"Papa nggak ada tepat saat bisnis yang dia selamatkan berhasil berdiri tegak dan income mulai naik." Heeseung mulai setelah beberapa saat.
Awalnya Sunghoon menolak dengar; alasannya, ia ingin Heeseung menceritakan semuanya karena keinginan sendiri. Bukan karena Heeseung merasa berhutang penjelasan.
Tapi toh si putra Lee yakinkan Sunghoon bahwa dia berhak tahu. Siap atau belum, Heeseung punya kewajiban berbagi. Apa jadinya keluarga mereka nanti kalau masing-masing punya rahasia?
"Kelebihan bekerja. Overwork. Beban pikiran." Heeseung duduk menyandar; pandang langit-langit ruangan. Jas kerjanya tanggal, tersisa kemeja dan dasi dilonggarkan. "Mama kira Papa menginap lagi di kantorㅡalasan sama, ada pekerjaan. Tapi tepat pukul dua pagi, Mama dapat kabar."
Jemari Sunghoon sibuk remat ujung bajunya; dia tak suka ke mana arah cerita ini. "Mas Heeseung ada di mana waktu itu?"
"Kuliah," lirihnya. "Papa sengaja buat saya tinggal di dormㅡsupaya lebih serius belajar. Papa pengen saya yang ambil alih perusahaanㅡnanti. Kalau Papa yakin segala kekurangannya udah dia tutupi." Hela napas berat; Heeseung pejamkan mata. "Papa selalu pikir; bisnisnya bangkrut karena ia salah terima saham. Teman dekatnya yang bajingan."
Sunghoon tundukkan kepala. Ia mulai rasakan pandangannya buram, namun Heeseung belum sekali pun menoleh; jadi ia pikir, masih aman.
"Lalu mas Heeseung pulang?"
Yang ditanya mengangguk. "Mama nggak kuat nelpon. Saya dapat kabar dari Choi Soobin. Ingat resepsionis yang antar kita ke restoran?" Sunghoon loloskan jawaban ya, lantas Heeseung lanjutkan. "Saya bikin keributan waktu pemakaman Papa; saya tau bajingannya. Dia dipecat langsung waktu beritanya menyebar."
Dahi Sunghoon tak ayal mengerut. Dia kepalang tahu bagaimana kerasnya dunia bisnis. "Tapi ... setelah itu, mas Heeseung nggak dikuntit, kan?"
Sungguh; harusnya sesi obrolan ini mellow, namun Sunghoon heran karena Heeseung malah lantas lempar senyum.
"Kalau saya jadi pemeran drama, iya, saya dikuntit lalu dihajar di gang sempit." Nada Heeseung jenaka, sukses buat airmata Sunghoon tak jadi pecah. "Dia sadar diri. Minta maaf sama Mama; tapi Mama udah gak peduli lagi. Cuma angguk kepala, lalu pergi. Dari situ, perusahaan Papa vakum. Tanpa pemimpin. Sementara Mama yang pegang."
Anulir. Sunghoon sedih lagi. Ingat bagaimana siang ini Mama sempat cerita panjang lebar di tempat yang sama pula.
"Saya niat kuat untuk selesaikan kuliah; saya gak bisa tinggal Mama terlalu lama." Heeseung hela napas; pejamkan mata lagi. Pelukannya di bantal sofa mengerat. Sunghoon tebak bagian selanjutnya sama sekali tak pernah dibuka ke sembarang orang. "Saya cuma punya Mama. Semenjakㅡsemenjak Papa usir kakak kandung saya, cuma Papa dan Mama yang saya punya. Keluarga besarㅡanggap mereka buang kami ...?"
"Kenapaㅡ"
"Mama hamil di luar nikah. Diusir. Kakak kandung sayaㅡmain-main dengan obat. Diusirㅡ" Sunghoon raih helai tisu lantas beringsut mendekat. "ㅡtiga hari kemudian ditemukan overdosis."
Harusnya Sunghoon yang tenangkan Heeseung; harusnya Sunghoon beri helai tisunya untuk hapus kesedihan Heeseung. Tapi cukup satu pandang dari si empunya cerita, Sunghoon berakhir yang ditenangkan. Jemarinya hapus airmatanya kasar; mendapat gumam tak setuju dari pasangannya dengan alasan nanti kamu kecakar, hati-hati.
"Ingat kamu pernah cerita kalau Mama sering datang ke showcase kamu? Dan nawarin spasi kosong di gedungnya buat kamu?" Heeseung bertanya lagi, begitu ia yakin Sunghoon sudah agak tenang. Dijawab anggukan. "Mama bener-bener bertekad buat carikan calon buat saya. Mama gak mau masa lalunya dan Papa kejadian ke saya. Bisa dibilang, saya udah tau tentang kamu duluan."
"Jadiㅡ"
Senyum Heeseung tak ayal potong kalimat Sunghoon. "Sebelum Mama ajak saya ke studio kamu, Mama udah banyak cerita tentang kamu," jelasnya. "Dan memang karena saya gak pernah punya hubungan apa pun sebelumnya, saya putusin buat ikut pilihan Mama. Ditambah, begitu Mama tahu kalau Ayah kamu pernah jadi rekanan Papa dulu sekali; waktu Papa masih merintis bisnisnya."
Tapi mas Heeseung gak kecewa kan sama pilihan Mama?
Sunghoon ingin utarakan kegundahan ituㅡingin sekali, tapi jauh di dalam, ia masih takut akan jawabannya kelak. Dirinya pun sama, tapi bedanya, hati Sunghoon mudah luluh. Kalau orang bilang, wearing your heart on your sleeveㅡorang-orang akan mudah tahu bagaimana cara ambil hati dan sisi baikmu.
Sang putra Lee lalu bangkit dari posisinya, sekarang duduk tegak. Sisa tisu keringnya ia gunakan untuk hapus jejak sisa airmata Sunghoon. Pelan. Seolah dia beri kesempatan apabila Sunghoon ingin menghindarㅡtapi tidak. Sunghoon suka. Heeseung perlakukan dirinya selalu dengan hati-hati.
"Mas Heeseung?"
Masih serius dengan aktivitasnya, Heeseung membalas dengan gumam kecil.
"Jangan tidur di kamar tamu malam ini ya, mas?"
Was-was. Lagi.
Tapi akhirnya Heeseung anggukkan kepala dan napas Sunghoon yang ditahan lantas bisa dihela.
KAMU SEDANG MEMBACA
11:11
Fanfiction「 remake; original story by adlaidh 」 ft. heehoon sunghoon berpikir, mungkin lebih baik ia dijodohkan atas dasar rekan bisnis saja sekalian. lebih nyata. hidupnya terasa seperti mainan sekarang. +marriage!au