:: 22 : THE HEAD FELL ::

289 30 3
                                    

Sunghoon duduk ditepi ranjang sembari menarik atensi pada penghuni baru di ruang kesehatan yang kehadirannya sempat menggegerkan selingkung beberapa jam yang lalu. Ia mengernyit pelik menonton tubuh yang tengah telentang tak sadarkan diri tersebut, di dahinya melekat perban guna menutup luka yang menjadi kunci utama terjadinya kolaps sampai detik ini berujung metode pemberian cairan harus dilakukan melalui pembuluh darah.

Terhitung sudah tiga hari Sunghoon menjadi penghuni tetap di ruang kesehatan ini, selama ia sakit ranjang di sampingnya hanya menjadi dekorasi prosais tanpa ada seseorang yang berniat menempati untuk sekedar pemeriksaan kesehatan sebentar. Ia bahkan tak tahu huru-hara dunia luar selama tiga hari ini, kedamaian di tempat ini membuatnya terlena sampai melupakan fakta bahwa sedari tadi dua saudara kembarnya belum juga berkunjung.

Namun kata kedamaian tersebut terserempak amblas setelah dua orang datang berserakan secara mengejut ke ruang kesehatan sembari membopong tubuh yang kondisinya lumayan buruk. Ruangan bertukar gaduh karena salah satunya memekik berulang, darah yang berasal dari dahi sang korban menetes sampai mendatangkan bau anyir merebak keseluruhan memperburuk situasi. Bahkan dua pengantar Minhee tak mengecamkan eksistensi Sunghoon karena terlalu repot dengan keadaan si korban.

Sunghoon tak pandai memprediksi namun jelas sekali perbentrokan baru saja terjadi dengan Minhee yang menjadi korban utama. Entah siapa orang yang berhasil membuat pemakan bangkai tikus ini ambruk, yang jelas Sunghoon merutuk pada seseorang tersebut karena hal ini ranjang di sisinya ditempati. Nasib lagi-lagi tak berpihak padanya karena kembali mempertemukan mereka setelah kejadian tempo hari itu. Minhee betul-betul merusak suasana hati serta kedamaian di ruang kesehatan ini, tekadnya untuk mengikuti kelas privat seperti bukan ide buruk dari pada mentalnya harus kembali menjadi incaran.

Setidaknya selama dua belas bulan berikutnya harus digunakan untuk melindungi kejiwaan.

"Sunghoon, sudah malam. Kenapa belum tidur?"

Yang dipanggil naluriah menoleh sebentar ke arah wanita yang berdiri di ambang pintu sebelum berpaling atensi pada jam dinding di sudut ruangan. Sunghoon tergemap sepintas saat kembali bersemuka dengan Arianne yang telah merawatnya selama sakit. Jam dinding hanya sebagai bentuk kisaran semata karena tak tahu harus berbuat apa pada wanita yang bermetamorfosis seperti Jennifer terbitan apik selama tiga hari ini. Barangkali kata maaf ataupun terima kasih hendak terucap, rasa-rasanya ia harus lebih giat melancarkan.

"Kamu butuh sesuatu?" Lantunan tuturan dari sang dara kembali membahana lirih seakan menjumpai keanehan membuat Sunghoon hanya bisa menggoyangkan kepala ke kiri dan kanan sebagai respons.

Sialnya sekarang Sunghoon berdegub bagai dijumpai dengan sosok terkasih yang sudah lama menyorok. Andai sang bunda bisa berpembawaan sejelita ini, mungkin Sunghoon tak akan rindu dan melamunkan kehadirannya. Sunghoon enteng menebak bahwa dua wanita tersebut segenerasi walaupun aura keduanya bertolak belakang, ia tak berniat membandingkan namun meskipun sang bunda memiliki aura gelap tapi ia lah yang paling berjasa dalam hidup Sunghoon setelah surat gugatan tergolek di hadapannya.

Helaan napas panjang terdengar menggundahkan setelah Sunghoon kembali merenung yang lalu. Arianne mengecamkan dengan mudah, ia menutup pintu perlahan sebelum melangkahkan kaki bergerak maju bermaksud mempertanyakan.

"Sunghoon?"

"Enggak."

Sunghoon merespons bahwa dirinya tak membutuhkan apapun saat ini padahal dalam hati ia mendamba kehadiran sang bunda. Namun apa boleh buat, tak mungkin Jennifer sudi menyetir jauh-jauh ke sini jika yang terluka bukan si sulung. Pada dasarnya Sunghoon hanya perlu sedikit sadar diri.

Arianne mengukir senyum sekaligus menahan gelak tawa menggelitik saat mengamati Sunghoon sedang berupaya menutup-nutupi wajah murungnya yang sayang sudah berhasil Arianne lihat. Anak ini menjurus pemalu, sangat berbeda jika sudah bergerombol dengan dua saudara kembarnya. Wajahnya mudah memerah hanya untuk hal-hal kecil, sangat mirip dengan Jennifer saat masih sempurna akal.

ASRAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang