AKU BENCI

18K 392 18
                                    

halo! vote komen deh ramein ya!

CUSSSS
----

Pasangan kekasih paling hangat. Inilah Dewa dan Shera. Yang sekarang ini keduanya tengah bersantai di atas tempat tidur kamar Shera. Tadi pagi, perempuan itu merengek supaya ditemani tidur sambil dielus-elus. Katanya sakit perut sebab datang bulan.

"Om masak bentar ya? Kamu kan belum makan."

"Gapapa. Aku belum laper." jawab pacar Dewa semakin mengeratkan pelukannya kepada sang om. Shera menelusupkan wajahnya manja di dada bidang pamannya.

Dewa terkekeh. Membelai belakang kepala keponakannya lembut. Sifat manja Shera adalah salah satu hal yang membuatnya betah dengan gadis manis ini. Seolah ia orang paling penting sedunia karena sang kekasih selalu merengek membutuhkan bantuannya. Belum lagi Shera yang hobi nemplok. Membuatnya gemas kapanpun.

Beberapa menit berlalu, Shera seperti tak bosan memeluk om nya. Hingga ketukan pintu mengharuskan dekap hangat mereka terlepas.

"Siapa ya, Om?"

"Om juga ga tau, sayang." Dewa sedikit mengangkat badannya untuk bangun. Diusapnya lembut pipi sang pacar. "Om liat dulu ya tamunya?"

Shera mengangguk. "Aku juga mau ke dapur. Mau minum."

Keduanya beranjak turun dari kasur dengan Dewa mengulurkan tangan membantu gadisnya turun. Shera tersenyum dengan lebarnya. Berpisah dengan si om yang melangkah menuju pintu depan. Mereka menuju arah yang berlawanan.

Dewa melangkah ke pintu dengan pikiran bingung karena tak merasa mengundang tamu di hari ini. Rumah mereka juga jarang ada yang berkunjung karena tidak ada saudara yang tersisa. Apa mungkin teman-teman Shera? Tapi jika benar, mengapa gadis itu tidak mengatakannya?

Dengan satu tarikan, laki-laki matang itu membuka pintu. Tamu yang sedang berdiri menunggu langsung memasang senyum lebar. Dewa terpaku beberapa detik saat melihat siapa yang datang.

"Hai!" sapa si tamu masih dengan senyum ramahnya.

"Kok kaget gitu sih?" ujarnya (lagi) setelah melihat si pemilik rumah hanya diam terpaku.

Dewa mengangkat kepalanya sambil menggeleng pelan.

"Aku boleh masuk ga?"

Tanpa menjawab, Dewa hanya memberikan anggukan. Membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan orang yang datang ke rumahnya itu untuk masuk. Mempersilakannya duduk di ruang tamu juga.

Shera yang masih di dapur, mengintip untuk melihat siapa yang datang. Saat melihat Dewa dan tamu itu masuk, ide bagus terlintas di pikirannya. Ia akan membuatkan minuman untuk dua orang itu. Tidak susah kok. Hanya perlu menuang dan menuang lalu mengaduknya. Dan semuanya pun beres.

Gadis itu membawa nampan dengan air suguhan ke ruang tamu. Dengan senyum merekah, Shera menyajikannya. Kedatangan siswi SMA itu yang tiba-tiba membuat kekasihnya mengerutkan kening. Dewa ingin menahan sang pacar supaya tetap bersamanya. Tapi dengan buru-buru Shera kembali masuk menuju dapur.

"Minum," Dewa menunjuk minuman jeruk yang dibuat pacarnya kepada si tamu. Mempersilakannya.

Tamu perempuan tersebut mengangguk. Meraih gelas, lalu meneguk isinya sampai tersisa setengah. Lantas kembali meletakkannya sambil mengulum senyum manis.

"Udah lama aku ga liat kamu. Gimana kabarnya?"

Dewa tampak diam. Baru kemudian menjawab, "Baik. Gue baik-baik aja."

"Syukurlah."

Hening beberapa saat karena keduanya sama-sama diam. Tidak ada yang berbicara. Si perempuan menatap sosok laki-laki di depan matanya itu. Sementara si laki-laki malah mengalihkan pandangan melihat ke arah lain.

"Ada urusan apa sampe ke sini?" Akhirnya Dewa bersuara. Pertanyaan yang sudah gatal ingin meluncur dari mulutnya itu akhirnya keluar juga.

"Ah, itu. Cuma mau ketemu aja kok. Kangen." jawab tamu itu. Senyumnya malu-malu mengembang. Namun dengan tak tau malunya, ia berpindah duduk di sebelah Dewa. Menempel pada laki-laki itu. Tangannya langsung memeluk lengan kekar kekasih Shera dengan eratnya.

"Lepas." Dengan tenaga kuatnya, Dewa berusaha menyingkirkan tangan perempuan di lengannya itu. Sekuat tenaga ia melepaskannya.

"Kenapa sih? Kan ga ada orang yang liat. Kamu ga perlu malu-malu gitu." Dasar tak tau diri. Bukannya menuruti ucapan si tuan rumah, tamu itu malah semakin mengencangkan pelukannya. Membuat Dewa semakin gencar pula mendorongnya.

"Lepas, Ra!" Kali ini nada suara Dewa meninggi. Dihempaskannya Vera yang sudah kurang ajar memeluknya sedemikian rupa.

Tapi hanya sedetik. Sebab perempuan itu kembali bangun untuk memeluknya. Kini dengan lebih kurang ajar, Vera malah duduk di pangkuannya. Mengalungkan tangan di leher Dewa.

"Kenapa o-om---"

Shera yang baru datang langsung mematung. Dilihatnya pemandangan sepasang manusia yang tengah memangku dan dipangku di sofa. Tanpa mengatakan apapun lagi, ia segera berbalik dan menuju kamar. Pintu kamar langsung dibanting sekuat tenaga menunjukkan kekesalannya.

Dewa yang menyadari posisi bahayanya ini, segera mendorong Vera kuat-kuat. Tak peduli dengan keadaan perempuan itu. Entah jatuh tersungkur atau bagaimana, ia tidak mempedulikannya. Yang harus ia urus sekarang adalah Shera.

Namun sepertinya, tingkat tidak sadar diri Vera ini sangat tinggi. Dirinya masih terus berusaha mengejar Dewa dan menarik tangan laki-laki itu.

"Kenapa sih? Ponakan kamu juga harus tau soal hubungan kita. Nantinya juga aku akan tinggal bareng kalian."

"Engga. Ga ada yang perlu tau soal hubungan ini. Karena emang kita ga ada hubungan apa-apa."

"Maksud kamu apa sih? Aku ga ngerti sama cara berpikir kamu. Kita bareng-bareng selama enam tahun ini, dan kamu bilang ga ada hubungan? Gila kamu, Dewa!"

"Diem, Vera! Shera belum berhak denger semua ini."

Shera di dalam kamarnya tak lagi ingin mendengar. Bantal di telinganya semakin ditekan kuat supaya tak ada satupun suara yang masuk. Ia tidak mau mendengar apapun. Sudah cukup isak tangisnya saja yang terdengar.

"O-om Dewa jah-hat! Om Dewa bohong." Sedih sekali jika mendengar suara tangisan Shera yang masih kencang terdengar. Tubuh gadis itu bergetar hebat. Sakit sekali rasanya.

Tadi ia kira, saat sang om berteriak, Dewa memanggil namanya. Karena 'Ra' adalah penggalan kata yang kerap digunakan Dewa untuk menyebut pacarnya itu. Namun saat dilihat, yang tampak oleh matanya adalah pria itu tengah bermesraan dengan sosok tamu yang berkunjung. Memangnya ada tamu yang datang tapi duduk di pangkuan tuan rumahnya? Hal itulah yang membuat otak Shera tak lagi bisa berpikiran positif.

Selama ini ia selalu percaya pada Dewa. Apapun yang dilakukan laki-laki itu, ia tidak pernah mengekangnya. Tapi apa yang terjadi malah membuatnya sakit hati. Bahkan yang barusan ia dengar, Dewa dan perempuan bernama Vera itu sudah enam tahun berhubungan. Lantas kenapa Dewa mengajaknya berpacaran di saat laki-laki itu memiliki perempuan?

"Om Dewa jahat, om Dewa jahat..."

"Mama, dada Shera sakit. Om Dewa jahat mama." Sambil meremat dadanya yang terasa sesak Shera berucap.

"Katanya mau jadiin Shera istrinya kayak mama sama papa dulu, tapi kenapa Om Dewa punya pacar lain, maa..."

Shera menangis sesenggukan. Hidungnya memerah. Dadanya sesak. Pipinya basah oleh air mata. Bibirnya tak berhenti menggumamkan kata-kata yang menyayat hati.

Pikiran gadis itu melayang. Soal perilaku manis yang dilakukan Dewa padanya selama ini. Soal pengakuan cinta laki-laki itu yang tak pernah berhenti. Semuanya muncul begitu saja. Tapi sepertinya bayangan-bayangan indah itu tidak akan terjadi lagi mulai sekarang. Tidak akan pernah.

Ia baru merasakan cinta sekarang. Perasaan yang dulunya ia kira sama dengan cinta pada mama dan papanya, kini sudah hancur. Dewa yang membuatnya jatuh cinta, namun laki-laki itu pula yang menghancurkannya.

"Aku benci Om Dewa."

----
kasian si Shera😥😢 sakit banget pasti

nikahnya kapan kalo konflik gini?
eh emang jadi nikah ya

OM DEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang