01

2.3K 263 62
                                    

"Jeonghyeonie. Lain kali kamu ikut ya?"

Satu kata terakhir dari Ibunya yang masih terus terngiang selalu setelah kecelekaan yang menimpa orang tua, Ayah dan Ibu pemuda berumur 23 bernama Lee Jeonghyeon itu. Kini pemuda yang sekarang berprofesi sebagai penulis novel itu harus tinggal seorang diri di rumah peninggalan orang tuanya.

Walaupun masih dalam suasana hati yang bersedih tapi Jeonghyeon tetap tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang penulis yang sedang mempersiapkan karya barunya yang lain. Walaupun sebenarnya dari pihak penerbit ingin memberi Jeonghyeon libur tapi pemuda itu sendiri yang menolaknya dengan alasan, "Aku tidak ingin terus terlarut dalam suasana ini."

Kini pemuda berambut hitam pekat itu sedang mengadakan pertemuan diskusi dengan editor dari penerbit yang menangangi karyanya nanti. Di sebuah café yang cukup terkenal dan ramai oleh orang-orang yang sekedar ingin mengobrol menghabiskan waktu dan memesan kopi yang terkenal dari café tersebut.

"Ini, silakan. Bahan buku-buku yang kamu minta." Ujar editor Jeonghyeon yang bernama Park Hanbin itu, mereka seumuran.

"Terimakasih." jawabnya datar sambil mengecek buku yang dibawakan oleh editornya itu.

"Jeonghyeon memang suka sekali membaca buku ya, banyak sekali buku yang sudah kamu baca sejak kemarin. Jadi, bagaimana? Apakah ide untuk karya barumu sudah terpikirkan?" tanya Hanbin antusias.

"Enggak, masih belum." Jeonghyeon menghela napas gusar karena ramainya suasana café disana.

"Membaca untuk referensi juga hal yang bagus. Tapi kalau berada di luar rumah mungkin ada beberapa hal di sekitarmu yang bisa memicumu. Ngomong-ngomong juga tempat ini juga sangat populer loh, untuk pertemuan berikutnya kita bertemu disini sa-"

"Park Hanbin." Jeonghyeon menutup bukunya dengan keras lalu kembali memasukkan buku-buku tadi ke dalam tempatnya semula.

"Nee?"

"Apa kamu menjadi editor hanya untuk mengangguku?"

"Eoh?"

"Teganya dirimu membawaku ke tempat yang ramainya seperti ini. Kebisinginan ini membuatku tidak bisa berpikir jernih!" sungut Jeonghyeon sedikit kesal.

"Jeonghyeon..."

Pemuda dingin yang tidak suka keramaian itupun berdiri dari kursi tempatnya duduk, "Kalau begitu aku pamit sekarang. Terimakasih juga untuk bukunya, aku akan membacanya dengan baik." Ucapnya lalu berjalan meninggalkan Hanbin seorang diri di mejanya.

Hanbin memandang punggung Jeonghyeon yang semakin menjauh di tengah keramaian sambil tersenyum geli, "Dia melampaui perkiraanku."

Lee Jeonghyeon, seorang penulis novel bergenre misteri. Dia cukup eksentrik dan tidak suka bertemu orang lain apalagi jika itu di tempat umum yang terdapat banyak orang. Editor sebelumnya memilih menyerah karena tidak sanggup untuk berurusan dengan sifat Jeonghyeon.

Sebelum kembali pulang ke rumah Jeonghyeon memutuskan untuk membeli sebuket bunga dan membeli beberapa makanan untuk di persembahkan di makam orang tuanya, sudah satu minggu lebih sejak kematian orang tua Jeonghyeon.

"Rasanya aku ingin hidup di pulau terpencil dan dikubur oleh buku saja." Gerutu Jeonghyeon setelah ia turun dari bis yang cukup ramai tadi. Ia menghela napas malas lalu berjalan menuju pemakaman kedua orang tuanya seorang diri.

"Sebenarnya Ayah dan Ibu selalu mengajakku untuk pergi keluar bersama. Tapi kalau pergi keluar itu berarti akan bertemu dengan orang lain, dan itu sangat mengangguku." Gumam Jeonghyeon seorang diri sepanjang perjalanan ke pemakaman.

[✓] Learn To Meow 学猫叫 😼 | JeongRi ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang