Allaric bergegas keluar ketika Aurora dengan nekat keluar dari mobilnya, segera ia ingin menyusul Aurora dan meminta maaf pada tunangannya itu. Ia sadar bahwa apa yang ia lakukan berhasil membuat Aurora ketakutan. Namun baru saja ia akan mengejar Aurora, kerumunan teman-temannya datang memberinya selamat karena berhasil mengalahkan ketua Haczon.
"Minggir" Allaric berusaha membelah lautan manusia itu, namun justru semakin bertambah hingga ia berhasil kehilangan jarak pandangnya terhadap Aurora.
"Lo keren tadi" suara perempuan itu entah mengapa menarik Allaric menuju pusatnya, pandangannya yang semula terarah pada Aurora beralih dengan sempurna. Tatapan Allaric nampak bingung dengan sosok gadis dihadapannya.
Gadis itu tersenyum tipis, seringai tipis ia berikan untuk Allaric. "Kita ketemu lagi" ujarnya.
Allaric mengernyit mendengar perkataan gadis itu, ia kembali mencoba menjauhkan diri dari kerumunan namun gadis itu menahan lengannya erat. "Lepas"
"Gue Vanilla Marvalia, lo bisa panggil gue Vanilla"
Allaric menatap tajam pada Vanilla namun gadis itu seolah tak gentar oleh tatapan tajam Allaric. "Gue nggak peduli" ujarnya dingin sebelum menepis tangan Vanilla.
Vanilla hanya diam, kemudian menyeringai tipis. Membiarkan Allaric pergi menjauhi kerumunan dengan mobil sportnya, telihat laki-laki itu diselimuti amarah yang seolah tak terbendung. Namun Vanilla acuh, ia kembali ketempatnya untuk mulai taruhan mengenai pemenang balapan. Sebelum benar-benar jauh, Vanilla sempat menoleh pada Allaric.
Di sisi lain, Allaric kesal bukan main saat Aurora tidak mengangkat panggilannya. Berulang kali ia mencoba, berulang kali pula ia tidak mendapat jawaban. Allaric merutuki dirinya sendiri, dengan rasa marah yang tak tertahan lagi, Allaric memukul stir mobil dengan kencang.
"Maafin gue, Ra" gumamnya lirih
Mobil sport itu melaju tanpa arah entah kemana, hari semakin larut namun Allaric masih belum juga mampu tersambung dengan Aurora. Dengan cepat ia menepikan mobilnya, mengetikkan beberapa huruf di layar ponsel pintarnya.
"Apaan deh, tumben telpon grup" suara Nathan terdengar dari telpon
"Gue kaget banget lo telpon grup, padahal chat grup aja nggak di bales" gerutu Hendry
"Gue malah mikir dia nggak tau ada fitur ginian" tawa Javier terdengar
"Gur butuh bantuan" suara Allaric nampak parau
"Lo dimana?" Kali ini Gabriel ambil suara
"Gue cek posisi lo dulu" Nathan mulai dengan serius
"Aurora. Lacak ponsel dia"
Semua inti Xavierous terdiam, namun kemudian dengan cepat terdengar suara keyboard yang sudah jelas dari Nathan. "Posisi terakhir nggak jauh dari lo, tapi setelah itu mati" jawaban itu membuat Allaric berpikir keras.
"Perlu bantuan?" Hendry akhirnya bersuara kembali
"No, thanks" Allaric kemudian mematikan panggilan tanpa menghiraukan para sahabatnya yang mengumpatinya yang sesuka hati mematikan panggilan.
Allaric terdiam sejenak, mengacak rambutnya kasar. "Lo dimana?" Gumamnya
■■■■
Taman kota begitu tenang, hanya gemercik air dari air mancur yang mengisi heningnya malam. Baik Aurora maupun Kai hanya diam, duduk dengan nyaman di bangku taman. Aurora dengan pandangan kosongnya menatap air mancur sementara Kai dengan senyuman tipisnya menatap Aurora.
"Udah mendingan?" Kai memecah hening dengan inisiatifnya.
Aurora hanya diam, "Udah, thanks ya. Lo sabar banget tungguin gue ngelamun di sini" senyum Aurora merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
FantasyAurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "Aku harus apa untuk benci kamu, Ar?" Tanya Aurora lirih hingga bahkan Aric pun kelu menjawabnya "Vanilla selalu jadi kesukaan kamu, right?" ...