Bertemu lagi

1.1K 115 4
                                    

Matahari bersinar cerah pagi ini, dengan cahaya yang masuk remang-remang pada jendela kamar yang masih dalam mode malamnya. Udara terasa hangat menyenangkan, bunga-bunga bermekaran di halaman, mengundang para kupu-kupu untuk sekedar menyapa kelopak nya.

Mata kucing itu mengerjap pelan, saat bunyi gorden terbuka dan cahaya menyilaukan menyakitkan mata. Dia ingin protes, karena tidurnya terganggu. Namun lidahnya lagi-lagi menjadi kelu, saat siluet punggung indah dan pinggang ramping yang sekarang memunggunginya tertangkap netranya. Apalagi saat dia berbalik, seluruh indranya seakan berhenti bekerja.

Lihatlah dihadapannya sekarang sudah berdiri orang yang selama ini dia rindukan. Dengan wajah bagai malaikatnya di timpa sinar matahari pagi. Berkilauan, hingga membuat nya silau. Nafasnya tanpa sadar tertahan begitu saja, dia membeku menatap siluet indah yang terlihat remang karena bias cahaya yang di punggunginya. Bibir plum itu tersenyum indah hingga mata bulan sabutnya melengkung dengan sempurna. Min yoongi total membeku.

"Benar kata kak seokjin, kau akan sadar saat matahari terbit. Apa kabar?" Park Jimin berjalan pelan menuju ranjang. Dengan mata yang bertaut dengan min yoongi yang membeku. Apa dia sudah mati? Ini seperti Dejavu.

"Ah, kau masih pendiam seperti terakhir kali kita bertemu. Wajah datar dan penuh luka. Apa setiap kali kita bertemu akan seperti ini keadaanmu?" Park Jimin masih bicara sambil tangannya mengambil gelas air minum di samping ranjang. Membawa bokong indahnya duduk di sisi ranjang.

Min yoongi masih membeku, masih bertanya-tanya apa ini nyata? Apa park Jimin itu malaikat? Kenapa bisa semakin indah sejak terakhir kali dia melihatnya? Batinnya ribut sekali, tangannya gatal untuk sekedar mengelus pipi yang merona. Memeluk tubuh yang terlihat begitu nyaman, menghirup aroma manis yang membuatnya gila dari sumbernya. Park Jimin total membuatnya gila.

"Ayo minum kau pasti haus" gelas berisi air putih itu sudah berada di depan bibirnya yang otomatis terbuka. Apa Park Jimin adalah seorang penyihir? Pikir nya dalam hati. Penyihir yang bisa membuatnya mati rasa, kamu, menuruti semua keinginannya dan membuat jantungnya seperti ingin meledak.

"Kenapa wajah mu datar Sekali, bicara lah. Apa yang kau rasakan? Apa masih sangat sakit? Jin hyung akan segera datang memeriksamu" Jimin masih berusaha membujuk raga kaku dan wajah datar itu berekpresi. Padahal di dalamnya sedang ribut sekali hingga menjadi sangat bising.

"Akhh..."min yoongi mengaduh saat mencoba duduk. Dia baru sadar dia terluka, dia menatap seluruh tubuhnya yang banyak di perban. Selang infus yang masih menancap di tangan kirinya. Bagaimana bisa dia tidak sadar kalau sedang terluka? Kalau tubuhnya kesakitan? Park Jimin benar-benar seorang penyihir. Matanya harus di hindari. Batin min yoongi terus ribut seiring ringisan nya.

"Tenanglah, ayo duduk pelan-pelan " tangan halus dan lembut itu menyengat kulit putih pucatnya. Min yoongi lagi-lagi tidak bisa melakukan apapun selain sibuk mengikuti perintah sang penyihir. Ribut di dalam namun tetap datar dari luar. Apalagi wangi memabukkan itu terasa begitu lekat saat tubuh indah itu condong kearahnya hanya untuk membantunya duduk. Min yoongi benci ini, jantungnya ribut lagi, dan nafasnya seperti tercekik di kerongkongannya.

"Kapan kau pulang?" Hanya kata itu yang keluar dari bilah bibir tipisnya.

"Akhirnya kau bicara juga" Jimin menarik nafas pelan," kemarin, tapi aku langsung disuguhkan dengan tubuhmu yang di antarkan oleh Leo. Aku bahkan sampai syok berat, kenapa Leo mau mengantar mu ketepi hutan?" Jimin menatap mata segelap malam itu mencari jawaban dari pertanyaan sendiri. Tidak tau saja dia bahwa yang ditatap sedang dalam masalah besar.

"Leo?" Untung saja min yoongi adalah pengendali emosi yang handal. Meski didalam semakin ribut, diluar tetap bisa setenang karang.

"Singaku, meski aku sedikit sedih kau membunuh Chiko ku. Tapi tidak apa-apa, dari pada kau yang mati. Itu lebih baik. Dan kau keren sekali menurut ku " Jimin mengatakannya dengan tersenyum. Ini bahaya, sungguh bahaya bagi min yoongi. Perasaannya kian membuncah. Apa park Jimin baru saja memujinya? Jauh dilubuk hatinya dia menambah list agar menjadi orang yang selalu bisa di banggakan oleh Park Jimin. Bahkan mati pun, rasanya dia tidak akan menyesalinya.

"Maaf sudah membunuh harimaumu"

"Tidak apa-apa, lagipula nyawamu lebih berharga. Dan.."ucapan park Jimin terhenti karena bunyi ketukan di pintu.

"Ah, itu pasti jin hyung" Jimin beranjak dari tempat duduk. Membukakan pintu untuk jin hyungnya, karena memang keinginannya agar siapapun yang masuk untuk mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia tidak tau kenapa dia melakukan itu. Yang jelas dia tidak mau siapapun mengganggu temannya.

Sedangkan min yoongi lagi-lagi merutuki dirinya yang melambung tinggi hanya karena park Jimin berkata dengan begitu santainya "nyawamu lebih berharga". Sesuatu yang tak pernah dia rasakan, sesuatu yang tidak pernah dia dengar seumur hidupnya. Seseorang yang menggangapnya penting. Min yoongi yang selama ini hanya menjadi sampah di jalanan tidak pernah terlintas dibenak nya kan di hargai oleh seseorang. Dia tenggelam semakin jauh oleh park Jimin.

"Biarkan aku memeriksa mu sebentar" pria berbahu lebar dengan wajah cantik itu bicara sambil menyiapkan peralatan nya. Min yoongi hanya mengangguk, matanya hanya ingin melihat siluet park Jimin. Meski tidak terang-terangan menatapnya.

"Kau sudah baik-baik saja, ini cukup sebuah keajaiban kau tidak mati di hutan kematian itu. Soal lukamu itu tidak akan berbekas, kau mendapatkan obat terbaik yang bahkan belum tentu bisa di miliki oleh seorang presiden. Bersyukur karena itu" pria itu cukup cerewet, dengan aura keibuan yang cukup terasa. Padahal dia namja. Tapi min yoongi sungguh tidak peduli. Baginya dunianya hanya berpusat pada netra indahnya park Jimin.

"Jimin berikan obat ini padanya, setelahnya dia akan baik-baik saja. Dan oleskan obat ini ke luka bagian luarnya. Ini yang akan menghilangkan bekas lukanya. Tapi, apa kau yakin ingin merawat nya sendiri? Kau tidak Lelah? Kau bisa memberikan nya pada maid, biar mereka yang mengurusnya. Aku tidak mau kau kelelahan Jimin. Dan apa kau membatalkan acara tampilmu?" Kim seokjin mengusap penuh sayang rambut halus adiknya itu.

"Aku baik-baik saja Hyung. Biar aku saja yang merawatnya. Soal tampil aku sedang malas jadi aku membatalkan nya." Jimin memeluk seokjin sekilas.

"Tapi penggemarmu pasti sudah menunggumu"

"Iya juga sih, ah lihat nanti malam. Aku akan memikirkan nya lagi demi fans untuk tampil atau tidak. Meski aku sudah membatalkannya namun mereka akan menerima ku kapan saja."

"Baiklah, hyung pulang dulu. Hoseok akan pulang hari ini, jadi Hyung ingin menjemputnya ke bandara. Aku menyayangimu " seokjin memeluk park Jimin erat dan mengecup surainya sayang.

"Nado Hyung, sampai salamku pada hobi Hyung."

"Tentu, dia pasti juga sangat merindukan mu" jin menoleh sebentar pada makhluk pucat yang sedari tadi hanya diam memperhatikan, "dan kau pucat, jangan menyusahkan adikku. Kalau kau menyusahkannya aku yang akan menyeretmu keneraka. Dan juga apa-apaan tampang datarmu itu?  Bahkan kau tidak bicara apapun dengan wajah tembokmu itu? Astaga dari mana adikku memungut mu" seokjin sedikit kesal melihat pasiennya yang tidak berekspresi apa-apa. Baru kali ini dia mengobati orang seperti itu.

Karena kesal tidak ada jawaban, seokjin sudah berjalan menuju pintu keluar dengan Jimin yang ikut mengantar ke depan pintu. Namun langkah mereka terhenti saat suara berat dan pelan itu mengucapkan "terimakasih " meski dengan wajah datar bagai tembok. Setidaknya seokjin pergi dengan bibir tersenyum tipis. Ini yang selalu menghangatkan hatinya setiap selesai mengobati orang lain.

.......

Tikus Penakluk Beruang (Yoonmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang