:: 26 : THE REAL MONSTER ::

173 18 4
                                    

Jay mengusap peluh yang melimpahi hampir seluruh wajahnya sekali lalu menarik napas dalam-dalam dengan upaya mengutik-ngutik telepon kabel tak menguntungkan ini. Ia hampir naik pitam dengan tubuh merunduk di bawah meja, sayang sekali Jay bukan ahli dalam dunia elektronika sampai-sampai telepon kabel tersebut semakin rusak akibat kekeliruannya dalam membetulkan.

Ia menduga selain karena kekeliruannya dalam membetulkan, kerusakan ini juga terjadi karena benda ini sudah termakan usia lantaran beberapa kabelnya sudah berkarat. Hal tersebut tentu disayangkan sebab Jay sudah menyiagakan nomor darurat polisi namun terbukti, ketetapan kali ini bertentangan dengan keinginannya.

"Arghhh sialan! Benda nggak guna gini kenapa pakai dipajang segala anjir? Mau pamer?"

Ia memprotes sebal. Mengembalikan benda tersebut ke tempat semula dengan sedikit bantingan sebelum memukul kepalanya kuat-kuat karena merasa jengkel dengan segala upaya yang berakhir tanpa hasil selama satu jam lebih ini. Jay mendengus keras sebelum mendongakkan kepalanya untuk meredakan amarah yang hampir berkobar.

Sialnya, telepon kabel di sini tidak berfungsi dengan baik, mereka hanya menjadi hiasan ruangan yang menurut Jay sangat kolot. Memamerkan benda mati untuk menarik perhatian banyak orang? Oh ayolah, Jay bahkan tidak akan tertarik jikalau keadaan yang tidak memaksa. Rencananya untuk menelpon polisi sebagai bentuk pembebasan gagal total, tentu saja semua karena telepon kabel tersebut tidak tersambung sama sekali dengan jaringan telepon.

Sungguh, semestinya perkara ini tidak mengherankan sebab menengok dari beberapa perspektif asrama ini benar-benar butut.

"Oh Lord, i beg you because i want to be free from this prison." Ujar Jay memohon sembari menyenderkan tubuhnya ke dinding ruangan yang lembab.

Ia memandang selingkar ruangan Arianne. Mengabaikan keadaan di luar sana yang sudah semakin gelap karena matahari baru saja terbenam di tepi langit, Jay bersungguh-sungguh untuk tidak mengacaukan ruangan kumuh yang dilengkapi dengan barang-barang elektronik kuno ini. Acuh tak acuh dengan perbuatan menyelundupnya sekarang, Jay bahkan tak memperoleh profit sedikitpun dalam tujuan ini. Malahan energinya terkuras habis lantaran ripuh memperbaiki telepon kabel yang harapannya dapat menghadirkan angan-angan kelepasan.

Sial, mungkin tengah malam nanti Jay akan menyeret paksa dua adiknya untuk kabur dari tempat ini karena rencana awalnya gagal bahkan sebelum dijalankan. Persetan dengan jalur perjalanan yang belum dipahami, Jay selalu percaya akan ada arah untuk setiap langkahnya. Mereka bersama Tuhan dan ia yakin mereka akan terlepas dari perangkap ini, setidaknya untuk kembali menempuh kehidupan normal tanpa diketuai meskipun harus segelintir prihatin.

"Oh, for fuck's sake!"

Jay beranjak dari tempat setelah memasukkan ke dalam saku pisau paring knife yang diambil dari dapur asrama. Sepantasnya itu tidak mengagetkan kenapa banyak sekali pisau di sini, jelas sekali karena penghuni sekitar doyan menyantap hidangan sejenis daging. Tidak akan kelihatan jika salah satu pisau hilang saking berjibunnya, lagi pula Jay memerlukan benda ini saat berkecimpung dalam kesibukan membereskan kabel telepon.

Jangan tanya kenapa di antara banyaknya pisau Jay memilih paring knife, mungkin karena ukurannya lebih kecil dari pisau-pisau yang lain dan ayolah, tidak mungkin Jay membereskan kabel telepon menggunakan pisau cleaver knife. Tidak, benda satu itu favorit Arianne dan Jay yakin jika salah satunya menghilang maka wanita tersebut akan menyadari.

Dan ah! Ini berbahaya jika Jay terlalu lama di dalam sini, mana tahu Arianne akan datang sesibuk apapun kegiatannya di dapur tapi, sejak kapan wanita tersebut menjadi juru masak? Bukankah dia adalah seorang guru? Kurang ajar, berhenti berpikir hal lain dan tutup pintu ruangan itu segera Jay, ini sudah terlalu lama untuk kelonggaran nyawamu.

ASRAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang