Hening menyelimuti perjalanan Nathan dan Aurora menuju rumah sakit tempat dimana Allaric dirawat. Baik Aurora maupun Nathan sibuk saling berdiam diri, tidak membuka suara maupun membuka topik pembicaraan.
Aurora yang merasa kasihan pada Nathan pun sejenak berdehem. Mencoba membuka obrolan agar Suasana tak bergitu canggung diantara keduanya, namun baru saja Aurora akan membuka suara, Nathan lebih dulu sampai di basement rumah sakit tempat di mana Allaric di rawat.
"Ra, udah sampai"
Aurora hanya diam, "Nath, lo adalah orang baik. Alyssa bukan orang yang gampang untuk jatuh cinta, tapi lo berhasil buat dia sesayang itu sama lo. Artinya, ada ketulusan lo berhasil luluhkan Alyssa"
"Makasih, Ra"
Aurora tersenyum, "Jatuh cinta itu nggak pernah salah, perasaan lo ke Alyssa nggak salah. Tapi kalian juga memang harus mengerti, cinta aja nggak cukup untuk kalian bersama"
Nathan menatap Aurora lekat, lantas mengangguk pelan. Senyuman manis terbit di bibir Aurora yang dibalas serupa oleh Nathan.
■■■■
Pintu rawat inap Allaric terbuka, terlihat jelas sosok Allaric dan inti Xavierous yang sibuk berbincang serius. Senyuman pucat Allaric menyambut Aurora, manik abunya menatap tepat pada manik hazel Aurora.
Kaki Aurora semakin mendekat pada Allaric, senyumannya merekah layaknya bunga yang baru saja mekar. Saat Aurora telah berada dekat dengan Allaric, langsung saja tangannya digenggam erat oleh Allaric kemudian diciumnya pelan punggung tangan Aurora.
"Kita keluar dulu, kalian butuh waktu" sela Gabriel yang tanpa menanti jawaban Aurora maupun Allaric, ia langsung saja keluar meninggalkan ruang inap bersama dengan inti Xavierous lainnya.
Aurora terdiam memandang pintu yang kini telah tertutup kembali, pandangannya teralih ketika Allaric menariknya hingga jatuh terduduk di tempat tidur rumah sakit yang Allaric tempati.
"Kenapa?" Tanya Aurora pelan sambil menatap Allaric yang kini hanya berjarak beberapa centi darinya.
"Kamu minta kejujuran aku, kan?"
Aurora diam, namun ada keseriusan dalam manik hazelnya. Allaric tersenyum, tangannya terulur mengusap lembut pipi kanan Aurora, senyuman pucatnya terasa begitu manis namun juga sayu.
"Kamu mau aku mulai dari mana?" Tanya Allaric sambil mengusap pipi Aurora.
"Dari awal kamu ketemu Vanilla"
"Kamu cemburu?" Goda Allaric.
Aurora menatap Allaric lekat, "Bahkan kalau kamu sekarang mau sama dia, aku akan lepasin kamu detik ini juga-" manik hazel itu membius Allaric dalam jurang keseriusan.
"-aku nggak akan pernah tahan kamu, apalagi ketika hati kamu nggak lagi memilih aku"
Manik abu Allaric menatap lekat pada Aurora, aura kepemilikan menguar jelas dari diamnya. Tangan Allaric merangkul erat pinggang Aurora, memaksa Aurora semakin mendekat padanya. Bahkan kini jarak keduanya hanya terbatas centi yang tak mencapai inci, begitu dekat hingga Aurora mampu merasakan hembusan napas Allaric menyapu wajahnya.
"Jangan pernah berharap kamu bisa pergi dengan mudah setelah kamu buat semua tentang kamu jadi bagian terpenting dari aku"
Senyuman terbit di bibir Aurora, "Buat aku bertahan"
"Bahkan tanpa kamu minta" balas Allaric tajam yang hanya dibalas senyuman oleh Aurora.
"Aku mau tau soal Vanilla, apapun yang kamu tau" Aurora hanya terdiam ketika Allaric mengangguk mengiyakan perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
FantasyAurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "Aku harus apa untuk benci kamu, Ar?" Tanya Aurora lirih hingga bahkan Aric pun kelu menjawabnya "Vanilla selalu jadi kesukaan kamu, right?" ...