HALO! makasih untuk yang udah sabar nungguin cerita ini update. spesial untuk kalian 💖💖
kalau udah lupa ceritanya, boleh baca 1 part sebelumnya atau malah baca dari awal biar makin kerasa wkwk🙌
jangan lupa vote komen yaa! enjoyy
———
"Sayang? Kamu kenapa?" tanya Dewa sambil berdiri dari duduknya.
"Mass... Ini Vera... Yang di mimpi aku."
Shera nampak begitu terkejut. Matanya terpaku menatap sosok di hadapannya.
Raut kebingungan tentu terpampang jelas di wajah Dewa dan perempuan yang masih berdiri tegak di depan pintu itu. Keduanya sama-sama mengerutkan kening kebingungan. Dewa bangkit dari duduknya dan menghampiri sang istri. Tangannya merangkul bahu Shera sambil sedikit menyadarkan perempuan itu.
"Sayangg? Ada apa?"
Shera memegang tangan sang suami yang berada di bahunya. Perempuan itu memeluk tubuh Dewa dengan tangan kirinya.
"Mas, ini siapa?"
"Ini pegawai mas, sayang. Kenalin, namanya Savira dan biasa dipanggil Vira sama anak-anak di sini." kata Dewa, memperkenalkan dengan senyum manis merekah.
Sosok yang dikenalkan juga tampak tersenyum manis. Savira menyodorkan tangan kanannya seolah ingin berkenalan dengan sang bu bos.
"Selamat pagi, nona. Saya Savira, salah satu pegawai yang bekerja di perusahaan Pak Dewa." ucapnya tersenyum lebar. Tampilannya yang nyentrik dan tampak galak menyeramkan berbanding terbalik dengan keramahannya.
Shera masih membeku. Hal itu tentu disadari suaminya. Akhirnya Dewa pun memutuskan mengajak istrinya dan Savira untuk duduk bersama karena sepertinya ada yang harus diperjelas.
"Kamu masuk dulu saja, Savira. Sepertinya ada yang ingin dibicarakan oleh istri saya." katanya mempersilakan sang pegawai masuk dan duduk di sofa bersama dirinya dan Shera.
Setelah semuanya duduk, Dewa menatap sang istri lekat-lekat. "Sayang? Ayo ngomong aja. Mumpung ada Savira di sini. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal dan mengganggu hati kamu."
Shera menghela napas panjang. "Mass... Dia mirip perempuan yang aku lihat di mimpi aku waktu itu, mas." ujarnya setelah diam beberapa saat.
"Yang kamu teriak itu, sayang?" Sang istri mengangguk mengiyakan.
Savira tampak semakin kebingungan dengan obrolan bosnya. Perempuan itu hendak bertanya apa yang sebenarnya terjadi namun merasa tidak sopan menyela pak bos dan bu bos yang berbicara dengan suara agak lirih.
"Jadi begini, Savira," ujar Dewa setelah menyadari kebingungan di wajah pegawainya.
"Istri saya pernah bermimpi saya bersama perempuan lain. Saat sebelum kami menikah. Di situ saya sudah berusaha menenangkan istri karena memang itu tidak mungkin. Keterkejutan istri saya sekarang adalah karena wajah kamu mirip sosok perempuan yang ada di mimpinya. Saya mohon maaf ya, Savira, sudah membuat kamu terkejut."
Savira kini bisa mengangguk-anggukkan kepalanya karena sudah memahami apa yang menyebabkan istri bosnya seperti mematung dan ketakutan.
Savira tersenyum. "Saya paham kok, pak. Saya pun akan melakukan hal yang sama jika mengalami hal yang terlalu kebetulan seperti yang dialami nona bos." ujarnya. "Namun, nona, saya berani jika diharuskan bersumpah tentang hubungan saya dan pak Dewa yang hanya sebatas bos dan pegawai. Saya juga sudah berkeluarga, bu. Bahkan sudah memiliki dua orang putra." sambung Savira.
Mata Shera membesar kala mendengar ucapan terakhir pegawai suaminya ini.
"Untuk mimpi nona yang ada saya di dalamnya, mungkin saja karena sebelum tidur nona sempat melihat wajah saya entah melalui foto atau gambar apapun itu."
"Jika nona masih belum percaya, silakan saja kalau ingin menggeledah saya. Supaya nona bisa merasa tenang dan tidak kepikiran lagi." Savira dengan begitu yakin mengucapkannya. Menunjukkan bahwa dirinya benar-benar tidak takut jika diharuskan menunjukkan apapun yang dicurigai oleh sang bu bos.
"Umm... Terima kasih, bu Vira. Saya percaya kok. Sepertinya ucapan bu Vira benar. Waktu itu sebelum tidur saya memang lagi buka-buka album fotonya mas Dewa dan ada foto yang bersama pegawai kantor. Mungkin itu penyebabnya." ucap Shera setelah kata-kata Savira tadi mengingatkannya pada sesuatu.
Dewa tersenyum sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil sang istri. Laki-laki itu mengecup kening Shera beberapa kali.
"Mas... Maaf ya udah nuduh mas yang bukan-bukan? Aku juga jadi ganggu kerjaan mas dan bu Vira kalau begini." Shera berkata dengan lesu.
"Gapapa, sayangku. Malah jadi jelas semuanya dan kamu jadi ga kepikiran lagi. Mas tenang rasanya kalau Shera udah lega gini." ucap Dewa tersenyum bahagia.
"Bu Vira, maafkan saya sudah menuduh yang bukan-bukan juga."
Savira mengangguk dengan mudahnya. Wanita itu tersenyum manis. "Tidak apa-apa, nona. Sebagai sesama perempuan, saya mengerti bagaimana takutnya nona. Oh iya, tidak perlu panggil saya ibu, nona, karena sepertinya usia kita hanya terpaut 5 tahun."
"Jadi aku harus panggil apa?"
"Panggil mba juga boleh."
Shera bersorak senang. "Makasih ya, mba Vira." Istri Dewa itu melepaskan pelukan sang suami untuk bersalaman dengan Savira namun dengan akrabnya Savira malah menarik tubuh Shera dan memeluknya dengan erat.
"Aku jadi merasa punya kakak perempuan kalau begini." Shera dengan berseri-seri mengatakannya. Ia senang sekali. Sesuatu yang ia kira akan membawa masalah, malah membuatnya bertemu dengan orang baik seperti Savira.
Keduanya berpelukan cukup lama. Savira yang menahannya. Hingga setelah beberapa saat Shera mendengar seperti ada suara isak tangis di telinganya. Baru saat hendak bertanya, Savira melepaskan pelukan mereka. Wanita itu tampak mengusap air mata yang membentuk sungai kecil di pipi. Savira tersenyum, meninggalkan raut kebingungan di wajah Shera.
"Maaf, maaf," ucap Savira. Perempuan itu mengambil map berkas yang tadi dibawanya ke sini dan menyerahkannya kepada Dewa. "Pak, ini ada beberapa berkas yang harus bapak tandatangani secara langsung untuk dibawa meeting siang nanti." ujarnya.
Dewa hanya mengangguk-angguk sambil menerima map tersebut.
"Saya permisi, pak, nona." Savira membungkuk sopan seraya melangkah pergi meninggalkan ruangan bosnya. Tanda tanya besar masih memenuhi ruang kepala Shera.
"Mas, mba Vira kenapa ya?"
Dewa menghembuskan napas panjang. "Savira itu punya satu adik perempuan. Kalau sekarang mungkin seusia kamu. Adiknya itu yang menjadi alasan Savira rajin bekerja supaya bisa membelikan alat-alat gambar untuk adiknya yang memang hobi menggambar. Gaji pertama Savira rencananya untuk mentraktir adiknya. Namun saat di hari gajian, Savira masih dalam perjalanan pulang membawa gaji pertamanya, adiknya jadi korban tabrak lari dan meninggal dunia. Savira benar-benar hancur saat itu. Makanya saat melihat kamu dia seperti senang. Mungkin dia melihat kamu sebagai sosok adiknya yang sudah meninggal, sayang."
Bibir Shera melengkung ke bawah mendengar cerita dari suaminya. "Kisah hidupnya mba Vira sedih banget ya, mas. Huhuu aku jadi makin merasa bersalah udah nuduh mba Vira yang bukan-bukan."
"It's okay, sayangg." Dewa mengusap pelan kepala istrinya. "Savira juga udah bilang kalo dia ga masalah kan. Ga usah kamu pikirin yang masalahnya udah selesai. Tenang aja ya, sayangg." Laki-laki dewasa itu meninggalkan kecupan hangat di kening wanitanya.
Dewa memeluk sang istri erat-erat. Dibalas sedemikian eratnya oleh Shera. Perempuan itu meletakkan kepalanya di dada bidang sang suami.
"Aku jadi pengen main sama mba Vira deh, mas. Biar dia ga sedih lagi."
"Iyaa, nanti mas bilangin ke Savira ya supaya ngajak kamu main." Shera mengangguk setuju.
"Aku pengen main sama anak-anaknya, mas. Kayaknya lucu main sama anak-anak gitu." Perempuan muda itu membayangkan betapa serunya bermain dengan anak-anak kecil yang masih lucu dan menggemaskan.
"Ah, kalo itu sih mas bikinin aja buat kamu, sayang. Sekarang ada waktu sebelum mas meeting. Mau bikin anak?"
"MASS MESUMMMM!"
———
ditunggu update update selanjutnya 💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
OM DEWA
RomanceDewa si CEO kaya yang tiba-tiba kepincut gadis muda. Gadis menggemaskan bernama Shera, masih menginjak sekolah menengah atas tingkat kedua. Tentu umurnya dengan sang gadis sangat jauh berbeda. Meski demikian, umur tua ia abaikan. Dengan keteguhan ha...