11. Menyelesaikan Masalah

660 53 3
                                    

Rooftop tempat itu tempat ternyaman bagi Hazel disaat sedang sendirian, dan saat ini pun ia tengah berdiri menatap sekolahan dari atas. Ia menangis kembali dengan terpaan angin menusuk kulitnya bahkan rambutnya berterbangan karena angin sedikit kencang.

Mungkin ia lebay tapi karena ini baru pertama kali merasakan sakit hati, Hazel benar-benar rasanya ada yang menusuk seperti ribuan jarum tajam tertancap disana.

Pintu rooftop terbuka menampilkan sesosok Sandra dengan nafas yang terengah-engah, bahkan keringat berkucuran di dahinya. Sandra melangkah dengan pelan mendekati Hazel, suara isakan begitu terdengar di telinganya dan langsung saja membalikkan tubuh Hazel dengan wajah penuh air mata.

“Kenapa?“ Tanya Sandra menatap lekat wajah memerah Hazel.

Hazel memalingkan wajahnya tidak ingin menatap Sandra di depannya, dengan kasar ia mengusut pipinya.

“Sayang kenapa? Bilang.“ Sekali lagi Sandra bertanya dengan pelan dan sabar.

Sedikit mendengak agar air matanya itu tidak kembali turun lalu berjalan menuju sofa panjang, lebih ke sofa buangan karena sudah ada kerusakan tetapi masih nyaman untuk di pakai. Sandra mengikuti kemana langkah Hazel berjalan, ia masih sabar dan menunggu Hazel mengeluarkan suaranya.

Lalu duduk dan bersedekap dada, Hazel menatap Sandra dengan pandangan sulit di artikan.

“Kenapa tadi pagi nggak bisa jemput?“ Hazel bertanya dan semoga saja jawaban Sandra jujur jika dia memang pergi bersama Stella.

“Semalam aku udah bilang sama kamu, kalau mau nganterin bunda aku dulu.“ Sandra juga duduk di samping Hazel, supaya enak untuk berkomunikasinya.

Mendengar jawaban yang seperti itu membuat Hazel tersenyum sinis, ia mengeluarkan ponselnya lalu membuka galeri dengan kasar Hazel melemparkan ponsel ke arah Sandra begitu saja.

Tentu saja Sandra sangat penasaran ia langsung mengambil ponsel itu dan terdiam beberapa saat, jantungnya berpacu lebih cepat, rasa takut langsung menyerbu dirinya ingin menjelaskan tetapi lidahnya kelu seakan tidak bisa mengeluarkan suaranya, dan lehernya begitu tercekat hebat. Sandra dibuat mematung hanya sebuah foto diringa bersama Stella yang tengah memakaikan helm di kepala Stella.

Yang lebih sakit adalah keduanya tampak tersenyum menyalurkan rasa sayang mereka, di tambah wajah Stella yang sangat terlihat bahagia. Mereka seperti pasangan serasi yang di idam-idamkan orang di luaran sana.

Sandra menatap Hazel, wajahnya sudah penuh dengan air mata. Ini lah yang ditakutkan, Hazel menangis sesegukan bahkan nafasnya seperti sesak.

“Maaf.“ Setelah sekian lama Sandra terdiam hanya itu yang bisa ia katakan, entah kenapa Sandra tidak bisa menjelaskan lebih banyak.

“Lo bilang lagi nganter nyokap lo tapi ternyata lo nganter Stella ke butik?“ Hazel tidak habis fikir dengan jalan pikiran Sandra, ia merasa sudah di terbangkan lalu dijatuhkan begitu saja.

“Tadi pun kalian saling genggam di kelas, omaigat gue nggak percaya ini. Lo jahat banget San sumpah. Lo jahat gue udah naruh semua kepercayaan gue untuk lo tapi apa? Gue nggak nyangka lo sebrengsek ini!“ Teriaknya tepat di hadapan wajah Sandra.

Hazel menangis sejadi-jadinya kepalanya tiba-tiba merasa sakit tapi hatinya lebih sakit lagi, ia masih tidak percaya dengan kejadian seperti ini. Rasanya semuanya itu hanya mimpi belaka tapi memang ini kenyataan, Sandra berselingkuh dengan Stella. Entah kapan mereka dekatnya atau mungkin mereka sebenarnya sudah dekat sejak lama.

“Daripada melanjutkan hubungan ini,” Hazel sedikit menarik ingusnya lalu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, dan Sandra sedang berusaha menggelengkan kepalanya tidak ingin mendengar lanjutan dari ucapan Hazel.

A RELATIONSHIP (G×G)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang