Berita menyebar dengan cepat. Seluruh penjuru istana mendengar kepindahan Alena kembali ke dalam istana. Ditambah lagi, Radit meminta untuk mempercepat pernikahan satu minggu dari sekarang.
Semua wartawan berlomba-lomba mendapatkan berita eksklusif mengenai pernikahan mereka namun Alena berhasil meyakinkan keluarga kerajaan untuk menyelenggarkan pernikahan tanpa media. Alena berpikir untuk kabur sebelum pernikahan mereka, atau paling tidak sebelum acara dimulai. Maka dari itu ia ingin menghindari media agar mempermudah aksesnya untuk kabur.
Saat menjalani seminggu untuk persiapan pernikahan itu, Radit si monster tidak pernah muncul. Radit bilang ia berada di kondisi terbaik tubuhnya karena ia bahagia mempersiapkan pernikahan mereka.
Alena tersenyum tipis mendengar jawaban itu. Ia tidak mengira Radit akan senang dengan hal itu karena yang memaksa mereka untuk menikah adalah si monster iblis itu.
"Kamu bicara apa? Tentu aja aku juga seneng." Jawab pria itu. "Sedari dulu aku ingin menikahimu tapi takut kamu akan menolak setelah tahu yang sebenarnya."
Alena tersenyum dan memeluk pria itu. Jauh dari dalam hatinya, Alena mengasihani pria itu. Radit tampak berwibawa di depan rakyatnya namun di belakang itu, dia rapuh dan banyak berkorban.
Persiapan pernikahan mereka terasa mudah karena banyak yang mengurus segala hal. Alena hanya perlu datang untuk mengukur gaun pernikahan, mencicipi makanan dan memastikan daftar undangan dari pihak keluarganya. Selebihnya, ia tidak tahu menahu.
Karena status Alena yang sebentar lagi menjadi istri raden mas, maka Alena diperbolehkan memegang ponsel kali ini. Ponselnya itu ia gunakan untuk menyusun strategi. Strateginya tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang dalam. Berkat kemampuannya yang pandai menjalin pertemanan, Alena mendekati Retno untuk menjadi kaki tangannya.
Hari ini adalah malam terakhir sebelum pernikahannya. Kerajaan telah mengadakan acara adat untuk menyambut pernikahan mereka esok hari.
Semua orang sudah mulai kelelahan setelah acara adat dan siraman selesai.
Alena menggendong tas punggungnya setelah mendapat pesan dari Retno. Dengan berhati-hati Alena berjalan keluar dari kediamannya menuju pintu belakang istana. Tempat keluar masuk pelayan dan pengawal. Retno bilang, akan lebih aman jika Alena berjalan sejauh mungkin hingga ia memanggil taksi online untuk mengantarnya ke bandara. Kali ini ia tidak bodoh. Alena tidak akan kembali ke rumah orangtuanya karena pria monster itu akan dapat menemukannya. Maka ia sudah menyiapkan tiket pesawat ke luar negeri.
Alena sudah berjalan hampir satu kilometer dari istana. Ia memesan taksi online dan menunggu di balik semak-semak sehingga jika ada yang datang ia bisa bersembunyi.
Beberapa menit kemudian, sorot lampu mobil terlihat. Mobil itu mulai menepi dan Alena masuk ke dalam mobil tersebut. Menyebutkan bandara sebagai tujuannya.
Alena bersandar sambil menghembuskan napas lega. Akhirnya ia bisa pergi dari istana terkutuk itu.
Perjalanan sudah menghabiskan waktu lebih dari dua puluh menit namun sopir mobil itu malah membawanya ke tempat pengisian bensin. "Sebentar, nona, saya isi bensin dulu."
Alena mengangguk dan menunggu sambil memejamkan matanya.
Tidak lama kemudian, Alena mendengar sang sopir sudah kembali dan menjalankan mobilnya. Alena membiarkan mata dan pikirannya beristirahat untuk sejenak sebelum melakukan perjalanan yang melelahkan.
Alena mengerutkan keningnya saat mendengar suara jalanan semakin hening daripada yang seharusnya. Ia membuka matanya saat merasakan mobil itu berhenti. Alena terbelalak kaget saat mendapati dirinya berada di sebuah Gudang tua di antara pepohonan yang bahkan menghadang sinar bulan untuk menerangi jalan.
"Pak, kenapa kita ada di sini? Saya minta antar ke bandara, bukan ke sini." Alena sudah ingin marah pada sopir itu.
Saat pria di belakang kemudi itu berbalik menatapnya, Alena tertegun hingga membuat tubuhnya lemas. Radit menyeringai dengan dingin padanya. "Turun, putuskan ke mana tujuanmu setelah kau melihat apa yang ada di balik Gudang tua itu."
Alena tidak dapat bergerak dari posisinya sementara pria itu turun dan mengitari mobil untuk membukakan pintu Alena. "Turun!" Pria itu menarik paksa Alena untuk keluar dari mobil.
Mau tidak mau Alena berjalan tersaruk-saruk mengikuti pria itu masuk ke dalam Gudang tua.
Di dalam Gudang itu tidak banyak perabot, bahkan hampir tidak ada. Itu hanya bangunan kosong yang sudah sangat tua. Namun Alena terkejut saat melihat ada banyak orang di dalam bangunan itu. Beberapa orang berdiri dan menghalangi pandangan namun Radit meminta mereka untuk menyingkir. Ia mendorong Alena ke tengah untuk melihat lebih jelas.
Ternyata di balik pria-pria yang berdiri tegap itu ada beberapa orang yang sedang diikat dan disumpal mulutnya. Salah satu diantara mereka adalah Retno. Retno satu-satunya wanita yang berada di antara mereka.
"Lihat?" Radit berdiri di belakang Alena. Berbisik di telinganya sambil menunduk dan memegang tubuh Alena. "Mereka adalah orang yang akan menemui ajalnya karena tidak melakukan tugas dengan benar." Seketika bulu kuduk Alena meremang.
Retno menangis dalam diam karena mulutnya tersumpal. Alena yakin wanita itu akan berteriak dan memohon ampun jika mulutnya terbuka.
"Ngga. Kamu ngga bisa melakukan itu." Ucap Alena lemah.
"Wanita itu membantumu kabur, dia pengkhianat." Radit menatap Retno sambil menekankan kata pengkhianat.
"Lalu apa yang pria-pria ini lakukan? Aku bersumpah mereka tidak terlibat."
"Mereka tidak berada di tempatnya sehingga kamu bisa kabur tanpa seorangpun mengetahuinya. Mereka lalai dan pantas menerima hukuman."
Radit, tanpa Alena ketahui, memberikan isyarat pada pengawal yang lain untuk menyiksa orang-orang itu. Mereka membawa cambuk dan melecutkan benda itu pada pria pertama.
Alena menjerit. Air matanya turun dengan cepat. Ia berbalik menghadap pria itu. "Please,,, mereka ngga salah."
"Well, mereka bersalah pada kerajaan." Radit mengedikkan dagu pada pengawalnya. Mereka mencabuk pria kedua.
"Radit, please, aku yang meminta Retno membantuku."
"Jadi kamu mengakui kesalahanmu?" Tatapan Radit berubah kejam dan marah karena wanita itu sudha berani-beraninya membodohi dia.
Alena mengangguk dengan takut. "Itu salahku, tolong jangan hukum mereka." Air mata Alena turun semakin deras karena tidak tahan melihat mereka di siksa hanya karena ia kabur dari istana.
"Cambuk satu-persatu. Setelah itu bunuh mereka semua." Ucap pria itu tanpa belas kasihan.
Para pengawal yang tangannya terikat memberontak. Retno meraung ketakutan membuat Alena semakin sedih dan merasa bersalah.
Alena menggenggam baju Radit dan memohon. "Tolong, hentikan." Namun pria itu memandang lurus pada orang-orang yang menurutnya berkhianat. Radit tidak memperdulikan permintaan Alena tidak peduli wanita itu sudah memohon dan menangis padanya.
Hingga tiba saatnya pengawal itu mencabuk Retno, karena Alena tidak melihat Radit akan mengabulkan permintaannya akhirnya wanita itu berlari dan mendorong Retno ke samping sehingga lecutan cambuk itu mengenai punggungnya.
Rasa perih dan sakit menjalar seketika. Napasnya hampir berhenti seolah dengan itu rasa sakitnya akan berkurang.
"Sialan!" Umpat Radit saat melihat kebodohan yang dilakukan Alena. Pria itu menendang kaki pengawal yang tidak sengaja mengenai Alena. Ia lantas menekuk lutunya untuk menghampiri Alena.
"Dasar bodoh." Ucap pria itu. Namun ia dengan cepat menggendong Alena dan membawanya ke dalam mobil. Salah satu pengawal ikut dan mengemudikan mobil itu sementara Radit duduk di belakang dan memeluk Alena.

KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Sang Pangeran
RomanceOPENING Dalam tidurnya, Alena mendengar seseorang memanggil namanya namun matanya tidak ingin terbuka karena kelelahan dan ia masih butuh tidur untuk waktu yang lama. Tapi beberapa waktu kemudian, ia merasakan punggungnya dihujani ciuman hangat hing...