Diandra: Alisa Tak Perlu Tahu

91 6 0
                                    

Kulihat Lucas sudah duduk di salah satu kursi ketika aku sampai di depan cafeteria. Ia sedang membaca sesuatu di iPad-nya sambal sesekali menyesap minuman—kutebak pasti kopi—dari cangkirnya. Suasana di dalam terlihat ramai karena sekarang sedang jam makan siang, meskipun begitu masih ada tersisa beberapa meja kosong yang belum ditempati.

"Udah nunggu lama, Cas?" tanyaku sedikit mengagetkannya. Aku kemudian memanggil waiter untuk memesan.

"Belum kok, paling baru sepuluh menitan," jawabnya.

"Sorry ya agak telat, tadi ada mahasiswa yang konsultasi dulu," kataku dengan nada sedikit menyesal.

"Ya elah, Di, santai kali. Kayak apaan aja," Ia terkekeh.

"By the way, gue udah book tiket buat kita berdua bulan depan. Kita pake AA, berangkat dari Jakarta jam 9 pagi," aku menyesap greentea yang baru saja datang.

"Sip, gapapa. Berarti berangkat dari Bandung harus subuh ya," Lucas sedikit mengeluh. Aku tahu sekali Lucas bukan morning person. Ia tidak suka bangun pagi.

Aku mengangguk. "Terus hotel gimana?"

"Gue udah ngehubungin ke Marina, tapi kata mereka tanggal segitu tinggal sisa satu kamar double twin. Sisanya deluxe sama suite. Gak mungkin kan kita book yang pilihan kedua,"

"Hmm... Gue sih gak masalah kita sekamar," kataku di tengah kunyahan french fries-ku.

"Gue juga, tapi tadi gak langsung gue iya-in karena gue mau nanya pendapat lo dulu. Mana tahu kan lo gak mau kita sekamar karena butuh privasi,"

Aku mengibaskan tanganku. "Haha gak lebay gitu juga kali ah. Lagian walaupun kita sekamar, gak akan ada yang terjadi juga," aku terkekeh. Loh, benar kan? Kami sama-sama gak berminat terhadap satu sama lain.

"Eh? Iya sih..." Lucas tertawa kikuk.

Aku meneguk kopi terakhirku dan melihat sekilas ke arah jamku. Sudah jam satu, aku sudah ada janji dengan seseorang. Kebetulan hari ini jadwalku hanya dua kelas. Aku pun langsung berpamitan ke Lucas.

"Eh, Cas, gue duluan ya. Udah ada janji nih,"

"Oh, oke. Gue juga habis ini masih ada kelas,"

Aku melambai sekilas sebelum benar-benar keluar dari cafeteria. Hapeku tiba-tiba bergetar. Ada satu pesan masuk.

Kamu masih lama? Aku sudah di Cakerie.

Aku membalasnya.

Ini baru keluar kampus. Lima belas menit lagi aku sampai.

Lima belas menit kemudian aku sampai di depan Cakerie, sebuah bakery dan coffee shop yang ada di daerah Dago, Bandung. Dari luar, aku dapat melihatnya duduk sambil membaca sebuah novel yang kutebak pasti novel tentang kriminal. Genre novel yang selalu menjadi favoritnya. Ia memilih tempat duduk di pojok dekat jendela, seperti biasanya.

Lonceng yang ada di atas pintu masuk otomatis berbunyi ketika aku membuka pintu masuk Cakerie. Kepalanya terangkat dari novel yang tengah dibacanya. Pandangan kami bertemu dan seulas senyum terukir di bibirnya begitu ia melihatku. Aku menghampirinya dan mencium pipinya sekilas.

"Maaf agak lama, tadi aku harus ngobrol sama Lucas dulu untuk membicarakan tentang workshop bulan depan," kataku dengan raut wajah menyesal.

Ia menggeleng dan tersenyum. "Nggak apa-apa, yang penting kan sekarang kamu sudah di sini. Sudah shalat dzuhur?"

Aku mengangguk. "Sudah tadi, sebelum makan siang,"

"Baguslah," katanya pelan. Senyumnya masih belum pudar dari wajahnya. "Oh iya, ini tadi aku sudah pesankan iced coffee buat kamu." Ia menyodorkan satu cup iced coffe yang langsung aku sesap.

IntersectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang