:: 01 : MOM'S DECISION ::

964 80 0
                                    

"Bun...aku bakal ngelakuin apa aja yang bunda mau asalkan jangan kirim kita ke asrama."

Jake mendadak menjadi pahlawan heroik di hari keberangkatan sembari mengekor bundanya yang tengah sibuk memasukkan beberapa koper yang berisi perlengkapan mereka bertiga ke dalam bagasi mobil. Beberapa kali ia memohon dengan tatapan sendu harap-harap sang bunda bisa luluh dan gagal mengirim mereka ke asrama.

Meski tahu memohon pada Jennifer bukanlah perkara mudah namun, apa salah ia mencoba? Jake yakin ia berhasil. Jikalau berhasil ia berjanji akan memukul Sunghoon saking bahagianya, tapi jika gagal...ya sudah, Jake tetap akan memukul Sunghoon karena kesal.

"Bun,"

"Semuanya udah dibawa? Nggak ada yang ketinggalan kan?" Tanya Jennifer membalikkan badannya guna bersirobok dengan sepasang netra Jake.

Jake menelan ludah gugup. Berusaha membuat mimik wajah menyedihkan guna memperlancar drama yang ia mainkan, Jake siap menyelamatkan kehidupannya dan saudara kembarnya meski terselip keraguan.

"Bunda please, kali ini aja dengerin permintaan aku bun. Aku bakal ikut olimpiade piano lagi setelah ini atau apapun yang bunda mau."

Alih-alih menjawab, Jennifer justru menatap penjuru lain. Dirinya nampak mencari-cari sesuatu tanpa ada niatan menggubris pengharapan Jake.

"Kakak sama adikmu mana? Kenapa belum keluar?"

"Bun, kindly just this once."

"Kalau nggak cepet keluar, nanti kita telat. Kalian ini bisa tepat waktu nggak sih?"

Demi tikus di dalam toque blanche, wanita ini selalu saja mengalihkan perbincangkan mereka. Demi Tuhan, apa Jennifer ini tidak memahami serta menghargai setiap kata yang Jake bubuhkan sedari tadi? Apakah segala perkataan Jake hanya diibaratkan kabar dengkul saja? Oh sial, ingin sekali Jake memukul paras jelita Jennifer jika tidak ingat bahwa dia adalah bundanya.

Tapi tidak Jake, jangan buat dirimu di kerama jadi batu.

"Bunda emang nggak pernah berubah. Masih tetep egois." Kata Jake seiring dengan tatapannya yang berubah. "Egois, pantes aja ayah minta cerai."






PLAK!!






Lebih buruk dari tikus di dalam toque blanche, kepala Jake segera berpaling ke samping setelah mendapatkan penghargaan seperti biasa yaitu sebuah tamparan keras karena ucapan fakta yang ia sampaikan secara lugas tanpa rem.

Penghargaan itu membekas bahkan berdenyut nyeri sebelum merebak keseluruh tubuh mengakibatkan kepalanya berputar. Ah, lain kali Jake ingin penghargaan selain tamparan, ia bosan dengan yang satu ini saking seringnya didapat.

"Masuk ke mobil, bunda mau panggil kakak sama adikmu."

Jennifer memandang garang sebelum berlalu dari sana meninggalkan Jake dengan penghargaannya yang masih terasa panas. Kepalan tangan Jake semakin erat, bersaingan dengan dadanya yang bergemuruh lantang.

Selalu saja begini, selalu begini jika Jake menyampaikan fakta pada Jennifer. Wanita itu seperti enggan dipandang sebelah mata, sosoknya ingin selalu dikenal sebagai wanita baik tanpa dosa. Sangat berbanding terbalik dengan segala perbuatannya.

Memang tidak sadar diri, Jake pun dongkol.

Kepalanya menengadah, kedua matanya terkatup seiring dengan helaan napas yang terhembus. Nyatanya aksi heroiknya tidak membuahkan hasil bahkan dihargai saja tidak. Jake benar-benar gagal, seharusnya memang ia tidak bermain-main dengan wanita tersebut.

Setelah ini, apa yang akan terjadi maka terjadilah, Jake sudah muak. Berusaha pun tidak ada hasilnya, kecuali penghargaan seperti tadi yang ia dapat. Sialan memang.

"Brengsek banget ni hidup."

ASRAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang