i'm yours forever

556 67 19
                                    

"Sunghoon!"

Sunghoon bersumpah, dari dulu SMA sampai sekarang, suara Jay tak berkurang melengkingㅡbahkan lebih parah. Janji ketemu yang disusun lewat chat akhirnya kesampaianㅡlokasinya tak jauh dari penthouse dan tempat kerja Jay. Sahabatnya sedari kecil itu bahkan izin setengah hari kalau-kalau pertemuan mereka lebih panjang dari rencana.

Aroma khas musim gugurㅡpumpkin spice latte dan sepiring kecil kudapan dengan labu sebagai bahan utama. Jay menyeruput minuman hangat yang sudah Sunghoon pesankan sebelumnya.

"Apa kabar?"

"Ya ampun, kamu bahkan selalu tanya itu di chat, Jay," senyum Sunghoon. "Aku baik. Salam dari mas Heeseung juga; maaf waktu di acara dia nggak sempet ngobrol banyak sama kamu dan Jungwon."

Jay tiup poninya ke udara. "Habisnya muka dia galak, Hoon. Ya pantes kalau bisnisnya maju. Atasannya tegas kayak begitu," akunya; majukan bibir. Mantel disampir ke sandaran kursi. Jay masih tak sukai cuaca dingin; jadi sweter di bawahnya pun terlihat tebal. "Jadi ... bagaimana?"

Sunghoon berhenti dari aktivitasnya menyendok kue. "Bagaimana apanya, Jay?"

Senyum sahabatnya kelewat licik dan bandel. "Tinggal serumah dengan seorang pengusaha, rasanya menikah, dan uhmㅡfirst night?"

Hening sejemangㅡlalu wajah Sunghoon luar biasa merah.

"Kamu bercanda."

"Ya ngapain aku bercanda, Sunghoon." Jay lempar tawa; maniknya tenggelam waktu dia senyum super lebar. "Kamu bilang di chat kalau suasana di rumah sekarang sudah lebih hangat. Berarti kalian lagi menuju next step, dong."

"Ehㅡkalau yang itu, belum."

Tawa Jay buyar. "Serius?" Lelaki itu menyipit; tak mempercayai perkataan sahabatnya. "Serius, Sunghoon. Jangan bercanda. Siapa pula bisa tahan nggak makan kamu, hah?"

"Jay, astaga. Kamu kira aku penari striptease?" Dahi Sunghoon tersinggung; kerutannya dalam. Tapi toh, Jay malah tetap mencecarnyaㅡbahagia sekali malah. "Umㅡbagaimana ya. Aku ... malu? Serius. Lagi pula mas Heeseung nggak minta apa-apa juga. Sekali, dua kali pernah sih mas Heeseung di kamar mandi lama sekali; tapi mungkin dia sibuk bersih-bersih ...." Sunghoon angkat bahuㅡ tinggalkan Jay yang melongo di tempatnya.

"Itu ... siang-siang?"

Hazel Sunghoon berlari ke langit-langit kafe; terlihat berpikir. "Tengah malam, Jay. Itu pun aku terbangun soalnya pintu kamar mandi dibantㅡ"

"Ampun! Nggak mungkin Mas Heeseung-mu itu bersih-bersih tengah malam, Sunghoon!" Jay hampir meledak, pandangan para pelanggan kafe tak ayal dituju padanya. Setelahnya, lelaki itu hela napas, seruput minuman hangatnya; tenangkan diri. "Kamu tahu main solo kan?"

"Nyanyi?"

"Demi Tuhan, anak ini." Jay tepuk jidat; dia lalu raih satu suap cake sebelum kembali pada tugas negara mengajari Sunghoon. "Kalau seseorang sudah mau, dan nggak bisa dibendung, ya mau nggak mau dia main solo, Hoon. Kayak orang maniak catur. Walaupun nggak punya lawan, dia tetep aja main sendiri, kan?"

"Mas Heeseung main catur di kamar mandi?"

Mungkin kalau Jay sedang pegang nampan, bakal ada nampan melayang di tengah-tengah kerumunan.

"Gimana tadi ketemu sahabat kamu? Maaf, saya nggak bisa nemenin kamu." Heeseung berkata di tengah-tengah suapan. "Taehyun kasih tahu jadwal meeting di menit terakhir. Mau saya tinggalin tadinya, dan milih temuin kamu di kafe. Sekalian minta maaf sama sahabat kamu soalnya saya nggak acuh waktu di acara."

Ia dan Sunghoon tengah duduk di sebuah tempat makan; yang menawarkan makanan lokal dan bukan di salah satu restoran hotel milik keluarga Heeseungㅡpermintaan Sunghoon. Selain karena tempat ini sering Sunghoon kunjungi, ia ingin mengenalkan menu fantastisnya pada Heeseung. Yang tanpa dua kali pikir langsung disetujui, tentu.

Sunghoon ingin terbahak tiap ia mengingat ekspresi wajah Jayㅡyang frustrasi dan gemas; dan kesal, bisa jadi. Ia bahkan menraktir sahabatnya seporsi besar es krim karena Jay tak berhenti memajukan bibirㅡberjanji pada Sunghoon untuk membawa serta Jungwon dan memberi edukasi. Silly.

"Nggak apa-apa, mas Heeseung, santai." Sunghoon senyum lebar; dia memang berharap di satu waktu nanti mereka bisa properly bertemu. "Lagian Jay pasti lupa kalau urusan begitu. Dia titip salam buat mas Heeseung juga."

Jemari Heeseung meraih gelas air mineral kemudian, menandaskan isinya. Heeseung pastilah lapar. Dia barusan keluar dari mobil dengan pandangan sayu; sementara Sunghoon lega pasangannya tidak tersasar. Walaupun mengikuti lokasi yang Sunghoon kirim lewat chat, tempat favoritnya ini lumayan tertutup. Sunghoon sendiri menghabiskan siangnya mengobrol dengan Jay, mengunjungi studionya sebelum renovasi dimulai minggu depan (menurut informasi Mama yang semalam menelepon), lalu menuju ke restoran.

"Sunghoon?"

Yang namanya dipanggil lantas usap sisa kuah di sekitaran bibirnya lalu mendongak.

"Ya, mas Heeseung?"

"Saya ... boleh tanya sesuatu?" Heeseung terlihat bimbang; intonasinya pelan seolah dia takut perkataannya nanti bakal munculkan respons tak enak. "Sahabat kamu tahu tentang ... kita?" tanya Heeseung akhirnya; buka mulut lagi untuk penjelasan lanjut, "Maksud saya, tentang alasan di balik ... ini."

Awalnya Sunghoon bingung; kentara dari bagaimana ekspresi wajahnya sekarang. Tapi, kemudian, senyum merekah dan Sunghoon ulurkan tangan. Bold. Dia genggam tangan Heeseung yang sibuk mainkan taplak.

"Jay tahu, tapi dia hormati alasannya, kok," katanyaㅡsenyum kecil buat yakinkan Heeseung. "Lagi pula, mas Heeseung lihat sekarang, kan? Kita menuju ke sana. Kita kan sama-sama belajar, hm?"

Hela napas ke udara. Heeseung terlihat masih bimbang. "Saya cuma takut, kamuㅡini di luar ekspektasi kamu. Nggak sampai, malah."

Kerut tipis muncul di dahi Sunghoon. "Itu harusnya jadi hal yang aku takutin. Aku takutㅡdisejajarin sama mas Heeseung, aku nggak pantㅡ"

"Jangan diterusin, Sunghoon." Pasangannya memotong tiba-tiba; awalnya jemarinya digenggam, namun sekarang keadaan berbalik. Telapak tangan Heeseung berkeringat; gugup. "Saya justru beruntungㅡkamu pengertian. Saya sulit ungkapkan perasaan saya; makanya orang berpikir saya sulit didekati. Taehyun selalu bilang buat hilangkan raut galak sayaㅡtapi sumpah, Hoon, muka saya emang begini."

"Itu namanya resting bitch face, mas Heeseung!" Sunghoon lantas terbahak, suaranya ringanㅡHeeseung amat suka mendengarnya. Berharap bisa mendengarnya terus, bahkan di sela dinding membosankan di kantor.

"Restingㅡapa?"

"Nggak penting." Sunghoon menutup pembicaraan akhirnya; dua tangan genggam milik Heeseung erat. "Bunda pernah bilang; aku beruntung karena mas Heeseung sayang sekali ke Mama. Dari situ Bunda dan Ayah akhirnya balik yakinin aku. Jadi, kita sama-sama beruntung, oke?"

Tanpa ditebak, Heeseung lepaskan pegangan Sunghoonㅡangkat sebelah tangannya lantas ia usap telapak tangan di pipi pasangannya. Lembut. Cuping telinga Sunghoon memerah maluㅡHeeseung tak kuasa tahan rasa sayangnya yang mulai terbentuk dan bertambah besar setiap hari.

"Saya milik kamu. Dan kamu milik saya," katanya pelan. "Deal?"

Senyum Sunghoon sematkan manik yang menyipit seperti bulan sabit. "Deal."

Heeseung hanya pikirkan satu kata tentang Sunghoon kala itu. Manis.

11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang