track 38: Yamin Pangsit Terakhir

136 24 0
                                    

MENJELANG konferensi pers, Aries memfokuskan diri pada keperluan yang harus disiapkan. Dia menutup No. 46 selama dua hari, mengerahkan stafnya mengatur tempat pertemuan di lantai satu. Lucio datang sehari sebelum acara besar; mengabari kami semua media sudah dihubungi. Pada saat itu, ada notifikasi masuk ke ponselku; sebuah surel dari YummyFood.

"It's getting on my nerves." Aku melongok dari pintu kaca; mendapati Aries sedang menggerutu di depan pantry. Belum ada sarapan tersaji di meja. Pasti dia kewalahan gara-gara menangani konferensi pers.

"Mau aku bikinkan makanan?" Setelah merapikan kemeja dan high waisted pants, aku menghampiri Aries. "Kalau kamu enggak keberatan sama nasi goreng."

"No, you don't have to. Kebetulan aku beli nasi uduk dekat pasar." Ternyata ada dua piring dengan bungkusan kertas cokelat di balik tubuh Aries. "Leo kasih kabar bakal ke sini sekitar setengah jam lagi. Sebaiknya kamu pergi sebelum dia dan media berdatangan."

Ya, menurut Aries, kurang mengenakkan kalau rekan media dan para undangan mendapatiku bolak-balik di No. 46. Aku harus terlihat netral. Syukurnya hari ini ada jadwal liputan yang akan menyelamatkanku dari kebosanan.

Kami menikmati sarapan dalam diam; sibuk dengan masing-masing pikiran. Kejadian malam itu, dua hari lalu, masih berputar-putar dalam sudut benakku, tetapi sekarang bukan momen yang tepat mendiskusikannya.

"Menurutmu, apa aku bisa melakukannya?"

Aku, yang sedang membilas piring, menoleh ke belakang; mengamati Aries yang terduduk. Sarapannya hanya habis separuh. "Aku harap keputusanku tepat."

"You've done well so far." Kutepuk halus pundak Aries, lalu duduk di sampingnya. "Kita enggak bisa memperbaiki masa lalu atau memprediksi masa depan, tapi kita bisa melakukan yang terbaik di masa kini."

"Mendadak bijak hari ini, huh?" Senyum singkatnya membuatku lega. "Thank you, anyway. Sayang kamu harus duduk di bangku media, bukan di dekatku nanti."

"Oooh, kamu udah berani ngegombal sekarang?"

Kami berbagi tawa singkat, lalu aku mendaratkan kecupan di pipi Aries. "Aku pergi liputan dulu, ya. See you in a few hours."

*

[Ethan] Kamu lagi di Sultan Agung?

Aku sedang membedah burger isi rendang saat pesan dari Ethan masuk. Mataku langsung mengedarkan pandangan dan menemukan sosok pria itu di depan salah satu distro. Ethan lalu menyeberangi jalan setelah aku memberi isyarat bergabung. Hari ini dia kembali mengenakan pakaian formal ala mahasiswa yang akan menjalani sidang skripsi.

"Liputan?" tanyanya begitu melihatku sibuk mencatat, lalu tanpa ragu mengambil garpu kecil untuk mengamati salah satu dari tiga burger di tengah meja. "Rendang dengan roti?"

"Aku memuji kreativitasnya, tapi rendang bagiku selalu berjodoh dengan nasi." Pemilik kedai ini adalah lulusan Fakultas Teknik yang seharusnya masuk kelas bisnis. Dia sudah sering ikut festival makanan dan baru mendapat penghargaan untuk inovasi uniknya.

Aku suka dengan selera musiknya, meski kurang sesuai dengan suasana kedai. Setelah mendengar lagu-lagu dari Sore dan Mocca, sekarang giliran suara khas Danilla yang mengalun sampai ke bagian teras tempat aku menyantap makanan.

Ethan mengambil salah satu burger yang belum kusentuh. "Aku dengar ada konferensi pers di No. 46 sore nanti."

"Yep. Aku nervous karena kejadian ini secara enggak langsung berhubungan sama review-ku." Kemudian, aku membereskan peralatan dan memasukannya ke totebag. "Semoga semuanya berjalan lancar."

Our Notes On A PlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang