SEPERTINYA aku sangat menikmati sesi makan siang bersama Ethan sampai lupa menilai musik latar di restoran Korea tadi. Selama beberapa menit aku diam memandangi layar laptop; berusaha mengingat satu atau dua lagu yang sempat ditangkap telingaku. Alih-alih mendengar sekumpulan cowok melantukan kata-kata dalam bahasa Korea, ingatanku malah melempar sosok Ethan dan pengakuannya seputar studi ke Rusia.
Wah, kacau. Ghina bisa menjejali mulutku dengan kimchi pedas.
Menilai dari desain interiornya yang dipenuhi poster boyband, girlband, dan beberapa judul drama, aku yakin mereka pasti memutar lagu-lagu bernuansa K-pop juga. Oke, bakal kutulis: Nuansa Korea semakin terasa dengan interior restoran yang dirancang semirip mungkin seperti kota Seoul, berpadu dengan lagu-lagu dari musisi K-pop terkenal dari Negeri Ginseng. Cukup meyakinkan, bukan?
Aku bisa saja memberi rating rata-rata (baca: 3) untuk musik latar dengan opini seadanya. But, no, I know I can do better. Kubuka laman Google dan memasukkan nama restoran tadi ke kotak pencarian. Siapa tahu sudah ada yang pernah mengulasnya sebelum kedatanganku.
Sial, hasilnya nihil. Maksudku, memang sudah banyak yang memberi ulasan, tapi tidak mendetail alias basa-basi semata. Tidak ada yang menyinggung musik latarnya. Uh, kenapa fokusku begitu mudah teralihkan saat bersama Ethan?
Tunggu, kenapa aku tak menanyakannya pada Ethan? Meski masih mellow gara-gara pembahasan studi S2....
[Winona] Tadi kamu dengar enggak lagu-lagu yang diputar di restoran?
Satu. Dua. Tiga menit dan ponselku tetap membisu. Barangkali Ethan sedang sibuk mengurus beasiswa. Sambil menunggu, aku merapikan file-file yang sedang kupindahkan dari hard disk eksternal.
Saat itulah sebuah folder yang seharusnya kubuang sejak dulu terbuka.
*
Ketika diterima bekerja sebagai jurnalis di Sound&Beat, bahagia tak cukup buat menggambarkan perasaanku. Bahkan, aku berniat terus bekerja di sana sampai menjadi jurnalis senior. Kebahagian itu pun terus berlanjut saat aku bertemu Ethan dan mengantarkanku pada hubungan yang lebih serius.
Things were going so well for 2,5 years. Namun seharusnya aku tahu, petaka besar biasanya muncul pada sesuatu yang berlangsung dengan baik-baik saja dalam jangka waktu lama.
Berbeda dari kebanyakan perempuan, aku tidak ingat tanggal pasti kapan aku dan Ethan mulai menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Hanya sekumpulan foto yang kususun runut di folder Sound&Beat menjadi saksi bisu. Menurut potret-potret tersebut, kami menjalin hubungan setelah satu tahun aku bekerja.
Aku kenal Ethan sejak masih jadi kontributor lepas, tetapi kami jarang bertemu karena sibuknya jadwal. Belum lagi posisi Ethan sebagai jurnalis lepas yang membuatnya hanya datang sesekali ke kantor Sound&Beat. Walau bukan karyawan tetap, tugas-tugas meliputnya bukan skala regional lagi.
"Aku punya satu free pass buat kamu. Mau?" tawar Ethan saat aku tidak kebagian jatah meliput band indie kesukaanku di Jakarta. Itu adalah kalimat yang menjadi gerbang awal hubungan kami. Dari satu free pass itu, kami jadi partner gigs yang tidak terpisahkan. Entah untuk bekerja atau kencan.
Semua staf Sound&Beat juga mengetahuinya seperti rahasia umum yang tidak perlu digembar-gemborkan.
Ethan bukan pacar pertamaku, tetapi aku belum pernah seserius itu berhubungan dengan seseorang. Kami juga bukan tipe yang senang mengumbar kemesraan, tetapi orang-orang di sekitar kami menganggap akan ada undangan pernikahan yang tersebar. Termasuk Ghina yang dula tak bisa lepas juga dari pesona Ethan.
[Ethan] Aku sempat mendengar lagu-lagu BigBang dan EXO.
[Winona] Dude, you even know the names.
[Ethan] Kamu pikir aku hanya mendengarkan Copeland setiap hari?
It's still weird to find out we're cool after the horrible break-up. Untuk saat ini.
Cepat-cepat, aku menutup folder Sound&Beat dan kembali ke draf review. Ah, ya, oke, BigBang dan EXO. Namun, lagi-lagi ingatanku melempar satu memori yang sepertinya muncul gara-gara aku melihat kumpulan foto tadi. Ingatan tentang satu malam di mana aku meliput konser terakhir untuk Sound&Beat.
Dadaku sekonyong-konyong terasa sesak.
Bukan Ethan yang memutuskan mengakhiri semuanya.
Bukan salahku juga hubungan kami menjadi berantakan.
Seandainya saja aku tidak seegois itu, mungkin aku bisa menyelamatkan nyawa ayahku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Notes On A Plate
Romance[Sebelumnya berjudul "The Playlist"] "Kenapa playlist-nya? Kenapa musik latar bukan opini tentang desain interior atau seragam waiter yang harus jadi ciri khas review-mu?" Bagi Winona, musik memberikan dampak besar pada kehidupan manusia, termasuk s...