31| Endings must Happen

48.5K 3.6K 125
                                    

Langit semakin meredup, pun pula matahari yang mulai menyembunyikan dirinya. Senja menjadi saksi bisu antara Alyssa dan Nathan yang saling berhadapan namun masih sibuk dengan diam mereka, baik Nathan maupun Alyssa belum ingin membuka suara untuk sejenak memecah hening diantara keduanya.

"Nath, kamu mau ngomong apa?" Tanya Alyssa pelan. Akhirnya keheningan itu dipecah oleh Alyssa, pertanyaan yang sayangnya mendatangkan hening kembali diantara keduanya.

"Apa kita bener-bener nggak bisa?"

Nathan menatap nanar pada Alyssa yang tersenyum menatapnya, "Sejak beberapa minggu terakhir, aku nggak bohong kalau aku nyaman sama kamu, Nath. Aku suka semua waktu yang kita lalui bersama, aku suka semua kenangan yang kita buat-"

"-tapi, ada kalanya semua cerita tentang kita, cukup untuk jadi kenangan tanpa bisa kita nikmati sampai akhir"

Akhir-akhir ini, Nathan dan Alyssa memang dekat. Keduanya menjalin hubungan yang mereka kira akan berakhir indah, mencoba mendekatkan dua insan yang terhalang tembok tinggi nan kokoh. Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, itulah kiasan yang mampu menggambarkan hubungan keduanya. Bukan tidak mungkin, namun juga tidak bisa dikatakan mungkin. Hubungan yang rumit tanpa jalan keluar, hubungan yang meski terbantu oleh dua Tuhan yang berbeda namun akan selalu berakhir dengan pahit.

"Aly, kita bisa jalani dulu. Kita cari jalan keluarnya nanti, pasti ada jalan-"

Alyssa menatap Nathan dengan lelehan bening yang siap tumpah saat ia berkedip. "Jalan keluar apa yang kamu maksud? Salah satu dari kita meninggalkan Tuhan kita?"

Alyssa menangis, hatinya sakit. Penyesalan menyeruak dalam hatinya, kenapa harus Nathan? Kenapa cintanya harus berlabuh pada sesorang yang tak bisa ia miliki? Mengapa harus seseorang yang bukan digariskan untuknya?

Alyssa diam-diam beristigfar di dalam hatinya, menyebut nama Allah karena telah menyalahkan sebuah pertemuan yang sudah di gariskan Sang Pencipta untuknya.

"Nath, aku salah. Aku harusnya nggak jatuh cinta sama kamu" isak Alyssa pilu, tangisnya akhirnya pecah. Pun pula Nathan yang dengan sigap memeluk Alyssa, mengabaikan Alyssa yang memberontak dalam pelukannya.

Keduanya terluka, namun akan semakin terluka ketika hubungan ini terus berlanjut. Alyssa mencintai Nathan, pun pula Nathan yang mencintai Alyssa.

"Alyssa, aku nggak akan salahin waktu pertemuan kita. Bahkan sekalipun enggak, aku bersyukur Tuhan pertemukan aku sama cewek bawel yang tiba-tiba ngatain aku bodoh bahkan disaat kita masih asing" senyum Nathan mengembang, ia mengurai pelukannya pada Alyssa lantas menghapus jejak air mata pada pipi Alyssa.

"-kamu berhasil, Aly. Kamu berhasil buat aku penasaran setelah pertemuan pertama kita, buat aku mati-matian cari kamu" kekeh Nathan dengan mata yang telah memerah menahan bulir bening jatuh ke pipinya.

Alyssa menangis, ia tertunduk dengan isak tangis yang tak mampu ia bendung. Hatinya seperti diremas oleh kenyataan yang begitu telak, rasa sakit itu semakin terasa hingga Alyssa pun tak mampu mengeluarkan sepatah kata untuk Nathan.

Digenggamnya tangan dingin Alyssa, kemudian menangkup pipi Alyssa. "Maaf, harusnya aku berhenti ketika tau kamu dan aku berbeda. Harusnya aku sadar posisi kita, harusnya-"

Alyssa menggeleng, menatap Nathan dengan penuh rasa sakit. "Kalau semua harusnya itu terjadi, gimana aku bisa kenal kamu, Nath? Gimana bisa aku bertemu cinta aku?" Lirihnya.

Takdir seolah menertawakan mereka, dua insan yang berbeda namun terikat pada rasa yang sama. Awal pertemuan yang manis, namun harus berakhir apapun keadaannya. Pahit, namun juga akan semakin pahit jika terus berlanjut.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang