Hitam dan Putih

87 10 1
                                    

Alena sudah setengah terlelap saat ia merasakan pintunya di ketuk dengan terburu-buru dan tidak sabaran. Ia membuka pintu dan terkejut menemukan Radit berdiri di depan pintu kamarnya.

"Dit, kamu ngapain?"

Pria itu menatapnya dengan dingin dan tajam, membuat Alena tersadar megnenai siapa yang saat ini sedang berdiri di hadapannya.

Si monster. Batinnya.

Alena menutup pintunya dengan cepat namun tetap saja lengannya masih kalah cepat dengan Radit. Pria itu menahan pintu tetap terbuka oleh tangannya.

Alena tidak sengaja melihat tangan pria itu. Lagi-lagi tangannya dilumuri darah. Darah dari sayatan pisau yang sepertinya sengaja Radit buat sendiri.

"Kenapa aku harus menemukan hal-hal mengerikan seperti ini?" Alena berbicara pada dirinya sendiri.

"Bajingan itu menyiapkan umpan untuk menggantikanmu."

Kali ini Alena mengernyit. "Siapa yang kamu maksud bajingan?"

"Diriku yang lain." Ucap pria itu dengan santai.

Otak Alena tidak sebodoh itu namun ia masih tetap tidak mengerti dengan perkataan Radit.

Pria itu tiba-tiba menerjang ke arah Alena. "Aku tidak punya banyak waktu." Ucapnya parau.

"Radit!" bentak Alena sambil berusaha mendorong pria itu. Namun kemauan Radit lebih kuat. Pria itu menanamkan wajahnya di antara ceruk leher Alena. Kedua tangannya memeluk erat tubuh wanita itu hingga darahnya mengotori pakaian Alena.

Tanpa wanita itu sadari, saat ini Radit sudah mendorong Alena ke atas tempat tidur yang tidak seluas miliknya. Pria itu menyesap aroma memabukkan Alena sebanyak yang ia bisa. Radit menahan kedua lengan Alena sehingga wanita itu tidak berkutik saat ia menguasai tubuh yang terbaring di bawahnya.

Radit melucuti semua pakaian wanita itu dan membalikkan tubuh Alena dengan kasar. Pria itu memainkan jarinya di dalam tubuh Alena untuk membuat jalannya semakin mudah.

"Dasar iblis! Lepaskan!" Teriak Alena sambil menendang Radit namun pria itu justru menahan salah satu kaki Alena dan membuat wanita itu terbuka lebar untuknya. Saat ia merasa Alena sudah siap untuk dimasuki, Radit memposisikan tubuhnya dari belakang dan dengan kasar memasuki wanita itu berulang kali.

"Alena, ini salahmu karena membiarkanku mencoba betapa manisnya milikmu."

Alena bergidik mendengar bisikin cabul pria itu di telinganya. Hentakan demi hentakan diterima Alena dengan pasrah karena tidak banyak yang bisa ia lakukan saat mencoba untuk melawan manusia yang mempunyai berat bobot yang hampir dua kali lipatnya.

Kedua tangan radit mencengkram pinggang Alena dengan kasar saat menarik-mundurkan tubuh wanita itu agar beradu dengan miliknya. Ranjang sekokoh itu bahkan sedikit bergoyang akibat kasar dan kuatnya permainan Radit malam itu.

Dari belakang, lengan pria itu menjulur untuk meremas dua benda favoritnya dari tubuh Alena. Alena merintih dan menggigit bibirnya saat merasakan rasa sakit yang seolah familiar baginya. Pria itu menarik salah satu putingnya dengan keras hingga Alena menjerit. Namun dengan cepat, Radit menunduk untuk mencium punggungnya dengan lembut. Seolah meminta maaf karena tidak sengaja melukainya.

Baru saja Alena berpikir seperti itu, tiba-tiba tubuhnya dibalikkan paksa sehingga kini ia berhadapan dengan Radit yang menjulang tinggi di atasnya. Pria itu kembali memasukinya sambil mengangkat kedua kaki Alena ke udara. Di tengah-tengah pompaan tubuhnya, pria itu menggigit paha bagian dalam Alena hingga wanita itu merintih.

Sayangnya, rintihan Alena membuat Radit semakin semangat dan bergairaah. Pria itu semakin kuat dan bersikeras menguras semua tenaga Alena.

Butuh waktu lebih dari satu jam hingga akhirnya Radit ambruk di atas tubuh Alena sementara wanita itu sudah menyerah lebih dulu sekitar beberapa menit yang lalu.

Simpanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang