Terpilih

98 11 0
                                    

Alena bangun dengan kepala yang sedikit pusing akibat baru bisa tertidur menjelang pagi. Di kepalanya terus berputar kejadian mengerikan yang ia lihat semalam. Jika bukan karena pelayan wanita yang membangunkannya, ia pasti akan tidur lebih lama hingga rasa pusingnya hilang.

Pelayan itu sedang menyiapkan air panas untuknya mandi dan pakaian yang akan ia kenakan pagi ini.

"Pagi ini anda harus tampil maksimal karena pengumuman akan segera diumumkan."

Alena terduduk dan menatap pelayan itu. "Sudah akan diumumkan?" Tanya Alena yang dijawab anggukan sopan dari wanita yang Alena tebak berusia 18 atau 19 tahunan. Masih sangat belia.

"Tapi aku belum bertemu dengan raden mas, jadi dia sudah akan mengumumkan hasilnya?"

Wanita itu terkejut. "Oh, belum mendapat giliran?"

Alena menggeleng.

"Mungkin raden mas sudah menemukan pilihannya, beliau merasa tidak perlu memilih siapapun lagi." Pelayan itu merasa kasihan pada Alena karena yakin dirinya tidak akan terpilih oleh majikannya itu.

Alih-alih sedih, Alena justru lega. Jika pria itu sudah menemukan wanita yang akan ia pilih, artinya Alena akan terbebas dari istana terkutuk ini. ia akan bilang pada orang-orang termasuk orangtuanya bahwa istana yang mereka bangga-banggakan adalah tempat terkutuk seperti neraka dimana mereka membiarkan seseorang terluka dan dipaksa oleh seorang pangeran di dalam istananya sendiri.

Lihat saja, raden mas. Setelah ia keluar dari tempat ini, Ia akan membongkar kebusukan yang dilakukan pria itu, tekadnya.

=-=

Tangan Alena terkepal dipangkuannya saat duduk di ruang tunggu yang berisikan seluruh peserta pemilihan calon istri pangeran.

Nuri yang duduk di sampingnya berbisik pada Alena. "Alena, kamu gugup?"

Alena menggeleng dan menatap Nuri. "Kenapa?"

"Kamu kan belum sempat menghabiskan waktu bersama dengan raden mas, tapi pengumumannya malah sudah akan keluar."

Alena mengulas senyum tipis di bibirnya. Ia bahkan ingin kesialan ini berakhir, batin Alena.

Detik-detik yang dihabiskan Alena bagaikan menyiksanya dari dalam hingga akhirnya Raden mas memasuki ruangan diikuti beberapa orang pria tua di belakangnya.

Pria itu berdeham dan menatap seisi ruangan.

Manik matanya menatap Alena yang langsung menundukkan kepala saat tatapan mereka bertemu.

"Tuan Ghandi dan Tuan Handoko adalah kepala dan wakil peraturan istana." Ucap Radit membuka percakapan di hadapan semua orang yang telah menunggunya. "Dengan keberadaan mereka, saya akan mengumumkan pemilihan dari acara pencarian calon putri raja hari ini."

Semua orang bertepuk tangan dan tidak sabar menunggu keputusan raden mas. Kecuali Alena.

"Hari ini, saya umumkan. Bahwa saya memilih Alena Dyandra untuk menjadi calon pasangan saya."

Saat itu juga Alena merasa hidupnya berakhir.

"Saya ucapkan terima kasih untuk semua peserta yang telah mengikuti pemilihan ini. seharusnya saya memilih dua peserta hari ini namun saya sudah tahu siapa yang akan saya nikahi. Maka saya putuskan hanya satu nama yang saya pilih hari ini." Jelas pangeran menjawab pertanyaan yang terdengar dari beberapa orang.

Seseroang mengangkat tangannya untuk meminta ijin bertanya. Raden mas mengangguk, mengijinkan.

"Raden mas, maaf jika saya lancang. Bukankah anda belum sempat menghabiskan waktu berdua dengannya?"

"Pria itu mengangguk. "Namun saya sudah mengenal dia lebih dulu dan telah jatuh hati padanya sejak awal. sejak sebelum pemilihan ini berlangsung."

Alena membelalakkan mata mendengar kebohongan yang diciptakan pria itu. sontak seisi ruangan menatap Alena dengan berbagai pikiran.

Beberapa terkejut, keheranan, beberapa kesal dan sisanya terlihat sangat iri pada Alena. Hanya dirinya sendiri yang pucat pasi serta sesak napas karena mendengarnya.

=-=

Acara dibubarkan, satu persatu memasuki ruangan untuk berkemas dan meninggalkan istana sore nanti.

Alena ditinggalkan di kamarnya sendiri oleh pelayan untuk beristirahat. Tidak, ia tidak bisa berada di sini. firasatnya mengatakan hal buruk akan terjadi jika ia mengikuti kemauan sang pangeran. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres pagi ini.

Pintu terbuka sesaat sebelum Alena hendak membuka jendela. Ia berdiri waspada saat melihat Radit memasuki kamarnya.

"Kamu mau apa?"

Pria itu tersenyum licik. "Aku sudah bilang lebih baik kamu pergi dari sini sejak awal."

"A..aku akan pergi. Sumpah. Sekarang juga aku bakal pergi dari sini."

Tangan Radit menggapai dagu Alena. "Terlambat."

Cengkramannya di dagu Alena kuat dan menyakitkan hingga ia mencoba untuk melepaskan wajahnya dari pria itu. "Please, detik ini juga aku pergi."

"Kamu sudah melihat apa yang seharusnya tidak kamu lihat. Kamu tidak bisa menutup matamu. Maka dari itu, sebagai gantinya, selamanya kamu akan berada di sini dan menutup mulutmu."

Kalimat itu diakhiri oleh bibir Radit yang tiba-tiba membungkam Alena.

Alena masih mengingat rasa pria itu namun kali ini ia ketakutan. Pria di hadapannya bukan pria biasa. Pria itu monster. Atau lebih parah lagi, saat ini Radit terlihat bagaikan iblis bagi Alena.

Pria itu memagut bibir Alena kasar.

Lengan wanita itu berusaha keras mendorong tubuhnya menjauh namun percuma. Pria itu melingkarkan lengannya yang kuat di sekeliling pinggang Alena dan satu lengannya menahan kepala wanita itu hingga tidak ada ruang untuk Alena memisahkan jarak diantara mereka.

Ibu jari pria itu mengusap pipi Alena lembut. Berbanding terbalik dengan tekanan bibirnya yang keras dan menuntut.

Merasa tidak memiliki jalan lain, Alena menggigit bibir pria itu demi menghentikan ciumannya. Radit menggeram marah, matanya menatap tajam pada Alena yang terengah-engah.

"Lain kali kamu ngelawan, aku pastiin kamu akan gantikan posisi wanita yang kamu lihat semalam."

Alena meneguk ludah. Pria itu terlihat serius dengan kata-katanya.

Simpanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang