Ch. 1 - Town

941 90 0
                                    

Note : Ada beberapa karakter dari game Identity V. Mungkin sedikit out of character.
______________________________________

Tetap saja walau pikirannya tidak ingin menyerah, tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Remaja itu, Klein, ambruk ke tanah dengan kaki yang bergetar tanpa henti.

"Kakak!"

Yang lebih muda, Dokja, berteriak khawatir. Sejak awal ia tidak pernah melihat Klein jatuh. Walaupun sakit dan lelah, Klein tidak pernah terjatuh seperti ini.

Samar-samar Dokja melihat cahaya dari jauh, diiringi dengan suara dari semak-semak yang bergerak.

"Tenanglah, kita istirahat sebentar." Ucap Klein dengan tenang.

Nyatanya pikirannya tidak tenang sama sekali. Jantungnya ribut khawatir mereka akan tertangkap lagi. Kembali ke lingkungan neraka yang memaksa anak-anak bekerja tanpa pamrih.

Dokja mengangguk dan membantu Klein bersandar ke pohon, lalu duduk di sebelahnya.

Klein juga sadar, ada seberkas cahaya yang perlahan menuju ke arah mereka.

"... Dokja. Kalau aku bilang lari, lari lah sejauh mungkin."

"Tidak mau."

"Jangan keras kepala di saat-saat seperti ini."

Tubuh Klein panas dan nafasnya semakin memberat. Membuat tubuhnya semakin lemas.

"Tidak."

"Kalau kau selamat, setidaknya pelarian kita tidak sia-sia."

"... Kalau kakak ditangkap lagi, aku akan ikut. Setidaknya aku tidak akan sendirian..."

Klein tidak membalas lagi, kepalanya sangat pusing hingga tidak bisa mendengar suara Dokja dengan jelas.

Sedangkan Dokja menatap lekat cahaya yang semakin dekat dengan mereka. Ia tidak mau meninggalkan Klein sendirian.

Dokja benci sendirian.

Deg

Deg

Deg

Cahaya itu menjadi sangat dekat. Langkah kaki seseorang bertambah jelas.

Ssrrk...

Deg

"Ada orang?"

Melihat orang yang datang bukanlah orang-orang dari tempat ia lari, Dokja dengan cepat menurunkan pertahanannya.

"Tolong! Kakakku... panas... lari... rah.. darah!"

Sebelum sempat bereaksi, kesadaran Klein perlahan mulai menghilang.

Ukh... sial.

Bruk

***

Chirp chirp chirp

Suara burung berkicau memenuhi pendengaran Klein. Kilauan cahaya memasuki penglihatannya saat membuka mata. Klein melihat ke samping, ada Dokja yang masih tertidur lelap menggenggam lengannya.

Lukaku..

Semua luka Klein sudah di balut oleh perban dengan rapi. Pakaiannya yang sobek sudah diganti dengan baju linen yang bersih. Begitupun dengan pakaian Dokja.

Klein melihat sekeliling. Ia berada di sebuah kamar kecil dengan satu kasur dan lemari, juga satu pintu dan jendela.

Menengok ke luar jendela, Klein melihat pemandangan sebuah kota. Cukup sepi namun terasa ramai.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang