Seperti disambar petir, Titin kaget dan berteriak, “BANGSAT LO, BERT! LO PIKIR GUE CEWE APAAN!!!”
Titin memandang tajam ke arah wajah Robert yang tetap cengar-cengir.
“Yah terserah lo deh. Cuma sekenyot, dua kenyot, doang! Apa lo mau gue turunin disini?” kata Robert mengancam. “Kita kan berteman udah lama, Tin! Pelit amat lo sama temen sendiri!”
Pada saat itu mereka telah sampai di daerah yang gelap dan banyak gubuk gelandangan. Titin jelas ogah diturunin di sini.
“Bisa makin runyam kalau gue turun disini. Bisa-bisa gue di-gangbang orang-orang yang lewat deh!”
Titin bergidik sambil melihat sekitarnya.
“Ya biarlah si Robert bisa seneng-seneng bentar menggerayangi toket gue, deh! Itung-itung amal. Kampret juga si Robert ini,” batin Titin bingung.
Akhirnya, Titin ngomong, “Ya udah! Cuma pegang susu gue doang, kan? Jangan lama-lama!”
“Ga kok, Tin! Cuma sampe kos lo doang!” kata Robert penuh kemenangan.
“Sialan! Itu sih bisa setengah jam sendiri kalau macet di lampu merah depan sana! Ya udah lah! Biar cepet beres nih urusan sialan!” pikir Titin.
Tangan kiri Robert langsung terjulur meraih toket Titin sebelah kanan bagian atas yang menonjol dari balik kaosnya. Titin merasakan jari-jari jantan Robert di kulit toketnya mulai membelai-belai pelan. Darah Titin agak berdesir ketika merasakan belaian itu mulai disertai remasan-remasan lembut pada toket kanan bagian atasnya. Sambil tetap menyetir, Robert sesekali melirik ke sebelah, menikmati muka Titin yang menegang karena sebal toketnya diremas-remas. Robert sengaja jalanin mobil agak pelan, sementara Titin tidak sadar kalau laju mobil tidak secepat sebelumnya. Diam-diam dia terus konsentrasi ke tangan Robert yang mulai meremas-remas aktif secara bergiliran kedua bongkahan toketnya.
Nafas Titin mulai agak memburu, tetapi Titin masih bisa mengontrol pengaruh remasan-remasan toketnya pada nafsunya.
“Enak aja kalau gue sampe terangsang gara-gara ini!” pikir Titin.
Tapi Robert lebih jago lagi! Tiba-tiba, jari-jarinya menyusup ke dalam kaos Titin, bahkan langsung masuk ke dalam BH-nya yang satu ukuran lebih kecil. Toket Titin yang sebelah kanan terasa begitu penuh di telapak tangan Robert yang sebenarnya lebar juga.
“Ahh…” Titin terpekik kaget karena manuver tangan Robert yang menggelitiki teteknya dengan gemas.
“Hehe… Buset toket lo, Tin! Gede banget! Kenyal banget, lagi! Enak banget ngeremesnya! Tangan gue aja enggak cukup neh! Hehe…” ujar Robert penuh nafsu.
Robert melanjutkan gerakannya dengan menarik tangan kirinya beserta toket Titin keluar dari BH-nya. Toket sebelah kanan Titin kini nongol keluar dari wadahnya dan terekspos secara penuh.
“Wuah… Buset gedenya! Pentilnya juga gede neh! Sering diisep ya, Tin?” kata Robert vulgar.
“Bangsat lo, Bert! Kok sampe gini segala!” protes Titin berusaha mengembalikan toketnya ke dalam BH-nya.
Tangan Titin langsung ditahan oleh Robert.
“Eh, inget janji lo! Gue boleh ngremesin toket lo. Mau di dalam BH kek, di luar kek, terserah gue!”
Sambil cemberut, Titin menurunkan tangannya. Merasa penuh kemenangan, Robert kembali menggarap toket Titin yang kini keluar semuanya.
Remasan-remasan lembut di pangkal toket dilanjutkan dengan belaian memutar disekitar puting, membuat Titin semakin kehilangan kendali. Nafasnya mulai memburu lagi. Apalagi Robert mulai memelintir-melintir puting Titin yang besar dan berwarna pink. Gerakan memilin-milin puting oleh jari-jari Robert yang kasar memberikan sensasi geli dan nikmat yang mulai menjalari toket Titin. Perasaan nikmat itu mulai muncul juga di sekitar selangkangan. Perasaan geli dan getaran-getaran nikmat mulai menjalar dari bawah pusar menuju ujung selangkangan Titin.
“Ngehek nih cowok! Puting gue itu tempat paling sensitif gue! Gue harus bisa nahan!” batin si Titin.
Tapi puting Titin yang mulai menegang dan membesar tidak bisa menipu Robert yang berpengalaman.
“Hehe… Mulai horny juga nih cewek. Rasain lo!” pikir Robert kesenangan.
Karena berusaha menahan gairah yang semakin memuncak, Titin tidak sadar kalau Robert sudah mengeluarkan kedua bongkah toketnya. Tangan kiri Robert semakin ganas meremas-remas toket dan memilin-milih kedua puting Titin. Ucapan-ucapan mesum pun mulai mengalir dari Robert.
“Nikmatin aja remasan-remasan gue, Tin. Puting elo aja udah mulai ngaceng tuh! Ga usah ditahan birahi lo! Biarin aja mengalir! Memek elo pasti udah mulai basah sekarang!”
Titin sebal mendengar ucapan-ucapan vulgar Robert. Tetapi, pada saat yang sama, ucapan-ucapan tersebut seperti menghipnotis Titin untuk mengikuti libidonya yang semakin memuncak. Titin juga mulai merasakan bahwa celana dalamnya mulai lembab.
“Sial! Memek gue mulai gatel, nih!” batin Titin dalam hati yang mulai susah menahan berahinya. “Gue biarin keluar dulu kali, ya? Biar gue bisa jadi agak tenangan! Jadi, habis itu, gue bisa nanganin birahi gue walaupun si Robert masih ngeremesin toket gue.”
Berpikir seperti itu, Titin melonggarkan pertahanannya, membiarkan rasa gatal yang mulai menjalari memeknya menguat. Efeknya langsung terasa. Semakin Robert mengobok-ngobok toketnya, rasa gatal di memek Titin semakin memuncak.
“BUSETTT! Cuma diremes-remes toket gue, gue udah mau keluar!”
Titin menggigit bibir bawahnya agar tidak mendesah ketika kenikmatan semakin menggila di bibir memeknya. Robert yang sudah memperhatikan dari tadi tahu bahwa Titin terbawa oleh berahinya. Alhasil, Robert semakin semangat menggarap toket Titin. Ketika melihat urat leher Titin menegang sebagai tanda menahan rasa yang akan meledak di bawahnya, jari telunjuk dan jempol Robert menjepit kedua puting Titin dan menarik agak keras kedepan. Rasa sakit mendadak di putingnya membawa efek besar pada rasa gatal yang memuncak di memek Titin. Kedua tangan Titin meremas jok kuat-kuat sehingga keluar lenguhan tertahan Titin dari mulutnya, “Hmmm… Ahhhhhhh….”
Pada saat itu, memek Titin langsung banjir oleh cairan pejuhnya. Pantat Titin mengangkat dan tergoyang-goyang tidak kuat menahan arus orgasmenya.
“Oh… Ooohhhh.. Hmmmm… Ahhh…”
Titin masih berusaha menahan agar suaranya tidak keluar semua. Tetapi, itu semua sia-sia saja. Robert yang sudah berpengalaman dengan tubuh wanita sudah tahu jelas bahwa Titin sedang orgasme keenakan karena toketnya dipermainkan.
“Hahaha, dasar munafik lo, Tin! Sok gak suka, tapi keluarnya sampe kelonjotan gitu!”
Robert ngakak penuh kemenangan. Nafas Titin masih tidak beraturan dan posisi duduknya agak terbungkuk-bungkuk karena nikmatnya gelombang orgasme barusan.
“Kampret lo, Bert!” maki Titin setelah napasnya kembali normal. “Lo boleh seneng sekarang! Tapi, gue enggak bakalan keluar lagi setelah ini! Gue udah enggak horny lagi!” tambah Titin yang berpikir setelah dikeluarin sekali maka libidonya akan turun.
Tapi, ternyata inilah kesalahan terbesarnya! Beberapa saat setelah memeknya merasakan orgasme sekali, sekarang memeknya malah semakin berkedut-kedut, makin gatal hingga rasanya ingin digesek-gesek!
“Lho, kok memek gue makin gatel? Berkedut-kedut lagi! Aduuuh..” ucap Titin sebal dalam hati. “Gue pengen memek gue dikontolin sekaaaraaaang!”