13| Sweet Male Lead

77.8K 6.7K 297
                                    

Pagi ini terasa berbeda bagi Aurora, kepalanya pusing dan ia sadar jika badannya terasa dingin meski pendingin ruangan di kamarnya telah ia matikan. Dengan parau, ia memanggil mamanya. Aurora lemas hingga seolah tak mampu untuk bangun.

Bukannya sang mama yang datang, tapi justru abangnya yang datang. Axel menyentuh kening Aurora, panas. "Makanya, kalau mau romantis-romantisan tuh neduh dulu" oceh Axel

"Bang, pusing.." rengek Aurora

"Rasain, dasar bocil"

Tak lama, Helena datang dengan buru-buru. Maniknya begitu cemas menatap putrinya yang terbaring pucat diatas ranjang. Dengan segera ia menggeser posisi putranya dan mengecup kening panas Aurora.

"Mama panggil dokter dulu ya, nanti bang Axel izinin Aura ya" ujarnya cemas sambil mengusap kening putrinya. Setelahnya langsung menghubungi dokter pribadi keluarga Haidar.

"Bang, Papa mana?" Aurora mencari sosok papanya. Sekali saja, kali ini Aurora ingin saat ia sakit sang papa ada di sisinya.

Baru saja Axel akan menjawab, seseorang lebih dulu menjawab pertanyaan Aurora. "Maaf ya, tadi papa hubungin om Ben dulu untuk cancel jadwal meeting" sosok Jendra-papa Aurora datang dengan ponsel ditangannya.

"Apa yang sakit? Bilang sama papa"

Aurora tersenyum tipis, hatinya memghangat. Senyuman terukir indah di bibir pucat Aurora, "Pusing, tapi Aurora baik-baik aja"

Jendra mengecup kening putrinya penuh sayang, "Cepet sembuh ya"

Aurora hanya mengangguk dan tersenyum menatap sang papa.

■■■■

Siswa-siswi Oxyzen ramai memenuhi setiap sudut sekolah, mulai dari pintu gerbang, tempat parkir hingga koridor. Tak jarang beberapa murid berlari menghindari kejaran guru BK yang mulai menghadang siswa-siswi yang tidak memakai seragam lengkap.

Di koridor, kaum hawa tak mampu mengalihkan pandangan ketika Allaric berjalan dengan wajah dinginnya. Mereka seolah menahan nafas ketika visual pangeran sekolah itu nampak layaknya pahatan sempurna dari dekat. Namun objek yang menjadi kekaguman mereka justru sibuk berkutat dengan ponselnya tanpa teralihkan sedikitpun.

Allaric sejenak berhanti berjalan di koridor, ia berdecak kesal ketika berulang kali mencoba menghubungi Aurora, namun ponsel tunangannya itu sama sekali tidak aktif sejak semalam.

"Woi minggir!"

Allaric menoleh sambil menggeser tubuhnya satu langkah dari titik semula, namun tetap saja bahunya tertabrak dengan cukup keras oleh sosok perempuan yang terasa tak asing di matanya. Allaric hanya diam saat perempuan itu terjatuh, manik abu itu hanya mengamati dengan seksama apa yang dilakukan oleh si perempuan.

"Bantuin woi, ini malah cuma diem aja kek patung" gerutu si perempuan dengan wajah kesal.

Allaric hanya mengernyit bingung, namun segera ia berlalu meninggalkan perempuan tersebut seolah kehadiran perempuan tersebut hanya angin lalu bagi Allaric.

Melihat Allaric pergi, perempuan itu kesal bukan main. Dasar batu, pikirnya.

"Apa sih liat-liat? Naksir?" Tegasnya galak dengan raut wajah lucu.

Beberapa siswa di koridor bergumam kagum ketika visual perempuan itu berhasil menarik beberapa pasang mata untuk menatapnya, visual yang imut dipadukan dengan ketegasan dan aura yang kuat berhasil membuat siapapun tertarik menatapnya. Apalagi kehadirannya yang tak pernah terlihat di Oxyzen sebelumnya, fakta itu berhasil membuat setiap siswa di koridor penasaran siapa gadis tersebut.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang