:: 16 : THE NIGHTMARE ::

552 45 7
                                    

Tubuhnya segera bungkas dari atas kursi serta merta merenggangkan jarak dari hadapan cermin dengan tanduk rusa di atasnya. Napasnya terputus-putus bersaingan dengan detak jantung dan tubuh lemah gemulai serupa puding.

Peristiwa yang baru saja ditonton jauh dari kelogisan pikir. Insiden buruk yang merenggut nyawanya dijalankan oleh temannya sendiri, oh Tuhan betapa konyolnya. Bagaimana bisa cermin itu menayangkan insiden demikian? Apakah semua ini ada kaitannya dengan sihir? Tidak mungkinkan ini sebuah spoiler epilog kehidupannya masa kemudian?

Uh sial. Semua orang di sini sangat aneh.

Ia beringsut menengok Kai di sudut ruangan yang saat ini tengah menatapnya betul-betul. Untuk sesaat Jake menggoyangkan kepala ke kiri dan kanan sebagai pemberitahuan pelik bertumbukan dengan denyutan. Sepasang netranya terkatup rapat sembari menopangkan tubuh pada tembok.

Tolonglah, Jake baru saja terjaga.

"Jake."

Yang dipanggil tak mengindahkan. Ia sedang berupaya menata staminanya yang ropak-rapik lantaran peristiwa tadi. Tubuhnya perlahan merosot dan beradu dengan lantai. Dirinya tak menampik rasa dongkol yang kian melembak hampir-hampir menggila.

"Jake."

"Diem bangsat!"

Matanya membelalakkan garang siap melalap si pengusik ketenteraman. Akan tetapi untuk sesaat Jake terperangah satu hal, Kai kan tidak bisa bicara. Lantas siapa yang baru saja memanggil namanya?

Sial, apa lagi ini?

Di sudut ruangan Kai menghela napas, melantas berjalan menghampiri Jake yang tengah duduk terperangah di atas lantai lalu berinisiatif mengambil satu gelas air kemudian menyerahkannya.

Sedang yang diberi malahan memandang gelas sangkar berisi air tersebut dengan pikiran melayang kemana-mana. Kai mengecamkan, Jake masih kegoncangan.

Tadi, entah bagaimana bisa Jake kedapatan pingsan di dalam kelas saat melangsungkan jadwal piketnya. Well...sejujurnya alasan Jake bisa pingsan karena ia merasa tengkuknya dipukul oleh benda keras secara tiba-tiba. Jake tak tahu menahu siapa dan kenapa orang itu memukul, kesadarannya terputus setelah pukulan itu dilayangkan.

Lima menit kemudian Kai datang tergopoh-gopoh lalu membawanya ke kamar dan mendudukkannya di atas kursi yang menghadap langsung ke depan cermin dengan tanduk rusa di atasnya.

Ya, berbeda dengan orang pingsan pada umumnya, Kai tidak membaringkan tubuh Jake di ranjang. Malahan jalan yang ia ambil adalah mendudukkan tubuh Jake di kursi yang menghadap cermin, bahkan saat Jake tersadar ia langsung diperlihatkan peristiwa saat dirinya mati di tangan Yedam.

Gila memang.





Ayo minum dulu.





Sticky note berwana hijau limau dengan gambar kelinci di bawahnya tersodor di hadapan Jake. Lelaki tersebut mengerutkan kening serta merta tatapan yang beralih pada temannya tersebut.

"Tolong jelasin sama gue...maksudnya apaan? Yang di cermin itu, gue mati? Maksudnya gimana?"

Oh tentu saja Jake bersoal setelah dirinya menjadi pemeran utama yang berakhir mengenaskan dalam peristiwa di dalam cermin tersebut. Tentu, memangnya siapa juga yang tidak bertanya-tanya jika ada di posisi Jake?





Semuanya bohong.





Tunggu─apa?





Semuanya bohong. Nggak ada yang bisa di percaya.





Jadi semua yang tertera di cermin tadi hanya main-main? Sungguh permainan kata Hueningkai ini mulai pelik. Jake harus lebih ekstra mengartikannya.





Jake kalau lo percaya, kejadian kayak di cermin tadi bisa aja terjadi sama lo. Bahkan kedua saudara kembar lo juga bisa keseret.





"Maksud lo apa anjing?!" Emosinya terkobar tatkala kedua saudaranya terbawa-bawa.

Jake mencengkram kedua kerah seragam Kai serta merta membangkitkan tubuhnya siap melayangkan hantaman di wajah temannya tersebut. Tak peduli ia akan mendapatkan penalti atas tindakannya, Jake hanya tak suka jika saudaranya ikut tergiring dalam peristiwa gila seperti tadi.

Sedari tadi Jake sudah berupaya panjang hati memaksudkan segala untaian selit belit yang terjadi. Namun tampaknya Kai berusaha untuk mengumpan Jake agar memberikan apresiasi seperti pukulan benda tumpul di wajahnya. Untung saja Jake masih bisa membendung reaksinya. Jiwa pemukul si kakak belum sepenuhnya turun temurun pada Jake.

"Nggak jelas banget lo anjing!"

Tubuhnya terhempas dua meter karena dorongan Jake. Kiranya geram atau meladeni perbuatan Jake, respons lelaki tersebut malah tersenyum jauh dari asumsi. Oh ya, memangnya Hueningkai ini tipikal lelaki yang pandai beradu buku tangan?

Sejujurnya tidak, jikalau pun pandai...Taehyun pasti lebih pandai.

Lain sisi lelaki itu malah repot menata seragamnya yang serbah-serbih karena cengkraman brutal Jake beberapa waktu lalu. Setelah selesai, ia kembali menulis di sticky note sebelum diberikan pada Jake.





Gapapa, gue ngerti Jake. Mungkin emang belum waktunya, tapi gue bakal tetep berusaha.





Ia menepuk bahu Jake pelan sebelum akhirnya bertolak dari sana menyisihkan Jake yang termangu seperti orang kehilangan akal.

Yang ditinggalkan memejamkan kedua matanya, denyutan di kepalanya semakin terasa nyaris meledak-ledak beriringan dengan tubuhnya yang kembali roboh. Rentetan peristiwa aneh di cermin tadi melintas faktual tanpa rekayasa semata, seakan menerangkan gambaran kelak saat dirinya harus berpulang, oh tapi benar-benar. Apa tidak ada cara lain selain itu? Kenapa harus dibunuh?

Sialnya jiwa-jiwa overthinking Jake menyeruak hampir-hampir merajalela. Tujuannya datang ke sini hanya untuk mencari ilmu sekaligus membangun personalitas baru, bukan untuk sewenang-wenang menyerahkan nyawa sendiri pada temannya untuk dilahap dengan benda tumpul.

Dear Lord, it is important to keep our head clear and avoid thinking irrational.

Lagi pula untuk pulang secepat ini seperti bukan buah pikiran yang cemerlang. Masih banyak hal yang harus Jake jalankan, salah satunya membawa kedua saudara kembarnya pergi dari tempat pelik ini. Mendadak keadaan batin Jake terserempak buruk, takut-takut hal yang tidak diinginkan terjadi pada kedua saudaranya lebih-lebih lagi setelah mengecamkan tutur kata Kai tadi.

Akan tetapi...bukankah takdir kematian ditentukan oleh Tuhan? Jadi kenapa Jake harus takut? Tapi bagaimana jika mendadak manusia di sini bergaya layaknya penguasa bumi serta merta penentu kematian seseorang? Bukankah itu mengerikan?





Semuanya bohong. Nggak ada yang bisa di percaya.





Tulisan Hueningkai melintas di gulungan kegelisahan raga. Jadi siapa yang harus ia percaya dan apa yang tidak boleh ia percaya? Bukankah semua ini terlalu rumit? Atau memang pada dasarnya Jake saja yang memperumit semuanya?

Sungguh Jake pusing, dia bahkan sampai lupa bahwa dirinya harus berada di ruang kesehatan untuk menjaga Sunghoon sekarang.

"I'm still puzzled as to why he said that." Kata Jake menghela napas kasar sembari memijit pelipisnya pelan. "God, may i still be given a long life."

Jake berdiri dari duduknya, berjalan keluar dari kamar Kai dengan pikiran yang kalut sampai tidak menyadari bahwa di belakang tubuhnya sekarang ada seseorang yang tengah mengikutinya dengan tangan membawa pisau daging.

Dengan usil ia memainkan pisau sembari terkikik, mengarahkan pada Jake tanpa ada niatan untuk dilempar. Seperti sedang mencari sasaran, bagian tubuh mana yang ingin ia ambil.

























































"A head with a face like that, it would be beautiful to make a mask...or a display in the main room? hehe."

ASRAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang