Keesokan harinya Divan terbangun lebih dahulu daripada Hino. Divan memandang Hino masih tertidur pulas di sebelahnya lalu tersenyum.
Divan bergegas pergi ke kamar mandi lalu pergi ke sekolah.
(ʘᴗʘ✿)
Di sekolah Hino melihat Divan tidak seperti biasanya. Di jam pelajaran pun Hino tidak terlalu fokus karena selalu memperhatikan Divan yang sedikit aneh menurutnya. Mulai dari jarang mengobrol sampai jam pelajaran pun Divan selalu melamun padahal biasanya Divan selalu memperhatikan guru yang sedang mengajar.
"Divan, kamu gapapa?" Tanya seorang guru karena melihat Divan sedang melamun.
Divan menggeleng lalu kembali memperhatikan guru tersebut menerangkan materi pembelajaran karena sebentar lagi mereka akan melaksanakan ujian sekolah dimana itu adalah ujian akhir mereka untuk menentukan mereka lulus atau tinggal.
Bel istirahat berbunyi. Semua berbondong bondong untuk pergi ke kantin begitu pun Satria, Rega, Gaga, Vano, dan Nino.
"Bar, ikut yok" ajak Satria pada Bara yang sedang duduk sambil bermain ponsel.
Bara hanya mengangguk lalu ikut bersama Satria.
Kemarin malam Bara juga sama hal nya dengan Hino tapi naasnya Bara tidak seberuntung Hino. Ia tidak mendapatkannya membuatnya sedikit kesal kali ini. Mungkin lain kali tapi Bara juga manusia yang tak bisa menahan keinginannya. Apalagi melihat Satria kemarin hanya menggunakan kemeja nya yang kebesaran.
"No, ikut yok ke kantin" ajak Satria.
"Gue nanti aja nyusul" ucap Hino lalu berjalan ke bangku Divan yang di sebelahnya kebetulan sedang kosong.
"Hino... Aku pengen nasi goreng yang pedes" ucap Divan tiba tiba.
Hino tersenyum lalu mengangguk mengajak Divan untuk pergi ke kantin. Tapi saat hendak melangkah memasuki kantin tiba tiba Divan merasa mual saat mencium aroma makanan.
Divan yang sedang bergandengan tangan dengan Hino langsung melepasnya berlari ke arah toilet yang tak jauh dari kantin lalu memuntahkan isi perutnya.
Hino yang khawatir langsung mengikuti Divan melihat divan memuntahkan isi perutnya membuatnya sedikit heran. Bahkan tadi pagi Divan sama sekali tidak sarapan bagaimana bisa ia mual.
Di pikiran Hino hanya satu. Masuk angin. Karena Divan tidur tak mengenakan baju sama sekali selama dua hari.
Setelah Divan selesai dengan rasa mualnya Divan kembali mengajak Hino menuju kantin untuk membeli keinginannya itu.
"Kamu gapapa kan sayang? Ke UKS aja ya?" Ucap Hino merasa panik dengan keadaan Divan.
"Aku gapapa, ayo cepetan aku pengen nasi goreng pedes" ucap Divan.
Hino hanya mengangguk lalu menuruti keinginan Divan. Mereka berjalan kembali menuju kantin. Kali ini Divan tidak mual lagi tapi memandang makanan dengan mata yang berbinar. Tapi tujuan nya hanya satu nasi goreng yang sangat pedas.
"Bu, nasi goreng yang paling pedes kalo bisa lebih pedes satu ya Bu" ucap Divan.
"Siap" ucap ibu kantin tersebut lalu mulai memasarkan Divan nasi goreng tersebut karena kebetulan kedainya sedang sepi.
"Kamu serius mau yang paling pedes?" Tanya Hino takut jika perut Divan akan sakit nantinya.
Divan mengangguk semangat lalu bergabung dengan bara dan Satria yang hanya duduk berdua di meja ujung kantin.
"Hai" sapa Divan.
"Hai Van, duduk sini" ucap Satria menepuk kursi di sebelahnya.
Divan mengangguk lalu duduk melihat bakso yang sedang satria makan membuatnya menginginkannya lagi.
"Kaya nya enak sat?" Tanya Divan terus memandangi mangkok Satria.
"Memang enak Van, kaya Lo ga pernah makan aja" ucap Satria karena bakso yang sedang ia makan adalah bakso favorit Divan disekolah dan Divan selalu memesannya setiap hari.
"Mau?" Tanya Satria karena melihat divan sedang memandangi mangkok berisi kan bakso tersebut.
"Nggak" ucap Divan menggeleng. Satria melanjutkan memakan baksonya tanpa memperdulikan Divan yang sedang menatapnya memakan bakso tersebut.
"Ini nasi goreng nya" ucap ibu kantin tersebut. Divan menatap nadi goreng yang terlihat sangat merah itu dengan mata berbinar. Ia mengambil sendok menyendok nasi goreng tersebut lalu memakannya.
Matanya kembali berbinar saat nasi goreng tersebut masuk ke dalam mulutnya.
Divan memakan nasi goreng tersebut tanpa berkata apapun, ia terlalu menikmati nasi goreng tersebut hingga tak memperdulikan sekitar. Bahkan Divan tak merasa pedas sama sekali.
Hino yang berada di depan Divan menatap kekasihnya dengan tatapan aneh ia melihat nasi goreng tersebut sangat merah tapi Divan sama sekali tidak merasa kepedasan.
"Ini baksonya selamat menikmati" ucap pedagang bakso.
Hino mengambil sendok hendak menyantap bakso tersebut tapi tiba tiba Divan berbicara. "Boleh nyoba?" Tanya Divan.
Hino tak bisa melakukan apa apa lagi kecuali meng iyakan menyerahkan mangkok bakso nya kepada Divan.
Divan menyantap bakso tersebut "enak" ucap Divan.
"Boleh tukeran ga?" Tanya Divan pada Hino.
Hino yang tidak terlalu suka pedas hendak menggeleng tapi tatapan Divan seolah menghipnotisnya hingga akhirnya Hino mengangguk.
Divan menyerahkan piring berisi nasi goreng yang sangat merah itu di depan Hino membuat Hino menelan ludahnya sendiri melihat betapa menyeramkannya nasi goreng tersebut.
"Harus habis" ucap Divan membuat Hino melotot tak percaya. "Apa!?" Divan tak ingin di bantah kalo ini. Hino hanya menurut lalu mulai memasukan nasi goreng tersebut ke dalam mulutnya.
Rasa pedas menjalar di seluruh rongga mulutnya. Wajahnya memerah padam.
"Hahaha muka Lo no" Satria yang melihat itu hanya bisa tertawa terbahak bahak melihat temannya tersebut.
(ʘᴗʘ✿)
Sesampainya di rumah Divan kembali mual membuatnya bolak balik masuk toilet hingga akhirnya tubuhnya terbaring lemas di atas kasur.
"Sayang kamu gapapa kan?" Tanya Hino panik.
"Gapap-" belum sempat Divan menyelesaikan perkataannya ia merasa mual kembali. "Huek" Divan kembali berlari ke arah toilet.
Hino yang melihat Divan sedari tadi mual langsung menelepon mamanya.
"Halo ma"
"Kenapa no"
"Mama di mana?"
"Di rumah ini lagi masak kenapa?"
"Mah, mama tau ga alasan orang mual terus terusan?"
"Tau, di antaranya masuk angin, kekenyangan dan..."
"Dan apa ma?"
"Hamil, tapi siapa yang mual no?"
"Divan"
"Oh kalo Divan mungkin cuma masuk angin atau kekenyangan aja, nanti juga ga mual lagi, kamu kasih obat obatan yang mama kasih aja nanti selesai Divan dari kamar mandi"
"Iya mah"
Hino menutup telepon tersebut melihat Divan keluar dari kamar mandi dengan keadaan lemas.
"Kamu istirahat aja gausah di paksain buat masak makan malam dan lain sebagainya" ucap Hino menggendong Divan ala bridal style lalu membaringkan tubuh Divan di atas kasur.
"Makasih" ucap Divan sambil tersenyum.
Hino membalas senyuman itu lalu mengecup dahi Divan singkat, menyelimuti tubuh Divan.
---
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Is You (B×B)
Teen FictionDivan Aires Saputra laki laki yang berparas cantik, lucu, dan manis tapi tidak dengan otak dan kelakuannya. Hilmino Adresa Gibran, laki laki yang tidak irit bicara tapi juga tidak banyak bicara. Berpenampilan seperti Laki laki pada umumnya hanya s...