here and now

313 45 8
                                    

Mereka kembali pada rutinitas biasa sejak Selasa siang bertolak dari vila. Langit gelap waktu keduanya tiba di penthouseㅡHeeseung gerak cepat pesankan makan lantaran Sunghoon mengeluh mabuk jalanan dan butuh makanan berkuah. Program teve entah apa menyala di ruang tengah; Heeseung dan Sunghoon duduk bersisian di sofa.

Tidak lamaㅡkarena setelahnya Sunghoon tarik tangan Heeseung ke kamar tidur.

Tapi keesokannya, figur Sunghoon alpa di sisi kanan ranjang. Bahkan saat Heeseung bangun lebih cepat dari alarm.

"Hoonㅡ?"

Pasangannya tatap inosen ke arah pintu dari mana namanya dipanggil. Sunghoonㅡmasih kenakan piyama, ada di depan kanvas hampir setengah jadi. God knows dari jam berapa dia duduk di sana.

"Masih jam lima. Mas Heeseung kenapa udah bangun?" Pasang alis Sunghoon menukik; sambar lap yang biasa ia siapkan dan bersihkan tangan. Alarm normal pasangannya jam setengah enam.

"Saya kebangun. Kamu nggak ada." Heeseung jawab pelan—jalan mendekat, lantas rengkuh Sunghoon dalam pelukan. Normal. Dia butuh re-charge skinship dengan Sunghoon sebelum ke kantor. Nine to five tanpa Sunghoon. "Udah sampai mana, hm?"

Sunghoon keluarkan tawa dalam pelukan. "Ini commision aja. Tapi aku bakal izin sama pemiliknya buat tetep pajang ini. Dan ... aku mau gambar magnolia lagi. Buat hadiah Mama."

Heeseung lepaskan pegangannya sebentar. "Hadiah ulang tahun?"

"Mm-hm." Sunghoon anggukkan kepala. "Aku baru tau Mama juga Sagittarius."

"Kamu ngikutin yang begituan?" Heeseung tanya setelahnya; sisiri rambut bayi Sunghoon yang mulai panjang dan tutupi dahi.

Yang ditanya angguk antusias. "Dan aku juga suka baca sifat-sifat orang. Menarik, hehe," katanyaㅡsebelum lebarkan mata dan teringat sesuatu. "Mas Heeseung mau sarapan apa? Nggak turun ke tempat gym?"

Maunya melengos, toh ini masih agak pagi. Tapi Heeseung masih ingin habiskan waktu di sini sebelum berangkat; ia mulai terbiasa dengan Sunghoon yang selalu di dekatnya. Biarlah. Toh seminggu kemarin tinggalkan rutinitas lari di treadmill dan dia masih baik-baik saja.

"Kita masak kayak kemarin, boleh?"

Bahkan Sunghoon mesti freeze sebentar sebelum tersadar lagi.

"Boleh!"

Sore itu; ruang tengah penthouse yang diokupasi lebih dari satu orang kejutkan Heeseung.

Sang putra Lee tak ingat ada notifikasi khusus perihal kumpul keluarga, di rumahnya, dan seingatnya, pagi ini waktu dia berangkat, Sunghoon pun tak berkata apa-apa. Lihat pasangannya tengah potong cake tiramisu yang dibuatkan Bunda serta big feast di meja makan beri tahu Heeseung bahwa Sunghoon pun tak tahu-menahu.

Seingatnya, ulang tahun Mama bahkan belum terjadi sampai lima hari ke depan.

"Ini khusus Mama sama Bunda yang masak." Mama katakan seselesainya ia peluk erat anak semata wayangnya; masih di depan pintu. "Kamu sehat 'nak?" Dua tangan Mama tangkup pipinyaㅡsudah lama Heeseung tak diperlakukan demikian.

Lantas, Heeseung hanya mengangguk. Tak ingin buat Mama khawatirㅡtapi toh, masalah dengan dirinya sendiri telah coba ia selesaikan. Tangkap raut wajah bangga Sunghoon di kejauhan.

Taruh jas dan tas; hampiri Sunghoon yang kala itu selesai dengan tugas kecilnya.

"Es lemon?" tawarnya.

Heeseung menggeleng. "Nanti." Lantas bubuhkan senyum di dahi pasangannya. Saya mau cium kamu.

Ajakan Mama untuk bergabung di ruang tengah kejutkan keduanya; tarik mereka dari personal bubble yang terbangun otomatis setiap kali berdekatan. Mama dan Bunda pura-pura tak tahu, walaupun Heeseung yakin orangtua mereka saling kirim sinyal. Cuma Ayah yang absenㅡBunda bilang perlu stay sedikit lebih lama di kantor untuk penutupan deal.

Acara makan malam kecil-kecilan berlangsung hangat; Mama tak berhenti cerita soal hunting venue yang diam-diam sudah ia lakukan. Sunghoon bahkan tercengang. "Aku bahkan belum tahu ini selesai kapan," gumamnya; tapi Mama raih jemarinya.

"Mama udah liat koleksi kamu di studio, Sayang. Pasti cukup, ya kan Hee?"

Yang dipanggil lantas anggukkan kepala. "Saya udah punya list buat venue-nya. Kamu tinggal pilih mau yang mana," jelasnya santai, sebelah tangan raih jemari Sunghoon dan mainkan cincin pernikahan mereka. Jelas Heeseung abaikan tatap mata Sunghoon yang seolah teriak kenapa mas Heeseung main rahasia-rahasiaan!

Obrolan keempatnya ringan, kadang disela Gaeul yang menyalak imut minta dipangku. Seringnya berlari ke arah kaki Sunghoon, namun saat Heeseung meraup makhluk kecil itu dan dudukkan di pangkunya saat Sunghoon pergi ke belakang ambil dessert, Gaeul bahkan tertidur.

Suasananya nyaman; hanya berubah sejemang waktu kalimat Mama muncul ke permukaan.

"Mama mau kunjungi Papa dan Kakakmu."

Agaknya, Gaeul berhasil mengendus kegusaran Heeseung—karena berikutnya ia terbangun dan melompat turun.

"Mama pikir—Mama nggak bisa begini terus," gunamnya; menoleh ke samping dan minta semangat dari Bunda dalam diam. "Dan ... mungkinㅡmungkin Mama bisa ajak Sunghoon?"

Merasa namanya dipanggil, Sunghoon angkat wajah. "Tentu, Ma," jawabnya; tanpa pikir panjang. Tapi detik kemudian, Sunghoon balik menghadap Heeseungㅡminta izin. "Aku boleh nemenin Mama, kan?"

Hening. Heeseung masih belum putuskan. Dia tahu, dia tak boleh egois. Dan toh, niat Sunghoon baik. Pun pasangannya punya hak. Tetapㅡkepalanya penuh. Heeseung butuh waktuㅡsebentarㅡcari udara segar. Dia tak verbalkan apa pun waktu bangkit dari sofa dan berjalan tuju kamar mereka.

"Sebentar ya, Ma, Bun."

Suara Sunghoon kecil setelah deru lembut pintu ditutup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang