CUPLIKAN SELANJUTNYA
Sejak itu, sekitar 2 minggu mereka tidak mau diusik. Aku pun merasa bersalah telah menjebol memek kedua anak gadis yang kuanggap selayaknya adikku sendiri itu. Aku merasa tidak ada harapan lagi untuk bercumbu dengan mereka. Padahal, jujur saja, 2 minggu menganggur, kepalaku sudah agak mumet. Akhir-akhir ini kan aku selalu dimanjakan dengan mencumbu mereka dan meminta mereka berdua gantian mengoral dan menjilati kontolku. Aku sudah sangat menikmati dinamika kehidupan kami bertiga di luar sepengetahuan Nenek.
Namun, Dewi Fortuna ternyata berpihak padaku. Adalah Ririn yang awalnya mendatangi kamarku, lalu disusul Wiwin. Mereka mengatakan tidak tahan memeknya gatel di bagian dalam.
“Kok bisa gatal, sih?” tanyaku pura-pura bodoh. “Apa kalian sering tidak cebok kalau buang air kecil?”
“Bukan itu, Bang…” jawab si Ririn malu-malu. “Soalnya, gatalnya itu terasa di bagian dalam.”
“Sebenarnya, kami ingin memek kami dimasukin kontol Abang lagi seperti dua minggu lalu,” jawab si Wiwin to the point seperti biasa.
Mereka pun terus terang mengatakan ingin disetubuhi kontolku lagi. Mereka juga ingin kontolku masuk sampai mentok seperti kapan hari. Sepertinya, mereka sudah ketagihan dientot oleh diriku.
Aku kaget sekaligus senang, tapi bertanya juga, ”Apa kalian enggak takut sakit seperti kapan hari?”
“Pelan-pelan aja Bang makanya,” ucap si Ririn memelas.
“Biar kami terbiasa dulu,” sahut Wiwin berusaha terus terang. “Kalau kami sudah terbiasa dientot kontol gede Abang, kan nanti enak Abang kalau pakenya ke depannya…”
Ilustrasi: Bram
“Ya sudah… Kita buka baju kita semua, yuk…” ucapku tanpa basa-basi.
Parahnya, mereka mulai demanding padaku sekarang.
“Bang, Wiwin minta dioral dulu baru selanjutnya disetubuhi, ya…”