Seperti saran Rama, aku masih menunggu kabar dari Diandra hingga keesokan harinya. Namun, masih tak ada kabar darinya. Bahkan hingga berhari-hari berikutnya. Aku memutuskan mendatangi apartemennya, namun yang kudapatkan malah informasi dari dari resepsionis apartemen bahwa Diandra tak lagi tinggal di sana dan unit apartemennya telah berpindah kepemilikan. Tentu saja hal itu membuatku semakin panik. Aku kembali bertanya-tanya mengapa Diandra pergi begitu tiba-tiba dan memutuskan kontak denganku dan orang-orang di kampus sama sekali.
Aku mencari data Diandra di kantor jurusan namun aku tak menemukan sesuatu yang berarti. Alamat yang tertera pun hanya alamat apartemennya yang kini sudah menjadi milik orang lain. Yang aku tahu rumah Diandra berada di Jakarta. Tetapi aku tidak tahu alamat lengkapnya. Dan tidak mungkin aku berkeliling Jakarta demi mencarinya.
Aku tidak tahu mengapa aku sebegini paniknya DIandra menghilang. Padahal awalnya kami tidak terlalu dekat. Namun kepergian Diandra yang tiba-tiba sangat mengusikku. Ada perasaan mengganjal yang tidak aku mengerti ketika menyadari apa yang terjadi. Yang pasti seperti ada dorongan dari dalam diriuku untuk menemukannya secepatnya.
Dan sekarang aku hanya bisa berharap adanya keajaiban agar Diandra kembali atau setidaknya memberi kabar tentang keberadaannya.
= = =
Udara panas Bali menyambutku begitu aku melangkahkan kaki di bandara Ngurah Rai Bali. Sudah cukup lama aku tidak kembali ke kampung halamanku ini. Beberapa minggu terakhir ibuku tiba-tiba sering menerorku untuk pulang ke rumah. Beliau bilang aku seperti tidak ingat rumah lagi, padahal bukan begitu. Aku hanya belum menemukan waktu yang tepat. Dan ketika akhirnya aku mengajukan cuti, aku langsung memutuskan untuk bertolak ke Bali.
Begitu aku keluar dari bandara, mataku langsung menatap sosok adik laki-lakiku yang bersandar di pintu mobil. Begitu melihatku, ia langsung berjalan cepat dan memelukku. Aku pun membalas pelukannya.
"Inget pulang juga lo, Bang." Katanya begitu melepaskan pelukannya.
Aku tertawa kecil. "Iya lah. Diteror sama ibu negara melulu, gimana mau gak inget."
"Ya udah yuk. Udah ditungguin sama bunda,"
Aku mengangguk dan mengikutinya menuju mobil yang akan membawa kami ke rumah orang tuaku di daerah Gianyar.
Aku menempuh kurang lebih satu jam perjalanan sebelum akhirnya sampai di rumah. Kulihat ibu dan ayahku sudah menunggu kedatangan kami di teras rumah. Begitu turun dari mobil, ibuku langsung menghambur ke pelukanku.
"Ya ampun, akhirnya Abang pulang juga. Bunda udah kangen banget," katanya di tengah tangisan yang dicoba ditahannya namun gagal. Aku jadi merasa bersalah.
"Aku juga kangen sama bunda," kataku.
"Sama ayah nggak kangen?" Ayahku yang dari tadi memperhatikan kami akhirnya membuka suara. Ia bertanya dengan nada datarnya seperti biasa. Ayah memang seperti itu, nada suaranya datar bahkan cenderung dingin. Namun aku tahu ayah adalah laki-laki dengan hati yang hangat. Aku bisa melihatnya dari bagaimana cara ia memperlukan ibuku dan juga aku dan Levi, adikku.
Aku melepaskan pelukan ibuku sebelum memeluk ayahku. Ayahku menepuk punggungku beberapa kali sebelum melepaskannya. Aku tersenyum.
"Ayo masuk, Bang. Bunda udah masakin masakan kesukaan Abang. Abang masih suka bebek goreng kan?"
Aku mengangguk antusias. "Masih lah, Bun. Apalagi bunda yang masak. Ayo masuk, aku udah nggak sabar mau nyobain," aku merangkul ibuku masuk ke dalam rumah. Ayahku dan Levi mengikuti kami dari belakang.
Begitu masuk ke dalam rumah, mataku menyapu seluruh penjuru ruangan. Dan rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku datang lebih dari dua tahun yang lalu. Dari letak furniture bahkan sampai aromanya pun masih sama.
Begitu sampai di ruang makan, aku langsung mendudukkan diriku di salah satu kursi. Meja di depanku sudah dipenuhi berbagai macam masakan. Dari bebek goreng hingga gulai ikan. Gulai ikan buatan ibuku kuahnya berwarna jingga kemerahan seperti tomyam. Dan bicara tomyam, aku jadi teringat DIandra yang sangay menyukai masakan Thailand itu. Satu tahun telah berlalu sejak kepergiannya. Dan aku masih belum mendapat kabar apapun tentangnya. Malam-malamku sering dihantui oleh pikiran tentangnya. Tentang di mana dan bagaimana keadannya. Tanpa sadar aku jadi sangat merindukannya.
Gue kangen lo, Di...
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Intersection
RomanceDua garis lurus yang bersisian seharusnya tidak akan pernah menemui titik temu, namun bagaimana jika takdir mempertemukannya dalam sebuah persimpangan?