beautiful treasure

398 58 15
                                    

Tidak ada hal di dunia yang mampu kalahkan kebahagiaan Sunghoon waktu Heeseung pulang di satu Jumat malam.

Sementara Sunghoon ribut bertanya ada acara apa? Ini dalam rangka apa? Mas Heeseung nggak salah makan kan? Yang ditanya cuma geleng pelan dan katakan alasan di baliknya semudah hitung satu tambah satu sama dengan dua.

"Nggak gitu ...." Sunghoon balik merajuk lantaran Heeseung anggap hal ini sepele. “Aku nggak tahu mesti bilang terima kasih pakai cara apa."

"Hush, Sunghoon." Langkahkan kaki pelan, duduk di sebelah pasangannya di sofaㅡyang kala itu sibuk dengan buntal kecil berwarna putih di pangkuan. Pertemuan pertamaㅡdan si makhluk kecil sudah sebegini dekat serta nyaman. Heeseung bahagia pilihannya tak salah. "Besok kita ke luar dan cari perlengkapan buat dia, oke?"

"Gaeul."

Alis Heeseung terangkat. “Hm?”

Tolehkan kepala, berikan senyum lebar. Sungguh. Heeseung ingin memori seperti ini bisa ia abadikan. "Namanya Gaeul."

"Up to you, Sayang," gumam Heeseungㅡtinggalkan satu hadiah kecil lagi di pelipis Sunghoon.

"Sunghoon, kamu beneran nggak apa-apa saya tinggal seminggu?" Heeseung utarakan pertanyaan ketika mereka tengah siapkan makan malam. Sabtu siang dihabiskan berkeliling cari kebutuhan memelihara seekor anjing poodle. "Atau kamu mau saya anter ke rumah Mama? Atau mau ke orang tua kamu? Saya nggak tenang kalo kamu sendirian."

Sunghoonㅡyang sibuk aduk pasta, lempar tawa kecil. Di kakinya, Gaeul tak berhenti lari ke sana kemari. "Kan ada Gaeul. Mas Heeseung fokus ke urusan mas Heeseung dulu. Aku pasti ngabarin kalau ada apa apa."

"Gaeul buka pintu aja nggak bisa, Sunghoon, gimana saya bisa tenang."

"Sumpah, aku nggak apa-apa." Sunghoon bersikeras; agak merasa geli juga. Hubungan mereka yang kikuk di awal bisa menjadi seperti sekarang. "Mas Heeseung udah packing atau belum? Biar aku aja yang masak, oke? Hush, hush."

Sebenarnya Heeseung masih tidak yakin, tapi lihat Sunghoon yang saat itu lantas meraup Gaeul dan menggendongnya, perlahan ia coba. Walaupun sejak sekarang pun Heeseung tahu, seminggu ke depan, justru dia sendiri yang tidak akan baik-baik saja.

Ketika akhirnya Gaeul dimasukkan ke kandang dan Sunghoon serta Heeseung masing-masing nyaman dalam piyama, kantuk belum juga menyapa.

Biar Heeseung dan entitas lain yang menyaksikan bagaimana sang putra Lee masih terjaga sementara Sunghoon sudah lebih dulu lelap. Manuver tubuh; bawa Sunghoon dalam pelukannya.

Nyaman. Sunghoon bahkan bergerak mendekat.

"Mas Heeseung ...?"

Desiskan pengantar tidur, Heeseung sematkan sapa malamnya. "Tidur, Sayang."

Angguk pelanㅡantara sadar dan tak sadar, Heeseung tak peduli. Dia hanya ingin abadikan momen ini untuk temani dirinya seminggu ke depan.

Hari pertama, notifikasi Sunghoon diokupasi oleh chat dari Heeseung—kadang ada nama Jay, Bunda dan Ayah, lalu Mama.

Sudah makan?

Gimana di rumah?

Aku lihat update kamu, Semangat, Sayang. Kita buat galeri dekat agenda Natal, oke?

Dan Sunghoon bohong kalau ia tak merasa hangat tiap kali membaca pesan pesan singkat dari Heeseung. Walaupun kadang terdengar tak penting, tapi tetap ada gelitik kecil di perutnya. Thank God, Sunghoon punya Gaeul sekarang untuk ia ajak menggila sendirian.

"Gaeul, sini. Mas Heeseung mau lihat kamu yang dipakai pita ungu!"

lya. Jay kiriminya foto poodle dari screenshot aplikasi di hari ketiga. Mirip sekali Gaeul; dipakaikan pita di area bulu di kepala yang diikat jadi satu. Sunghoon tertawaㅡlantas cari ikat serupa di sepanjang pouch penyimpanannya.

Kirim ke Heeseung; yang langsung dibalas tak lama kemudian.

Kamu nggak mau coba pakai juga? ketiknya; lantas Sunghoon menggeleng walaupun ia tahu Heeseung tak akan melihat.

Notifikasi panggilan FaceTime masuk kemudian; yang langsung diterima tanpa pikir panjang. Sesorean itu Sunghoon habiskan dengan mengobrol panjang dengan Heeseungㅡmembicarakan rencana venue untuk pameran Sunghoon selanjutnya, klien yang meminta draft kasar lukisan yang akan dipajang, resep baru dari Bunda, dan banyak lagi.

Walaupun Heeseung hanya menjadi pihak pasif, namun Sunghoon tak habis pikir. Sang putra Lee jarang berbicara tentang pekerjaannyaㅡkecuali tentang kekesalannya pada Taehyun, kadang, dan seringkali hal berupa anekdot.

Hari kelima, pesan singkat Sunghoon baru dibaca sekitar tengah hari. Pun Heeseung baru membalas menuju sore.

Sunghoon tak ambil pusing. Teleponnya benar-benar sibuk sejak pagi. Gaeul ia masukkan ke area khusus sementara ruang tengah disulap menjadi studio sementara. Butuh pemandangan baruㅡia beralasan.

Balasan Heeseung singkatㅡdan Sunghoon berusaha singkirkan pikiran negatif yang kadang menyeruak.

Hari keenam, nomor Heeseung tak dapat dihubungi.

11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang