Seleksi

110 13 0
                                    

Sudah lebih dari seminggu ini, Alena selalu dihantui perasaan saat ia bersama Radit malam itu. Ini mengerikan. Karena bagaimana mungkin satu malam bisa menghantui hidupnya setiap malam?

Ciuman Radit seolah menjalar di tubuhnya.

Alena memejamkan mata untuk melenyapkan kenangan pria itu namun ia malah semakin mengingat rasanya. Rasa yang berhasil ditanamkan pria itu dalam waktu singkat. Mau tidak mau, ia membuka mata lebar-lebar dan duduk diatas tempat tidur.

"Ini ngga boleh terjadi. Otak gue keracunan cowok biadab itu."

Ia turun dari tempat tidur dan mencuci wajahnya. Saat ingin menggosok gigi ia terbayang bagaimana saat pria itu mencium dan melahap bibirnya. Alena menggeram kesal dan segera memutuskan untuk sekaligus mandi agar seluruh bayangan pria itu hilang.

Alena mengenakan pakaiannya dan bersiap untuk pergi ke kampus setelah itu ia turun ke bawah, mengambil sarapan dan duduk di meja makan. Ayahnya tersenyum melihat Alena bergabung dengannya pada pagi hari karena biasanya putri semata wayangnya itu selalu bangun siang setelah ia pergi bekerja.

"Pagi sayang." Ayahnya memberi ciuman ringan pada pipi Alena.

"Pagi Ayah. Ibu mana kok belum mulai sarapan?" Alena memutar kepalanya untuk mencari sosok ibunya yang belum ia temukan.

Tidak lama setelah Alena bertanya, ia mendengar suara sepatu yang beradu dengan lantai rumahnya mendekat. "Hai tuan puteri." Sapa ibunya memeluk Alena dari samping. "Coba tebak Ibu punya berita apa?"

Alena tidak tertarik sama sekali dengan berita apapun. Keluarga mereka, Ayah dan Ibunya, sangat tergila-gila pada sistem kerajaan keraton ini. Mereka menghormati keturunan raja di Negara ini, melebihi sistem kepresidenan. Pasalnya, kakek mereka adalah pejabat penting di dalam pemerintahan kerajaan walaupun bukan anggota keluarga kerajaan secara langsung. Ia tidak akan terkejut jika berita yang dimaksud ibunya adalah suatu hal mengenai kerajaan.

"Pagi ini kita mendapat sebuah kejutan dari kerajaan." Ucapnya dengan riang. Tangan ibunya melayangkan sesuatu ke atas kepala.

Alena melirik sekilas, sementara ia melihat ayah sama semangatnya dan langsung mengambil kertas yang sedari tadi diacungkan ibunya dengan gembira.

Ayahnya terkesiap setelah memahami isi dari selembar kertas itu. Mata ibunya terlihat sangat berbinar.

"Kerajaan akan membuka kontes untuk pemilihan calon pasangan sang pangeran!"

Sosis yang hendak dimakan Alena pun tergelincir dari piringnya akibat mendengar pengumuman yang dibacakan oleh ibunya itu.

"Maksudnya apa bu?"

"Kamu bisa mendaftar untuk jadi putri, calon ratu masa depan!" Ibunya masih tidak percaya dengan berita yang ia terima tadi pagi namun di sisi lain, ia yakin putrinya bisa masuk ke dalam kasta kerajaan.

Dikarenakan sistem kerajaan ini baru dibentuk beberapa tahun yang lalu, jadi untuk memilih ratu mereka harus mencari pasangan dari sebuah kontes. Jika jaman dahulu mereka bisa menikahkan putra putri dari kerajaan sekutu, kali ini mereka harus mencari ke pelosok negeri kandidat terbaik untuk mengisi posisi kerajaan.

Alena mengerti sistem kerajaan untuk yang satu itu, yang tidak ia mengerti mengapa undangan itu bisa dikirim ke rumahnya? Bukankah biasanya hanya kalangan pejabat atau yang memiliki posisi penting saja yang bisa mendapatkan undangan tersebut?

"Bu, tapi kenapa bisa aku dapet undangan itu?"

Ibunya merangkul pundak Alena dan mengelus rambut putrinya yang halus. "Kakek kamu kan petinggi juga di sana Len.. jadi ibu rasa kamu memiliki kesempatan untuk bersaing dengan wanita lain demi merebut hati sang pangeran."

Mata Alena terbelalak saat menyadari sesuatu.

Jadi ratu itu artinya akan menikahi sang pangeran? Calon penerus kerajaan yang akan menggantikan raja sekarang?

"Bu maksudnya Radit?"

"Hush,, jangan manggil beliau dengan nama begitu." Tegur ibunya halus. "Panggil dia raden mas. Dia itu pangeran, calon raja masa depan."

Rasanya muka Alena memerah mengingat kejadian beberapa hari yang lalu itu. Mengapa bisa kebetulan ini terjadi setelah ia baru bertemu pangeran dalam waktu dekat ini?

Ayah yang sedari tadi menikmati percakapan istri dan anaknya pun bersuara. "Alena, kamu bersedia kan mengikuti kontes itu? Agar kamu bisa mengangkat derajat keluarga kita nantinya."

Alena membayangkan akan jadi seperti apa nanti acara kontes tersebut? apakah itu akan seperti ajang pencarian jodoh yang biasa ia tonton di tv ataukah justru akan lebih menantang seperti pemilihan miss universe?

Membayangkannya saja sudah membuat Alena menghela napas tapi memikirkan ia bisa bertemu lagi dengan Radit membuatnya sedikit tergugah. Pasalnya pria itu sedikit mencongkel harga dirinya setelah mereka berbagi aktivitas panas bersama tempo hari.

Ia tahu pria itu adalah seorang pangeran dan tidak berada dalam level yang sama dengannya namun setidaknya Radit tidak perlu mengancam dan bersikap kasar pada Alena. Toh ia juga tidak berniat membeberkan pada publik tentang apa yang mereka lakukan.

Alena harus tahu mengapa pria itu bersikap demikian. Dan satu-satunya cara untuk bertemu lagi dengan pria itu adalah melalui kontes pemilihan calon putri yang ia pikir konyol ini.

"Oke, Alena ikut!"

=-=

Dua minggu setelah ia menerima undangan tersebut, Alena sedikit berharap-harap cemas karena ada beberapa proses administrasi yang harus ia lewati. Lalu tahapan wawancara yang dijawab oleh Alena pas-pasan karena tidak menyangka prosesnya akan melewati banyak hal.

Hari ini adalah hari penentuan apakah ia bisa bertemu lagi dengan Radit atau tidak.

Alena menunggu didepan laptopnya dengan kaki yang digoyang-goyangkan di bawah meja tidak sabar untuk melihat hasilnya.

Kuku cantik wanita itu digigiti, hingga merusak hasil meni-pedi yang rutin ia lakukan di salon langganannya.

Ini sudah jam sembilan pagi lewat beberapa menit namun inbox emailnya masih belum menampilkan adanya tanda-tanda pesan baru. Apa jangan-jangan ia memang tidak lolos tahap wawancara?

Alena menghela napas. Mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu lagi dengan pria itu. ia harus menyerah. Menjadi seorang putri tidak akan semudah membalikkan telapak tangan.

Wajah Alena cemberut sambil menatap layar laptopnya, tangan kirinya sudah menggapai benda itu untuk menutup layar namun sesaat sebelum ia melakukan itu tiba-tiba saja notifikasi emailnya berbunyi.

Alena mematung dan membeku saat tangannya mencoba untuk membuka email tersebut, ada jeda beberapa detik untuk memuat isi emailnya.

Dengan napas yang tertahan Alena membaca dengan seksama isi email itu.

"Yeaaaaaaaaaaaaay!!!!!!!" Alena berteriak dengan senang.

Ia berdiri dan menghentak-hentakkan kakinya.

Alena lolos tahapan screening awal.

Kini Alena adalah 1 dari 5 orang calon putri negeri ini.

Senyumnya terkembang dengan lebar.

Bukan gelar kerajaan yang ia incar. Ia hanya penasaran dengan sifat pria menyebalkan masih menghantui dirinya.

Simpanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang