Bangkit

28 7 4
                                    


Terkadang, kita memerlukan ribuan luka untuk menyadari, bahwa melepaskan memang pilihan terbaik.

***

Singkat, namun faktanya, Anna telah tidur sebanyak tujuh hari, seratus enam puluh delapan jam, dan Selama itu, Anna berada dalam kegelapan yang menyesakkan, dia seharusnya tak pernah bangun, agar tidak merasakan kekecewaan duniawi. Sialnya, dia membuka mata pada saat kekosongan mengelilingi.

Hal pertama yang merasuki netranya hanyalah atap yang kelam, segala benda dikamar ini berwarna putih yang terhalang oleh keremangan ruang. Cahaya lampu seolah sengaja dimatikan untuk memberikan kenyamanan, padahal ketika siuman, dia merasakan kehampaan.

Anna menelisik sekitar, butuh waktu dua puluh menit untuk menyadari keberadaannya. Ya, dia berada disebuah kamar rumah sakit, terdapat aroma desinfektan, dengan alat-alat kesehatan disampingnya. Dia mendecih malas, dia benci rumah sakit.

Sampai alunan nyaring menusuk gendang telinganya, sebuah rangkaian mengerikan mengalir, menciptakan ingatan yang hampir tenggelam.

Malam itu, usai meninggalkan pesta Luviar, dia melangkah gontai disepanjang jalan yang asing. Meninggalkan keriuhan pesta, dan setia pada kesepian yang memeluk jiwa. Awan menggelap, menghalang sinar rembulan. Sekali-kali Anna tertawa pahit, bahkan sang satelit enggan memberikannya cahaya, tidak membiarkan bayangannya sendiri menemani kehampaaan ini.

Tahun demi tahun, Anna hanya menginginkan satu orng saja yang mencintainya, atau membutuhkannya. Dunia memperlakukannya dengan kejam, tetapi orang asing tak pernah menyakiti, malah orang yang sangat dia cintailah yang ikut andil dalam hal ini.

Zeean Vllouren, memiliki niat terselubung.

Hari itu, dia memahami, bahwa cintanya harus terkubur, dia tidak harus merendahkan diri lagi, atau menunduk ketika pria itu menolaknya. Cinta ini, hanya membuatnya terbunuh berkali-kali. Sekarang, usai mengerti bahwa hubungan sacral ini hanyalah sebuah permainan, dan pria itu memutuskan untuk berkhianat, akhirnya Anna menyadari kebodohannya. Takbisa seperti ini terus menerus, dia hanya butuh cinta, jika seseorang tak bisa mencintainya, bukankah dia seharusnya lebih bisa mencintai dirinya sendiri?

Benar kata orang, ada kalanya kita benar-benar lelah mencintai. Keputusan terbaik adalah sendiri, dan mulai bangkit lagi.

Langkah Anna semakin semangat, lensanya mulai menajam, namun saat dirinya sedang asik mengguncang diri sendiri, sinar terang menyorot punggungnya. Dia ingin berbalik, meminta tumpangan kepada mobil dibelakangnya, tetapi niat itu sia-sia. sebab mobil itu lebih memilih untuk melukainya dibandingkan menolongnya.

Anna hanya merasakan segalanya melambat, pandangannya melayang-layang, atau sebenarnya tubuhnya sedang terpental jauh. Rasa pening memborbardirnya, dan saat tubuhnya sampai ketanah dengan kasar, tulang belulangnya patah, cairan hangat merembas dari kulit mulusnya.

Dalam penglihatannya yang agak buram, dia melihat mobil itu berenti sebentar lalu berjalan kembali. Pengemudi seperti ingin mengecek kondisinya melalui kaca spion, dan pergi usai memastikan. Anna tidak bisa bergerak, seluruh tubuhnya lumpuh, mengedipkan kelopak saja terasa berat apalagi berteriak.

Satu-satunya hal yang dia berusaha tangkap hanyalah sederet angka plat kendaraan itu. Ditengah keadaan sekarat dan parah, Anna menyebut angka-angka itu dengan payah.

Lalu gelap, segalanya menghitam. Selama seminggu dia berbaring dirumah sakit, tanpa siapapun. selama itu pula rasa cintanya mulai terlupakan. Namun, Tuhan teranyata berbaik hati membiarkannya kembali hidup ke dunia ini.

Kembali ke massa saat ini, saat jam dinding merujuk angka Sembilan malam, di sebuah kamar rumah sakit yang sepertinya untuk orang-orang elit. Hal yang terlintas dalam benaknya adalah, siapa yang membawanya kesini?

Failed PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang