wings of comfort

645 88 10
                                    

Waktu seminggu untuk Heeseung absen dari kantor habis, yang artinya, lebih banyak waktu untuk Sunghoon sendirian di penthouse. Ia akui; semenjak acara makan malamnya dengan Heeseung, ada lebih banyak kalimat saling terlontar di antara mereka. Sapa selamat pagi, selamat malam, obrol ringan depan teve, hingga aktivitas laundry. Sunghoon senang akan hal itu. Ketakutannya akan rumah tangga yang hancur pelan memudar.

Heeseung berangkat pagi itu seselesainya Sunghoon menyiapkan kotak bento untuk makan siang. Tak seberapa; hanya telur gulung, beberapa potong daging, serta sayuran. Heeseung lemparkan senyum kecil dan ucapan terima kasih, lantas jalan pelan tuju pintu.

Belum ada skinship terlibat, dan Sunghoon pikir ia pun belum siap.

Mama tepatkan janji soal berkunjung ke penthouse, bawakan oleh-oleh sekembalinya ia dari Taipei, dan habiskan waktu hingga sore mengobrol di island. Wanita itu masih terlihat enerjik; mirip sekali dengan putranya jika menyangkut pekerjaan. Banyak venue yang mesti ia datangi, katanya; beberapa karena beliau menjadi sponsor utama dan sisanya murni karena undangan.

Sunghoon tunjukkan ruangan yang Heeseung berikan, dan saat itu pula, ia ikut senang kala birah suka cita terpancar dari sang Mama.

"Heeseung yang kasih?" Mama tanya lagi; sekarang duduk hadap-hadapan di island.

"Iya, Ma. Katanya lebih baik buat studio, supaya aku nggak perlu sering ke luar juga," jelas Sunghoon. "Mungkin besok aku mulai pindahkan beberapa. Mama bilang mau ada renovasi, kan?"

Mama anggukkan kepala. "Bulan depan, Hoon, tapi nggak apa-apa. Mama juga lebih nyaman kalau kamu lebih sering di rumah," katanya. "Tapi bukan berarti Mama larang kamu ke luar, lho."

"Ehㅡenggak, Ma. Memang aku juga anak rumahan, kok," kekeh Sunghoon. Kemudian, ada jeda di mana ekspresi Mama berangsur keruh. "Ma ...?"

Waktu wanita di hadapannya tersadar, buru-buru ada jemari lentik yang menggenggam tangan Sunghoon.

"Mama seneng banget waktu kamu terima rencana iniㅡbukan kepalang." Mama ucap lirih, pegangannya erat. "Mama yakin waktu itu; kamu akan bisa jaga Heeseung. Sampai nanti. Sampai lukisan yang Mama beli tempo dulu, Mama pindahkan dari rumah."

Which is; tidak mungkin.

Sunghoon kepalang tahu alasan Mama beli gambar bunga Magnolia di awal pagi miliknyaㅡpun judul yang Sunghoon beri. Love awakening at dawn.

"Ma ... pindah sofa, ya?"

Sunghoon topang tubuh Mama pelan-pelanㅡHeeseung bilang, kadang Mama masih sering teringat masa lalunya. Terutama di saat Papa masih adaㅡawalnya Sunghoon panik, namun ia pernah ada di saat Jay menangis meraung-raung karena teringat orang tuanya. Jadi bisa dibilang, dirinya sudah lumayan mengerti bagaimana atasi keadaan seperti ini.

Mama pulang sebelum malam, tapi tidak sebelum pesanan grocery miliknya sampai di penthouseㅡyang berakhir memenuhi kulkas Sunghoon dan lemari gantung di dapur.

Ada bunyi 'ting' pelan saat Sunghoon angkat sup masakannya ke tatakan. Dilanjut dengan tapak kaki lembut hingga akhirnya Heeseung muncul di pandangan.

Dahi Sunghoon mengerutㅡmuka pasangannya terlihat masam. Jangan mulai dengan gesturnya yang seperti kembali ke angka nol. Ia ikuti sosok tinggi Heeseung yang lantas rebahkan diri di sofa, tas ditaruh sembarangan pun mantel yang masih terpakai.

Ia pastikan kompor mati; sebelum ambil langkah ke arah ruang tengah.

"Mas Heeseung?"

Yang dipanggil hela napasㅡmungkin tahu ia baru saja tumpahkan kekesalan di tempat yang kurang tepat. "Maaf, sayaㅡ"

"Kantor?" Sunghoon coba dengan nada pelan; begitu anggukan ia dapat, ada senyum kecil ia tawarkan. Tangan terjulur, raih milik pasangannya yang terkulai di sisi tubuh. "Makan dulu? Jangan kosong perutnya, mas."

Heeseung menurut tanpa bantahan. Bangkit dari sofa dengan sebelah tangan digenggam Sunghoonㅡskinship pertama. Namun kentara jelas dua-duanya sama was-was.

Duduk berhadapan, mulai ada kelentingan alat makan penuhi ruangan.

"Maafㅡsaya cuma pusing. Kantor berantakan. Seminggu ke belakang saya kira baik-baik aja, ternyata baru ketahuan waktu meeting tadi. Laporan kurang sesuai semua." Heeseung menyendok penuh emosi; jas kerja pun masih dipakai meskipun sudah tak rapi. Ini kalimat paling panjang yang pernah Sunghoon dengar sejak mereka tinggal bersama. "Kamu pasti bingung dengar cerita saya."

Sunghoon terkikik kecil. "Nggak apa, mas Heeseung. Pasangan memang harus saling dengar, kan?" katanya. "Dan dari cerita barusan, aku tahu satu hal. Mas Heeseung selalu dibutuhkan di kantor; orang hebat. Harus ada buat rapikan anak buahnya."

Mungkin terlewat sedetik, namun Sunghoon sempat tangkap pemandangan ujung telinga Heeseung yang memerah. Saat itu juga, Sunghoon teringat cerita Mama bahwa anak Mama itu suka insecure, nak Sunghoon. Kadang sampai kepikiran terus dan dia sakit gara-gara over work.

"Tambah?"

Sunghoon menggeleng, tapi ia ambil mangkuk Heeseung dan isikan nasi. "Buat mas Heeseung. Supaya semangat di kantor besok, dan besoknya, dan besoknya juga."

Pasangannya lempar senyum; dan perut Sunghoon rasanya hangat.

11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang