26. Impact

1.8K 275 121
                                    

Setelah suara Tuan Lee menghilang, sepertinya menjauhi pintu. Jeno dan Jaemin hanya bisa menghela napas mereka, segala emosi marah mereka lenyap tiba-tiba. Ganti hening yang menjadikan suasana antara keduanya menjadi kaku, mereka hanya bisa saling melempar tatapan sinis—sekilas. Karena keduanya tak bisa saling menatap lama dengan suasana canggung itu.

Si kakak membalik tubuhnya, berjalan mendekati meja kerja ayahnya lalu menduduki kursi kerjanya. Memutarnya untuk membelakangi posisi Jaemin, enggan menatap kembarannya.

Jaemin pun kini mendudukan dirinya di atas kursi kecil yang biasa dipakai untuk orang yang mengunjungi ruangan sang ayah untuk membicarakan soal pekerjaan.

Setelah itu ruangan kerja itu kembali diisi keheningan, keduanya dengan pikiran masing-masing.

Jeno memijit pelipisnya pelan, sekarang berduaan dengan Jaemin terasa sangat tidak nyaman. Padahal dulu mereka biasa saja untuk saling berbagi kamar sekalipun kalau tengah berada di luar rumah, seperti menginap di rumah kakek nenek mereka. Tapi semenjak terungkapnya perasaan Jaemin yang dimilikinya untuk Renjun, Jeno tak bisa menatap Jaemin sebagai adiknya lagi. Ia menatap Jaemin seperti seorang musuh, karena beraninya Jaemin berkhianat atas apa yang ia percayakan padanya.

Sekarang ia mencoba mencari cara agar ia dan Jaemin tak terus menerus berakhir saling pukul, karena urusan Renjun. Seperti yang diucapkan mamanya, harusnya ia dan Jaemin memperbaiki hubungan mereka yang sudah kacau ini. Tapi menurutnya satu-satunya cara untuk membuat mereka kembali baik-baik saja adalah mengembalikan semua hal pada tempatnya.

"Harusnya semua kembali pada tempatnya, maka kita akan kembali baik-baik saja seperti dulu." Jeno memecah keheningan, sementara tubuhnya tetap tak mau menghadap Jaemin.

Jaemin yang sejak tadi memikirkan cara membujuk papanya agar mengeluarkannya, kini mendongak. Maksud Jeno dengan kembali pada tempatnya itu apa?

"Sekarang bahkan mama sudah mengembalikan semuanya pada tempatnya, Renjun tak dalam jangkauan salah satu dari kita." Sahut Jaemin.

Karena Renjun yang sekarang tak lagi bersama Jeno, mengingat cincin tunangan mereka pun sudah dikembalikan submisif itu pada Jeno. Jaemin sudah memikirkan rencana, upaya untuk memiliki Renjun. Setelah putusnya pertunangan Jeno dan Renjun, rasanya Jaemin bisa jadi lebih leluasa mendekati Renjun.

Tapi rencana Jaemin seolah berusaha dihancurkan begitu mendengar ucapan Jeno.

"Kau kembali ke London, telan penolakan yang Renjun berikan. Dan aku tetap menjadi tunangan Renjun."

Dengusan Jaemin terdengar, jadi maksud kembali pada tempatnya versi Jeno itu begini? Ini namanya mencoba mendapat tempat bagus sendiri. Jaemin tak suka itu.

"Dari pada mengembalikan semuanya pada tempat semula, akan lebih baik kalau membuat tempat baru dari sebelumnya. Kau asinglah untuk Renjun, dan aku akan memeluk Renjun semauku." Setelah Jaemin mengatakan itu Jeno memutar kursinya, ia kini menatap Jaemin yang menatapnya tak takut.

Kadang Jaemin pun berpikir kenapa ia bisa jadi selancang ini pada kakaknya, tapi memang seperti inilah yang Jaemin ingin lakukan. Melawan sang kakak yang tak mau mencoba mengalah padanya.

"Kau ini benar-benar tak tau malu!" Jeno mengepalkan tangannya, dengan rahang yang mengeras.

Jaemin tersenyum tipis. "Ya, lagi pula untuk apa. Disaat kenyataannya Renjun juga membalas perasaanku, aku tak perlu malu."

"Karena sikap tak tau malumu itu, mama jadi mendorong Renjun pergi." Jeno mengungkit sikap mama mereka yang sekarang tak menginginkan Renjun.

"Harusnya kau sadar diri! Kau itu yang membuat mama tak suka pada Renjun, karena jadi penyebab kau begitu mudah melayangkan pukulan." Jaemin mendengar jelas alasan mama menjauhkan Renjun adalah karena menurutnya Renjunlah penyebab segala kekacauan yang ada.

Forgetting You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang