ia memeluk wanita yang telah melahirkannya itu.

"Maafin, mamah."

To be Continue - 16Mei2023

💌 : Makasih udah vote di chapter sebelumnya❤️

💌 : Chapter ini belum ada ke uwu-an Hyuckren.

DI JODOHKAN | Hyuckren (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang